Ditengah Lesunya Perekonomian Global, Industri Non-Migas Justru Bertumbuh Pesat

E-Magazine Januari - Maret 2025

Jakarta, Bumntrack.co.id – Saat ini perekonomian global sedang kurang menggairahkan karena beberapa faktor seperti melemahnya daya beli hingga dampak dari perang dagang. Saat ini beberapa negara sedang berpacu untuk meningkatkan Ekspor Non Migas sebagai salah satu upaya mendorong peningkatan devisa negara. Berbagai langkah diupayakan oleh pemerintah dengan mengeluarkan berbagai deregulasi untuk menyederhanakan Tata Kelola Ekspor dan Impor Barang.

Lesunya perekonomian global juga berimbas ke Indonesia yang terlihat dari turunnya pertumbuhan ekonomi 5,05 persen pada triwulan II 2019 dibanding periode yang sama 5,27 persen di 2018. Staf Ahli Hubungan International Kementerian Perdagangan RI, Arlinda mengatakan Pertumbuhan PDB TW II 2019 mencapai 5,05 persen ditopang Ekspor USD80,34 miliar, Impor USD82,17 Miliar dan Investasi Rp104,6 Triliun.

“Dilihat dari kinerja ekonomi nasional, pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) 5,05 persen ditopang kinerja Ekspor Januari – Juni 2019 mencapai USD80,34 miliar. Sedangkan Impor mencapai USD82,17 Miliar. Sehingga ada gap Neraca Perdagangan semester I/2019 sebesar USD-1,83 Miliar,” kata Staf Ahli Hubungan International Kementerian Perdagangan RI, Arlinda di Jakarta, Kamis (20/9).

Dalam Forum Group Discussion (FGD) dengan tema “Ekspor Solusi Peningkatan Lapangan Kerja” yang diselenggarakan GPEI dan Surveyor Indonesia, dirinya menyampaikan bahwa ditengah lesunya ekonomi global pada triwulan II 2019, Industri tekstil dan pakaian jadi bertumbuh menjadi 20,71 persen, industri kertas 12,49 persen, industri pengolahan lainnya 8,31 persen, industri makanan-minuman 7,99 persen dan industri furnitur 5,81 persen.

Lebih lanjut disampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi 5,05 persen di triwulan II/2019 tersebut mayoritas didukung dari pendapatan industri pengolahan non migas mencapai 3,98 persen. Sedangkan kontribusi berdasarkan sektor ekonomi terhadap PDB Nasional, Industri pengolahan mancapai 19,52 persen, 17,36 persennya merupakan industri pengolahan non migas. Selanjutnya diikuti sektor Pertanian 13,57 persen, sektor Perdagangan 12,95, sektor Konstruksi 10,37 persen dan sektor Pertambangan 7,38 persen.

“Ekspor produk industry pada semester I/2019 sebesar USD60,16 Miliar. Ekspor produk industri ini memberikan kontribusi sebesar 74,88 persen dari total ekspor nasional Semerter I/2019 sebesar USD80,34 Miliar,” tambahnya.

Berdasarkan data dari BPS, enam Sektor Industri dengan Nilai Ekspor Terbesar yaitu berasal sektor industri Makanan & minuman mencapai 12,42 persen, Logam dasar 8,14 persen, Bahan kimia dan bahan dari bahan kimia 6,66 persen, Tekstil & pakaian jadi 6,45 persen, Industri barang dari logam, komputer, barang elektonik, optik dan peralatan listrik 5,45 persen, dan Alat angkutan 4,20 persen.

“Ada empat strategi dalam peningkataan ekspor. Pertama dukungan fasilitas meliputi fasilitas pembiayaan ekspor, pendampungan kasus unfair trading dan penurunan hambatan ekspor. Kedua, promosi internasional berupa peningkatan kapasitas produsen untuk ekspor, pendampungan promosi ekspor-impor, dan Link & Match dengan jejaring produksi global,” jelasnya.

Ketiga, lanjutnya, pemanfaatan FTA meliputi Percepatan negosiasi FTA, Peningkatan Utilisasi FTA, Perluasan ke pasar non tradisional, dan Inisiasi FTA Bilateral sesuai Kebutuhan Industri. “Terakhir, Pembinaan Industri dalam kerangka ekspor berupa Peningkatan Daya Saing Produk Industri dan Penyiapan Champion Product,” terangnya.

Menghadapi kondisi kebutuhan industri berorientasi global, Kemenperin telah melakukan beberapa hal seperti pendidikan vokasi menuju dual system model Jerman, pembangunan Poltek/Akom di Kawasan industri hingga sertifikat kompetensi tenaga kerja industri. Hal tersebut dilakukan sebagai langkah Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Menuju Industri 4.0.

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.