
Jakarta, Bumntrack.co.id – Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi pilar terpenting karena mampu berkontribusi 61 persen terhadap PDB Nasional. Disamping itu, UMKM juga mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja dan berhasil menghimpun 60 persen dari total investasi. Ruang UMKM untuk terus tumbuh masih terbuka lebar. Jika dirinci, postur UMKM sebesar 98,7 persen ada di segmen mikro, lalu 1,2 persen berada di segmen kecil, dan sisanya tercermin pada segmen menengah. Seandainya, postur tersebut dapat digeser atau bergeser melalui upaya-upaya pemberdayaan di tiap segmen, setidaknya akan ada pergerakan naik kelas pada rantai segmen UMKM tersebut.
“Pelaku usaha mikro “mentas”, naik kelas ke segmen kecil dan seterusnya, diikuti ekosistem ultra mikro yang masuk mengisi ke segmen mikro. Maka dengan gambaran itu, nilai kontribusi UMKM dapat menjadi lebih besar lagi,” kata Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari di Jakarta, Senin (4/10).
Menurutnya, BRI memiliki skenario dan langkah seperti pertama, Pemerintah melalui Program Strategis memajukan UMKM dengan berbagai program diantaranya bantuan insentif melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Kredit Usaha Rakyat, digitalisasi pemasaran serta mendorong shifting pola konsumsi dan transaksi dari offline ke online.
“Kedua, membuka akses keuangan formal kepada pelaku usaha dengan meningkatkan kepemilikan produk dan layanan keuangan yang masih belum efisien, termasuk pada kalangan masyarakat pra-sejahtera,” jelasnya.
Dukungan ini menggambarkan semangat mempercepat pencapaian indeks inklusi keuangan sebesar 90 persen di tahun 2024. Dari 30 juta pelaku usaha UMi yang belum mendapatkan layanan keuangan formal, terdapat lebih dari 12 juta pelaku usaha yang masih bergantung dari pinjaman para kerabat dekat dan rentenir (loan-shark) serta 18 juta lainnya bahkan belum terlayani. Ekosistem UMi direpresentasikan kepada kelompok yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengakses bank, lebih mengutamakan kedekatan sosial dan lingkungan sekitarnya (non-formal), sehingga diperlukan inisiatif layanan keuangan formal yang dapat menjangkau mereka. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa mereka masih rentan, memiliki keterbatasan akses pembiayaan dan mismatch antara imbal jasa pinjaman dengan kemampuan bayar. Sehingga, ruang gerak usaha menjadi tidak maksimal untuk memperbaiki kapasitas produksi usahanya.
Memahami permasalahan tersebut, BRI mengambil upaya untuk mengentaskan kelompok usaha segmen ultra mikro dari permasalahan tersebut. Terbukanya akses pembiayaan bagi usaha UMi akan memberikan fleksibilitas dan daya adaptasi yang baik bagi pengembangan usaha. Disamping itu, mendekatkan jangkauan inklusi keuangan pada kelompok ini dapat membuka ruang tumbuh usaha menjadi lebih luas sehingga saving capacity pun ikut meningkat.
BMSI (BRI Micro & SME Index) sebagai indeks yang menilai aktivitas pelaku UMKM pada situasi sekarang dan mengukur ekspektasi usaha, menunjukan bahwa pada Q2-2021, optimisme pelaku UMKM meningkat dengan nilai Indeks Ekspektasi Aktivitas Bisnis (IEAB) di atas level 100. Sejalan dengan keyakinan tersebut, BRI juga telah menyiapkan perangkat untuk mendorong penguatan pelaku usaha mikro dengan memberi kemudahan akses terhadap Bantuan Pemerintah kepada pelaku usaha mikro atau BPUM. Disamping itu, BRI memberikan pemberdayaan kepada pelaku UMKM dengan basis pendekatan komunitas.
Dalam upaya menjadi champion dalam inklusi keuangan dan inovator global dalam micro banking, strategi BRI akan menitikberatkan kepada dua area, yakni memberikan pemberdayaan bagi pelaku usaha mikro dan menempatkan inovasi sebagai roh pertumbuhan perusahaan. Aspirasi tersebut terasa nyata karena didukung beberapa hal, meliputi dukungan jaringan unit kerja BRI yang tersebar dan terbesar di seluruh pelosok negeri, termasuk memperluas inklusi segmen UMi, perbaikan fitur produk dan layanan yang mengarah kepada customer centric serta penyempurnaan konsep bisnis model pemberdayaan kepada pelaku usaha mikro.
Sebagai contoh meningkatkan efektivitas pemberdayaan kepada pelaku UMKM, BRI melakukan pengelompokan penerima manfaat beberapa program PEN maupun subsidi, seperti memisahkan level entrepreneurship, feasibility hingga bankable atau tidak. Pengelompokan tersebut berguna untuk menentukan jenis pemberdayaan yang dapat berupa bantuan sarapa peningkatan produksi atau pemenuhan literasi, mulai dari literasi dasar, bisnis, hingga digital.
Kondisi seperti saat ini, dimana aktivitas masyarakat dibatasi, BRI melakukan inovasi pemberdayaan dengan mengembangkan platform pemberdayaan online terpadu yang dapat di akses gratis oleh seluruh pelaku UMKM di Indonesia. Berbagai fitur dapat dinikmati, dari self assessment scoring, forum UMKM hingga etalase produk para pelaku UMKM, mewujudkan mereka memiliki wadah untuk berkomunikasi dan memamerkan produknya.
BRI juga telah melakukan penguatan permodalan kepada UMKM melalui penyaluran kredit kepada para pelaku UMKM. Sebagai perwujudan komitmen dan konsistensi BRI dalam menjaga keberlanjutan UMKM. Salah satunya diperlihatkan pada kinerja positif BRI, meskipun menghadapi kondisi pandemi, BRI tetap mampu menyalurkan pembiayaan kredit kepada UMKM sebesar Rp 670,0 triliun pada Q2-2020, dan menunjukan kenaikan positif pada Q2-2021 sebesar 730,9 triliun.
BRI secara konsisten akan memberikan perhatian lebih kepada pelaku usaha mikro melalui pemberdayaan sehingga mereka bisa naik kelas dan semakin sejahtera. Hal ini seiring dengan semangat Pemerintah ditahun 2024, porsi kredit UMKM menjadi 30 persen dari total kredit.