
Jakarta, Bumntrack.co.id – Salah satu yang menyelamatkan perusahaan dalam menghadapi pandemi Covid-19 adalah kemampuan bertindak menyesuaikan kondisi secara cepat. Pandemi yang terjadi secara global ini memaksa perusahaan untuk melakukan perubahan pada operasional bisnis mereka.
Beberapa perusahaan dapat selamat namun banyak juga yang berada di ujung bencana. Perusahaan yang saat ini beroperasi pun masih perlu waspada karena tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Kondisi ini membawa pada suatu pemikiran bahwa perusahaan yang dapat berubah secara cepat dan tepat memiliki peluang lebih tinggi untuk selamat dibandingkan dengan perusahaan yang lamban untuk berubah.
Tipe perubahan sendiri dibagi dua yaitu evolusi dan revolusi. Perubahan yang dilakukan secara bertahap dengan perjalanan waktu yang panjang dikategorikan dalam tipe evolusi. Sementara perubahan yang terjadi secara mendadak dalam lingkup yang menyeluruh dikatakan sebagai revolusi. Kecepatan penyebaran virus Covid-19 kali ini menjadi penanda bahwa perusahaan tidak bisa lagi berubah secara evolusi, perubahan cepat menjadi pilihan utama untuk bisa selamat.
Saat ini, kecepatan untuk berubah juga menjadi faktor penentu keselamatan perusahaan selain aspek ketepatan tindakan perubahan. Ketika perusahaan terlambat merespons gangguan maka akibatnya akan cukup fatal. Waktu untuk berubah dan apa yang harus diubah menjadi perhatian khusus dalam pengambilan keputusan perubahan. Keduanya bersifat dinamis yang mengakibatkan perusahaan perlu melakukan perubahan berulang kali, bahkan dalam periode yang singkat.
Perusahaan perlu dilengkapi dengan sistem yang memungkinkan manajemen untuk cepat dalam mendapat informasi kinerja perusahaan. Pandemi Covid-19, yang berdampak cukup luas dan berlangsung dalam periode panjang, tidak cukup hanya direspons dengan laporan kinerja yang biasa. Laporan kinerja tersebut perlu didampingi dengan sistem peringatan dini kinerja perusahaan atau Early Warning System Business Performance (EWS). Sistem tersebut harus dapat memberikan informasi secara cepat dan tepat dalam mengelola dampak perubahan lingkungan bisnis terhdap kinerja perusahaan.
EWS diharapkan dapat secara sederhana dan cepat menggambarkan posisi kegentingan perusahaan. Posisi kegentingan umumnya di kategorikan dalam beberapa area seperti aman, waspada, atau bahaya. Kondisi ideal perusahaan adalah ketika indikator kinerja perusahaan berada di dalam area aman dan bergerak menjauh dari area waspada.
Menjadi peringatan bagi manajemen puncak, perlunya pembenahan atau penyesuaian tindakan operasional, ketika suatu indikator bergerak mengarah area waspada. Adanya kesalahan tindakan dapat membawa perusahaan masuk dalam area bahaya dengan tingkat kegentingan yang fatal.
Dalam Theory of Constraints, yang dipopulerkan oleh Dr. Eliyahu Goldratt, disebutkan setidaknya ada tiga kunci utama mengukur kinerja operasional perusahaan. Ukuran pertama adalah throughput yang didefinisikan sebagai sejumlah uang yang diperoleh perusahaan dari penjualan produk. Contohnya adalah hasil penjualan produk pada pelanggan yang telah diterima perusahaan.
Berikutnya adalah inventory dengan definisi sejumlah uang yang dibelanjakan untuk sesuatu hal yang nantinya akan menghasilkan. Contohnya adalah biaya pembelian bahan baku, biaya sediaan, pengadaan peralatan produksi sampai kepada produk yang tidak laku terjual.
Ukuran terakhir adalah operating expense dengan definisi sejumlah uang yang dikeluarkan untuk mengubah inventory menjadi throughput. Contohnya adalah biaya langsung maupun tidak langsung dari produksi.
Dari ketiga kunci utama tersebut dapat disusun empat indikator penting untuk menggambarkan kondisi operasional perusahaan. Indikator pertama adalah Net Profit yang dihitung berdasarkan selisih antara throughput dengan operating expense. Kondisi ideal apabila Net Profit mengalami peningkatan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari peningkatan throughput dan/atau penurunan operating expense.
Indikator kedua adalah Return on Investment (RoI) yang dihitung berdasarkan pembagian antara net profit dengan inventory. Kondisi ideal adalah adanya peningkatan nilai RoI yang menggambarkan ketepatan pembelanjaan inventory karena dapat memicu keuntungan perusahaan.
Indikator berikutnya adalah Productivity yang dihitung dari perbandingan antara throughput dengan operating expense. Kondisi ideal adalah nilai Productivity di atas 100% dan meningkat terus dari waktu ke waktu. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan produk sesuai dengan yang diminati pelanggan.
Indikator terakhir adalah Inventory Turnover yang dihitung berdasarkan perbandingan antara throughput dengan inventory. Kondisi ideal adalah apabila nilainya semakin tinggi dari waktu ke waktu yang menandakan perusahaan mampu memutar inventory secara cepat untuk menghasilkan pendapatan.
Perusahaan perlu minimal dua dari empat indikator untuk menggunakannya dalam EWS. Bagan matrik empat kuadran dapat menjadi EWS dengan menggunakan kombinasi dari dua indikator. Misalnya perusahaan akan berada di area aman apabila tingkat Productivity di atas 1,5 dengan tingkat Inventory Turnover di atas 3.
Indeks 1,5 pada tingkat Productivity dapat diartikan dengan setiap satu rupiah yang dikeluarkan perusahaan setidaknya akan menghasilkan dua rupiah. Indeks 3 untuk tingkat Inventory Turnover dapat diartikan dengan setiap satu rupiah yang dibelanjakan untuk inventory setidaknya dapat memicu tiga rupiah pendapatan.
Setiap tindakan perubahan yang dilakukan harus dapat menjaga posisi perusahaan berada di area aman dan menjauh secara positif dari angka indeks tersebut. Perusahaan perlu memastikan bahwa semua kunci utama dapat berkontribusi pada EWS. Sehingga kombinasi Net Profit dengan Productivity akan dihindari karena tidak memasukan inventory dan dapat menimbulkan bias.
Beberapa kendala penyusunan EWS dengan menggunakan pendekatan Theory of Contraints adalah perlunya penyesuaian terminologi dan klasifikasi keuangan. Penggunaan Theory of Contraints ditakutkan akan merestrukturisasi penggolongan pendapatan dan biaya yang umumnya telah terstandar di dalam perusahaan.
Sejatinya Theory of Contraints memang tidak dihadirkan untuk menggantikan laporan kinerja keuangan, melainkan hanya membantu manajemen dalam memahami hubungan tindakan perubahan terhadap kinerja perusahaan.
Pandemi Covid-19 menjadi indikasi bahwa perlunya kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan. Setiap keputusan perubahan atau pembenahan harus bermuara pada peningkatan pendapatan untuk saat ini maupun di masa depan.
Sampai beberapa puluh tahun ke depan aspek finansial masih menjadi ukuran kinerja utama perusahaan. Oleh karena itu Early Warning Systems berdasarkan Theory of Constraint dapat menjadi solusi karena setiap kunci utama maupun indikatornya selalu dikaitkan dengan aspek finansial.
Ditulis Oleh:
Alain Widjanarka,
Head of Operational Excellence Department PPM Manajemen