
Jakarta, Bumntrack.co.id – Pada diskusi seratus hari kinerja pemerintahan Jokowi-Makruf di beberapa media TV, salah satu menteri dengan semangat millenial yang dianggap paling banyak prestasinya adalah Erick Thohir (ET). Menteri muda millennial berprestasi lainnya adalah mas Mentri Nadiem Makarim, yang meluncurkan konsep Kampus Merdeka, dan ternyata langsung diterjemahkan beberapa kampus dan direspon positip para mahasiswa. Sedangkan menteri muda Wisnutama prestasinya lagi stagnan karena sedang ketiban sampur akibat kerugian hingga USD500 juta (setara 7 Bilyun Rupiah) dari sector wisata, akibat virus Corona yang diluar kemampuan kendalinya.
Membahas masalah BUMN, ada banyak problem sistemik dan kultural yang ditinjau dari aspek korporasi dianggap kurang pas oleh ET dari sisi mindsetnya sebagai pengusaha papan atas. Mulai dari banyaknya anak perusahaan BUMN yang tidak strategis, restrukturisasi keuangan, perlunya moral yang tinggi bagi direksi BUMN, hingga peubahan konsep superholding menjadi subholding (klasterisasi) BUMN yang berbasis kompetensi inti dan kesamaan rantai pasok.
Dari sisi leadership, dengan langkah sistematis pemilik klub bola Inter Milan dan D.C United ini sadar sejak awal bahwa dia membutuhkan striker andal, yaitu striker yang mampu bekerja dengan kecepatan tinggi dan taktis secara operasional. Oleh karena itu, adalah beralasan bahwa kemudian dipilihlah 2 wamen yang berasal dari kalangan perbankan mantan banker mandiri, yaitu BGS dan KARTIKA.
BGS ( Budi Gunadi Sadikin) di era menteri BUMN sebelumnya, Rini Soemarno, yang berduet bersama dengan mantan menteri ESDM Jonan adalah merupakan tokoh penting dalam akuisisi Freeport kembali dimiliki oleh Indonesia. Karena tuntutan kecepatan penyelesaian, kedua striker ini pasti juga memilih staf ahli dan staf khususnya, yang mampu diajak menyajikan orkestrasi kementrian BUMN bergerak cepat dengan tone tinggi.
Beberapa karyawan BUMN mengatakan bahwa kedua striker Wamen ini lebih banyak meluangkan waktunya di kantor BUMN, dengan ritme kerja yang padat. Bisa dipahami bahwa hal ini harus dilakukan karena permasalahan kecepatan eksekusi membutuhkan detail penyelesaian dengan delay minimal, sebagaimana pemeo manajemen yang mengatakan bahwa: “The Devil is on The Details”
Alasan kedua adalah bisa juga dikarenakan konsep holding yang berubah dari konsep superholding menjadi subholding (klasterisasi) membutuhkan desain ulang dalam hubungannya dengan stakeholder BUMN.
Dalam opini saya bahwa subholding sebenarnya adalah pendekatan yang lebih bersifat penguatan bottom line dahulu, sebelum menjadi superholding pada tahapan selanjutnya. Penguatan yang bisa diibaratkan bersifat menata batu bata mulai dari dasar, diharapkan holdingisasi ini menjadi kuat secara fundamental.
Strategi klasterisasi sub holding ini dalam 100 hari ini telah mampu mencapai hasil kongkrit yang menjadi KPI penugasan dari Presiden Jokowi. Pertama: tuntasnya restrukturisasi hutang Krakatau Steel, yang merupakan pencapaian restrukturisasi keuangan terbesar dalam sejarah di Indonesia. Rencana restrukturisasi KS dimulai sejak 1,5 tahun yang lalu, dengan ditunjukkan Silmy Karim menjadi Dirut KS oleh menteri Rini Soemarno. Penyelesaiannya kemudian dipercepat sehingga bisa dituntaskan pada 12 Januari 2020, dengan melibatkan 10 bank pemberi pinjaman baik swasta maupun bak BUMN.
