BERITA

Langkah Erick Benahi Anak BUMN

Jumlah anak perusahaan BUMN mencapai 800-an perusahaan. Dari jumlah tersebut, mayoritas anak usaha BUMN ditengarai berkinerja pas-pasan, bahkan ada yang berkinerja buruk sehingga berpotensi merepotkan induk usahanya.

Anak usaha BUMN maupun perusahaan joint venture dengan BUMN yang kinerja tidak bagus, bersiap-siap untuk ditutup. Dari pada mengganggu kinerja BUMN induk yang sudah bagus, lebih baik anak usahanya dibubarkan. Menteri BUMN Erick Thohir juga sudah mengendus adanya praktek pendirian anak usaha BUMN yang bukan hanya tidak  governance tetapi juga sejak awal sudah cacat niat. Untuk itu, pendirian dan pengelolaannya perlu diatur agar bisa mendukung core business induk usahanya.  Anak usaha BUMN tersebut bisa saja dilakukan merger, spin off  atau dilikuidasi bergantung kondisi  perusahaan maupun efektivitasnya.

Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-315/MBU/12/2019 tentang Penataan Anak Perusahaan atau Perusahaan Patungan di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara yang ditetapkan 12 Desember 2019. Saat yang sama, Erick juga meneken surat edaran yang mengatur tentang penerapan etika dan kepatutan bagi pejabat BUMN. Keputusan Menteri BUMN tersebut untuk mengevaluasi dan mengkaji ulang pendirian anak-anak usaha BUMN. Dengan adanya evaluasi dan pengkajian ulang, diharapkan anak usaha BUMN akan bersih, bermartabat, efisien, serta mengutamakan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance.

Tentu bukan tanpa alasan Erick menerbitkan dua peraturan tersebut. Di samping dengan pertimbangan pentingnya penataan dan pengkajian terhadap anak usaha BUMN juga untuk mengoptimalkan peran anak-anak usaha BUMN. Kegiatan anak usaha maupun perusahaan joint venture dengan BUMN harus fokus dan efektif  dalam pengelolaannya. Meski demikian, menurutnya, tak semua anak usaha BUMN membuat induknya makin rugi. Terdapat pula beberapa anak usaha yang justru menguatkan bisnis induk usahanya.

“Jadi Permen (peraturan menteri) ini lebih mengunci bagaimana kalau ada penerbitan atau pembentukan usaha itu harus ada alasannya. Saya tidak mau feodal, istilahnya memberhentikan atau apa. Tapi penting nanti kami duduk dengan Menkeu nanti di ratas (rapat terbatas) bersama presiden bisa bicarakan solusi,” jelas Erick.

Pihak Kementerian BUMN menolak bila penataan anak usaha BUMN lantaran terkait kasus yang melibatkan sejumlah  Direksi Garuda. Ketika melakukan rapat pertama dengan Komisi VI DPR RI, Erick Thohir sudah melontarkan keinginan tersebut yang dinyatakan oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Ia menegaskan, kebijakan penataan anak usaha BUMN bukan lantaran ada masalah penyelundupan yang melibatkan direksi PT Garuda Indonesia. Belakangan diketahui, mantan direksi Garuda Indonesia tersebut menjabat sebagai komisaris di beberapa perusahaan anak dan cucu PT Garuda.

“Aturan itu bukan dibuat karena masalah Garuda kemarin, tetapi sudah jauh sebelumnya. Dari sebulan pertama Pak Erick (menjabat Menteri BUMN) sudah terlihat bahwa banyak anak-anak perusahaan BUMN, seperti di sektor air minum sampai 22, hotel 82 perusahaan, belum lagi rumah sakit, ini banyak betul,” jelasnya yang mengutarakan bahwa evaluasi atau review terhadap anak perusahaan BUMN ini tidak akan memakan waktu yang lama, yaitu tidak sampai tiga bulan.

Selain PT Garuda, sejumlah BUMN pun memiliki banyak anak usaha. PT Pertamina (Persero) misalnya, anak usahanya mencapai 142 perusahaan dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk memiliki 60  anak usaha. Bila ada anak usaha BUMN berkinerja  dan punya keuntungan yang baik, tetapi tidak sesuai dengan core business perusahaan induk, akan lebih bagus jika dilepas sehingga BUMN bisa focus ke core business.

“Nanti akan ditanya masing-masing anak usaha dan dikaji apakah akan digabungkan bagi anak BUMN yang lini bisnisnya sama atau kalau tidak ada gunanya, ya dibubarkan. Kami akan melakukan pembenahan habis-habisan,” tegasnya.

Tak hanya itu. Soal rangkap jabatan direksi maupun komisaris BUMN juga disoroti oleh Kementerian BUMN. Arya menuturkan, selama ini direksi BUMN diperbolehkan untuk memegang jabatan komisaris anak perusahaan, tetapi tidak diatur atau dibatasi. Pengaturan ini, lanjutnya, bertujuan untuk memperkuat fungsi komisaris sebagai pengawasan perusahaan.

“Komisaris tidak akan mampu mengawasi dengan baik kalau menjabat sampai delapan perusahaan. Nanti akan ditinjau dari jumlah anak perusahaan dan honornya,” kata Arya.

Respons  Positif

Langkah Menteri Erick menata ulang anak usaha BUMN mendapat respons positif dari Menteri BUMN periode 2009-2011 Mustafa Abubakar. Ia menegaskan anak-anak usaha BUMN memang harus ditata kembali. Salah satu alasannya, lantaran banyaknya anak perusahaan BUMN yang tidak berkinerja baik. Padahal BUMN harus efisiensi dan efektif. Bila BUMN memiliki terlalu banyak anak usaha, malah akan tidak efektif. Terlebih  Kementerian BUMN berencana menerapkan subholding sehingga jumlah anak dan cucu BUMN harus dibatasi.

