Evaluasi Holding Sebelum Membentuk Super Holding
Oleh: Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia
Keinginan pemerintahan Joko Widodo membentuk Super Holding perlu dilaksanakan secara hati-hati dan bertahap. Karena Super Holding menyatukan berbagai sektor dan karakateristik yang juga berbeda-beda. Maka tidak mudah menyatukan berbagai karakter bisnis BUMN ke dalam Super Holding yang besar.
Umumnya, pembentukan Super Holding melewati dan membutuhkan proses yang cukup panjang karena memerlukan harmonisasi antara satu holding dengan holding lain. Untuk pembentukan satu holding saja harus melalui proses-proses tersendiri dan tidak boleh terburu-buru. Terlebih membuat Super Holding yang sektor-sektornya jelas berbeda. Untuk itu, sebaiknya dilakukan evaluasi terlebih dulu terhadap holding–holding yang sudah ada. Terutama mengevaluasi pembentukan holding yang baru akan dimulai. Kita bisa mengevaluasi terlebih terlebih dulu apakah sudah baik, baru selanjutnya melangkah ke pembentukan Super Holding.
Adanya Super Holding memang akan mampu memangkas birokrasi, meningkatkan efisiensi, meningkatkan daya saing serta memperbesar aset, bila dalam kondisi ideal. Akan tetapi untuk mencapai kondisi ideal tersebut, kita harus berkaca pada realita. Realitanya, saat ini belum semua holding yang dibentuk mampu menunjukan peningkatan kinerja. Ada beberapa holding yang belum harmonis. Ada beberapa holding yang belum menunjukan peningkatan kinerja signifikan. Ada pula holding yang setelah dibentuk justru malah menanggung kerugian. Penyebabnya, induk holding tersebut membawahi perusahan yang memiliki masalah. Akibatnya secara keuangan seharusnya mendapat untung tapi malah merugi. Permasalahan-permasalahan seperti itu yang perlu dibereskan terlebih dulu. Setelah itu baru melangkah ke pembentukan Super Holding. Kalau persoalan tersebut tidak dibenahi, tujuan yang dicita-citakan tidak akan tercapai.
Seharusnya holding terdiri dari BUMN yang mempunyai core business berbeda. Karena karakteristiknya berbeda maka proses pembentukan holding tersebut juga harus dilihat. Ada holding yang satu sama lain sama bisnisnya dan sebaiknya saling berkompetisi. Justru dengan berkompetisi bila dilakukan secara baik, malah akan meningkatkan efisiensi, daya saing, kualitas produk menjadi bagus. Mereka akan selalu berupaya untuk lebih baik. Holding yang cocok biasanya yang saling melengkapi dalam satu klaster. Misal, holdingyang terdiri dari maskapai penerbangan, pengelola bandara, dan terminal. Mereka bisa saling melengkapi karena tidak saling bersaing antara BUMN satu dengan yang lain.
Ada juga rencana pembentukan holding surveyor antara PT Sucofindo dan PT Surveyor Indonesia. Mereka hanya berdua, bila dibentuk holding belum tentu bisa harmonis. Dalam kondisi sekarang saja, mereka saling bersaing sehingga bisa lebih efisien. Kualitas pekerjaannya pun menjadi lebih bagus.
Ada pula holding yang diharapkan bisa bersaing dengan perusahaan internasional. Tidak semua BUMN holding harus mampu bersaing di level internasional, selama usaha mereka belum optimal. Seperti perusahaan surveyor, pangsa pasar di dalam negeri saja masih sangat luas. Dengan menguasai pasar dalam negeri pun mereka akan menjadi BUMN yang besar tanpa harus go international. Masih banyak ruang bisnis yang masih bisa diisi. Jadi, untuk beberapa BUMN belum cocok bila diharapkan langsung bersaing di pasar luar negeri. Hal yang seperti ini harus dilihat dan tidak bisa semua BUMN disamaratakan karena karakter BUMN satu dan yang lain bisa sangat berbeda. Jika dipaksakan bergabung dalam satu holding dikhawatirkan berdampak buruk pada BUMN tersebut.