Dengan restrukturisasi ini, akan diperoleh efisiensi penurunan biaya operasi dari USD 30 juta menjadi USD 19 juta perbulan. Langkah selanjutnya adalah bagaimana dukungan pemerintah melalui market regulatory bagi KS, sehingga bisa menghidupkan Industri Baja Dalam Negeri, sekaligus mengurangi import baja sebagai komponen import terbesar ketiga di Indonesia.
Peran Kemenko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam mendukung strategi regulasi, hingga teknis regulasinya di Kemenperin sangat dibutuhkan untuk mencapai kondisi yang diharapkan tersebut. Hilirisasi produk dan dampak meminimasi CAD akan dicapai secara ekonomi apabila regulasi tersebut mendukung industrialisasi yang dilakukan BUMN.
Prestasi berikutnya dicapai 20 hari kemudian setelah KS tuntas, yaitu terbentuknya subholding BUMN Farmasi pada 31 Januari 2020, sebagai holding pertama di era kabiner kerja Jokowi Makruf. Selanjutnya pada bulan Juli 2020 ditargetkan juga akan terbentuknya hoding Manufaktur. Dan berlanjut hingga target 15 holding lainnya yang harus selesai dalam periode 5 tahun. Target pembentukan 15 Sub Holding (SH) ini dalam kerangka pemikiran manajemen bukanlah pekerjaan ringan dan kaleng-kaleng.
Berkaca pada pengalaman sejak BUMN didirikan pada tahun 1998 , baru 6 (enam) Sub Holding yang didirikan selama era lebih dari 9 (Sembilan) menteri BUMN sejak Tanri Abeng, yaitu Semen, Pupuk, Perkebunan, Kehutanan, Pertambangan, dan Energi.
Dengan kata lain, bila ditargetkan pembentukan 15 Sub Holding (dimana 1 SH Farmasi sudah tuntas), maka PR dari Presiden Jokowi kepada Mentri BUMN ET secara rata-rata adalah lebih dari 10 kali lipat dari kecepatan eksekusi mentri-mentri sebelumnya.
Mengingat beratnya tugas kementrian BUMN, saya berharap bahwa kementrian koordinator yang membawahi BUMN, yaitu Kemenko Perekonomian hingga Kemenko Maritim dan Investasi, perlu mendukung melalui kebijakan yang pro Sub Holding.
Omnibus Law yang meretas hambatan-hambatan kinerja BUMN telah dibuat, dan semoga bisa didukung melalui kebijakan kementrian koordinasi yang terpadu. Dalam hal dukungan kementrian koordinator, saya jadi teringat perkataan salah satu pejabat eselon satu yang mengatakan bahwa untuk posisi Kemenko, harusnya menterinya adalah orang yang powerfull, yang kuat di konsep pemikiran DAN/ATAU memiliki aurah politik yang kuat.
Kenapa harus begitu? Beliau menjawab pertanyaan saya dengan mengatakan bahwa kalau mentri koordinatornya menguasai masalah dan pintar, mentri teknis akan sungkan dan jajaran dirjen dibawahnya akan mudah dikendalikan oleh deputy menko secara cepat.
Kalaupun mentrinya konsepnya biasa-biasa aja, maka dia perlu mau mendengar dan belajar,….. PLUS mempunyai kekuatan aurah politik, agar didengar instruksinya oleh mentri teknis dibawah koordinasinya.
Si pejabat menutup makan malam berdua bareng saya dengan mengatakan: yang tidak boleh menjadi menko adalah menteri yang tidak punya konsep pemikiran yang jitu dan pandai, …. plus juga tidak punya kekuatan aurah politik.
Saya rasa target BUMN yang berat akan bisa dilalui oleh ET melalui dukungan kebijakan menko yang powerfull. Untuk BUMN lebih maju, dan untuk Indonesia yang lebih mandiri.
Ditulis Oleh:
Dr.Ir. Arman Hakim Nasution, M.Eng
Manajemen Bisnis – ITS