“Anak perusahaan BUMN pun penting ditata kembali karena melihat ada ratusan anak perusahaan BUMN, banyak yang bagus, tetapi tidak kalah banyak juga yang tidak bagusnya,” ujar Mustafa.

Karena itu, lanjutnya, kehadiran anak dan cucu usaha BUMN memang sudah harus dikendalikan. Jumlah anak dan cucu BUMN yang amat banyak bukan hanya akan sulit dikontrol pemerintah tetapi juga akan semakin kompleks nantinya karena Kementerian BUMN berencana membuat subholding. Di sisi lain bila ada sebuah BUMN dengan segala anak cucunya di-holding tapi kondisinya tak sehat, tentu akan berdampak pada kondisi BUMN lain yang ikut bergabung dalam satu holding.

Mustafa menceritakan bahwa saat dirinya meng-holding pupuk dan semen keuntungan dan pendapatan bisa mencapai dua kali lipat. Dari situ juga terjadi efisiensi, alokasi sumberdaya, penyebaran output atau produk yang akan menghasilkan banyak keuntungan. Karenaitu, BUMN harus berani membuat lompatan dan harus memiliki nilai tambah yang nyata. Ia mencontohkan ketika mengelola Pertamina pada tahun 2010, pendapatan anak usaha Pertamina bisa meningkat signifikan selama pengelolaannya produktif, efektif dan efisien.

Karena itu, ia mendukung gagasan Menteri BUMN Erick Thohir yang hendak mengembalikan  BUMN ke bisnis inti (core business). Terlalu banyak anak-cucu BUMN berdampak pada budaya ‘titipan’ kroni dari oknum dan pensiunan. Karena itu BUMN yang tak fokus pada core business-nya lebih baik di-merger atau sekalian ditutup saja. Dalam pandangan Mustafa, tidak bisa BUMN berdiri sendiri-sendiri dalam suatu sektor yang sama. Selama ini dengan terlalu banyaknya anak dan cucu BUMN terkesan lepas kendali sehingga akan sulit dikontrol. Terlebih lagi bagi anak BUMN yang joint venture dengan perusahaan swasta, di mana porsi  kepemilikan swasta lebih dominan, pemerintah akan sulit mengontrol lantaran perusahaan tersebut sudah tergolong perusahaan swasta, bukan lagi anak usaha BUMN.

“Sebaiknya jangan lagi membuat anak BUMN yang tidak diperlukan. BUMN bisa saja memperbesar porsi kewenangan salah satu divisi untuk mengembangkan usaha,” jelas Mustafa.

Ia juga memaparkan tantangan agar BUMN dan anak usaha BUMN efisien adalah membangun transparansi. Di antaranya dengan membuat BUMN dan anak usaha BUMN melakukan initial public offering (IPO) sehingga menjadi perusahaan publik.  Hanya saja, lanjut Mustafa, untuk dapat melakukan IPO, BUMN harus melewati prosedur yang cukup panjang. Di antaranya harus mendapat persetujuan DPR RI. Karena itu, sejatinya, IPO bukanlah persoalan yang mudah bagi anak BUMN karena bisa   saja terjadi pro kontra, bahkan terkadang terjadi politisasi.  

Merger Anak Usaha BUMN

Kementerian BUMN akan melakukan konsolidasi anak usaha BUMN di sektor pendidikan, khususnya universitas. Saat ini, pemerintah masih melakukan pendataan terkait sektor anak usaha BUMN. Arya Sinulingga mengatakan pihaknya belum memiliki skema yang matang dalam melakukan konsolidasi anak usaha perusahaan pelat merah. Namun, terbuka peluang agar universitas yang dimiliki BUMN bekerja sama dengan universitas negeri.

“Pak Erick Thohir minta supaya BUMN berikan corporate social responsibility (CSR) ke pendidikan 30 persen, tapi bukan berarti membuka pendidikan formal. Nanti kualitasnya tidak sesuai standard,” ucap Arya.

Ia melanjutkan, BUMN bisa saja bekerja sama dengan universitas negeri dengan predikat cukup baik dalam mengelola bisnis pendidikan. Nantinya, operasional dari universitas tetap akan didukung oleh BUMN. Bisa saja misalnya Pertamina atau PLN bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), langkah ini agar semua masuk ke inti bisnis perusahaan. Hanya saja, Kementerian BUMN masih mengkaji skema yang tepat agar tak merugikan perusahaan.

Selain sektor usaha pendidikan, Arya menyebut Kementerian BUMN akan menggabungkan anak hingga cicit usaha perusahaan pelat merah lainnya yang tak bergerak sesuai dengan bisnis inti induk usaha. Saat ini ada 85 hotel yang berada di bawah naungan perusahaan BUMN. Namun, hotel tersebut bukan bagian dari BUMN perhotelan yakni PT Hotel Indonesia Natour (Persero) atau Inna Hotel Group.

Begitu  pula ada sejumlah BUMN juga memiliki anak atau cucu usaha berupa rumah sakit dan bisnis logistik. Padahal, induknya tak bergerak di dua sektor itu. Hal sama juga terjadi pada bisnis logistik yang merupakan core business PT Pos Indonesia (Persero).Ternyata bisnis yang sama juga di dilakukan PT Garuda Indonesia (Persero) maupun PT Pelindo (Persero).

Pembenahan anak usaha BUMN menjadi hal mendesak agar pengelolaan dan keberadaannya  memberikan kontribusi positif bagi BUMN induk. Hanya saja harus benar-benar dipilih mana anak usaha yang layak dipertahankan dan yang harus dibubarkan.

Artikel Terkait

Back to top button