
Jakarta, BUMN TRACK – Direktur Utama Defend ID, Bobby Rasyidin mengungkapkan bahwa membeli alat utama sistem senjata (alutsista) tidak harus dalam keadaan baru. Dalam perang Rusia dan Ukraina, ditunjukkan bahwa platform perang zaman Uni Soviet masih layak untuk digunakan untuk peperangan saat ini.
“Alutsista ini bukan seperti beli pisang goreng. Tidak ada salahnya kita memakai alutsista yang sudah berumur. Kita lihat perang Rusia dengan Ukraina. Rusia masih pakai teknologi-teknologi battle platform alutsista-alutsista dari zamannya Uni Soviet,” kata Direktur Utama Defend ID, Bobby Rasyidin dilansir dari kanal youtube Lenindustri, Senin (15/1/24).
Menurutnya, alutsista yang sudah berumur namun operational readiness-nya memadai maka aman untuk dipakai. Ada tiga parameter penting untuk melihat kelayakan dari sebuah alutsista. Pertama adalah operational readiness, kedua adalah Combat readinessnya dan ketiga adalah safetynya.
“Pertama readiness untuk mengoperasikan, kedua adalah readiness untuk perang, ketiga safety-nya, ada worinessnya. Nah selama tiga faktor ini itu bisa dijamin dan bisa terukur dengan baik, maka tidak ada salahnya kita memakai alutsista yang sudah berumur,” tegasnya.
Dirinya mencontohkan pada peralatan perang Rusia – Ukraina yang hampir berjalan 2 tahun. Rusia justru masih memakai tank tipe T72 yang usianya lebih dari 50 tahun. Kemudian Rusia masih memakai misil TSar Bomba Zaman Uni Soviet. Rusia juga masih menggunakan MIG25 zaman Uni Soviet.
“Yang penting adalah operasional readiness dan safety. Ada platform yang harus dimaintain terus. Ada program MRO-nya. Upgrade sistem, upgrade otaknya. Ini yang mereka lakukan untuk tank T72, ini yang mereka lakukan untuk MIG25, ini yang mereka lakukan untuk Sukhoi27, itu kan produk yang Uni Soviet,” terangnya.
Dirinya menjelaskan bahwa pasca krisis kesehatan Covid19, ternyata masih terjadi tiga krisis sekaligus. Pertama adalah krisis geopolitik kemudian krisis pangan akibat climate change dan krisis ekonomi. Secara geopolitik pengembangan industri pertahanan merupakan hal yang mutlak. Pertahanan bagi suatu negara itu merupakan hal yang mutlak.
“Basis sebuah negara itu ada tiga, satu adalah pangan. Kedua itu adalah kesehatan. Ketiga itu tentunya pertahanan,” katanya.
Nah karena pertahanan ini suatu hal yang mutlak bagi suatu negara. Ekosistem pertahanan juga harus dibangun, tidak hanya TNI saja, tetapi juga alutsista dan industri yang menjamin suatu kemandirian buat satu negara.
“Jadi industri pertahanan itu sangat penting sekali,” terangnya.
Terkait industri pertahanan, GDP dunia itu sekitar USD105 triliun dengan belanja pertahanan 1 tahun itu sekitar USD2,24 triliun atau sekitar 2,3 persen. Bayangkan satu negara spending 3 persen itu hanya untuk mempertahankan wilayah teritorisya dan kepentingan negara.
“Pertahanan dianggap baik jika mempunyai deferen efek atau efek gentar,” terangnya.
Contohnya Amerika Serikat yang belanja pertahanan tinggi mempunya efek bertumbuhnya Boeing hingga Lockheed Martin. Nah Indonesia agak anomali dengan belanja pertahanan 0,8% setahun dibandingkan rata-rata dunia 2,3%. Artinya spending pertahanan Indonesia masih di bawah rata-rata dunia pada saat ini.