Dalam menyatukan satu entitas bisnis, apalagi perusahaan BUMN banyak yang besar, tentu membutuhkan keselarasan dari sisi institusional dan SDM. Bila dilakukan dengan tidak berhati-hati dikhawatirkan jutru berdampak negatif terhadap kinerja BUMN tersebut. Merka bisa berebut lahan usaha, misalnya. Ini yang mengkhawatirkan.
Sedangkan terkait mekanisme kontrol, jika Super Holding terbentuk, memang akan langsung bertanggung jawab kepada presiden. Namun semestinya ada fungsi mekanisme kontrol dengan melakukan penyaringan sebelum dilaporkan ke presiden. Kementerian terkait harus ikut mengontrol sebelum laporan sampai ke presiden. Karena sudah Super Holding dan multisektoral seharusnya bukan lagi hanya menjadi tugas Kementerian BUMN tetapi juga kementerian terkait lain. Ini yang harus dipegang dulu dari sisi mekanisme kontrol sehingga sudah satu suara ketika laporan sudah ke presiden.
Di satu sisi, pemerintah pun harus mereformasi treatment-nya terhadap BUMN. BUMN sendiri sudah mempunyai sistem yang memastikan dari sisi integritas dan profesionalitas. Karena itu pemerintah pun harus mendorong agar BUMN bisa berjalan sesuai track profesionalitas dan integritasnya. Sehingga intervensi yang dilakukan kepada BUMN tidak sampai mempengaruhi integritas dan profesionalitas BUMN. Memang salah satu yang menjadi perhatian adalah intervensi yang dilakukan pemeritah seringkali bersifat politis sehingga mengganggu profesionalitas BUMN yang bersangkutan. Misal, terkait pemilihan pimpinan dan siapa bakal menduduki posisi apa. Ini yang perlu diubah.
Meski demikian, arahan pemerintah kepada BUMN tetap diperlukan karena sebagai aget of development yang menjalankan fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat. Kalau BUMN murni profit taking sama dengan perusahaan swasta. Maka pemerintah memberikan arahan dari sisi public service obligation (PSO), tetapi jangan sampai intervensi tersebut masuk ke hal-hal teknis sehingga bisa mengorbankan profesionalitas. Jangan sampai soal pemilihan direksi dan komisaris dilakukan secara tidak profesional dan tidak sesuai dengan kinerjanya. Dengan dibentuknya Super Holding, semestinya governance BUMN harus bisa lebih baik dari sekarang.
Peran BUMN untuk memainkan public service tidak maksimal karena BUMN banyak bermain sendiri. Inti permasalahannya adalah koordinasi antara sektor BUMN dengan sektor lain. Misalnya, untuk mencapai tarif listrik yang kompetitif seharusnya PLN bekerjasama dengan perusahaan hulu penyedia energi. Bisa kerjasama dengan Pertamina atau Pertagas supaya PLN bisa membeli listrik dengan harga yang kompetitif. Dengan demkian tarif listrik PLN menjadi lebih kompetitif. Karena itu, dalam banyak hal dibutuhkan penggabungan BUMN yang bisa saling bersinergi.
Adapun berkaitan dengan penugasan BUMN oleh pemerintah, perlu didasarkan pada pertimbangan kapasitas dan kompetensi BUMN tersebut. Jangan sampai ada penugasan kepada BUMN yang melebihi tingkat kapasitas yang bisa dikerjakan BUMN tersebut. Hal ini bisa membahayakan financial flow BUMN. Beberapa BUMN, memang tidak semua, mendapatkan penugasan membangun infrastruktur yang sebenarnya mereka tidak sanggup melakukan itu. Mereka mengerjakan sejumlah proyek infrastuktur namun tidak sesuai dengan kapasits finansial dan SDM yang ada.