Jakarta, BUMN TRACK – Pemerintah menyampaikan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2026 sebagai pijakan awal penyusunan RAPBN 2026 dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Rapat Paripurna ini merupakan pembicaraan awal Pemerintah bersama DPR dalam proses penyusunan RAPBN hingga nantinya ditetapkan menjadi APBN Tahun 2026. KEM PPKF Tahun 2026 mengusung optimisme dan kesiapan Indonesia menghadapi tantangan global yang tidak mudah, sekaligus memperkuat fondasi bangsa untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045.
KEM PPKF 2026 dirancang dalam suasana geopolitik global yang tengah bergejolak dan sangat tidak pasti, terutama akibat kebijakan tarif agresif Amerika Serikat yang merubah fundamental lanskap global. Pemerintah menyusun strategi baik untuk mengatasi dinamika tekanan jangka pendek maupun perbaikan struktural jangka panjang demi menghadirkan Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur.
“Kedaulatan bangsa dan kedaulatan ekonomi sangat penting untuk diperkuat dan dijaga di tengah suasana gejolak dunia dan persaingan global yang meruncing. Persaingan di bidang militer, keamanan, geopolitik, ekonomi, dan sektor keuangan sangat menantang dan makin kompleks, berpotensi mengancam stabilitas dan kemajuan yang sudah dan akan kita capai. Oleh karena itu, Indonesia harus mandiri dengan memperkuat ketahanan pangan, energi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia serta penguatan pertahanan semesta,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada pidato pengantar dan keterangan Pemerintah atas KEM PPKF 2026 di Jakarta, Selasa (20/5/5).
Kinerja APBN tahun 2025 menjadi pijakan untuk menapaki tahun 2026. Meskipun tahun ini masih menjadi masa transisi pemerintahan, ditambah tekanan global yang terus menerpa, APBN 2025 tetap berfungsi secara optimal.
Hingga April 2025, APBN menunjukkan kinerja positif dengan surplus Rp4,3 triliun atau 0,02% PDB, keseimbangan primer positif Rp173,9 triliun, dan kas surplus (SILPA) Rp283,6 triliun. Pendapatan negara tercatat Rp810,5 triliun, mencapai 27% dari target APBN, menjadi cerminan aktivitas ekonomi yang tetap solid dan optimis.
Belanja negara di angka Rp806,2 triliun atau 22,3% dari target APBN. Perkembangan ini ini menunjukkan kendati ada di tengah masa transisi, APBN 2025 tetap berfungsi optimal dalam pelaksanaan program prioritas yang sangat dirasakan oleh rakyat. APBN juga tetap optimal menjadi shock absorber yang menjaga stabilitas ekonomi, melindungi dunia usaha, dan menopang daya beli masyarakat meskipun kinerja positif dibukukan oleh APBN, kewaspadaan akan terus dijaga.
Perkembangan situasi global saat ini menjadi pertimbangan IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi 2,8%, turun 0,5 percentage point (pp) dan tahun 2026 sebesar 3,0% (-0,3 pp) akibat eskalasi perang dagang. Negara-negara dengan ketergantungan ekspor tinggi ke Amerika Serikat (AS) terdampak cukup dalam, seperti Meksiko (-1,7 pp), Thailand (-1,1 pp), Vietnam (-0,9 pp), dan Filipina (-0,6 pp).
Indonesia juga mengalami koreksi proyeksi pertumbuhan, namun lebih terbatas dibandingkan yang lain, hanya sebesar 0,4 pp menjadi 4,7% masing-masing untuk 2025 dan 2026. Pemerintah optimis untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi mendekati 5% melalui reformasi regulasi, peningkatan iklim investasi dan perdagangan, serta penggunaan instrumen fiskal untuk menjaga stabilitas dan melindungi dunia usaha.
KEM-PPKF tahun 2026 menjadi landasan strategis Pemerintah dalam menavigasi ekonomi dan menjaga konsistensi pembangunan. Kebijakan fiskal diarahkan mendukung kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi sebagai pijakan menuju Indonesia yang tangguh, mandiri, dan sejahtera.
Dengan sinergi dan kolaborasi, pertumbuhan ekonomi tahun 2026 diperkirakan mencapai 5,2%–5,8%, didukung inflasi yang terkendali, hilirisasi SDA, peningkatan iklim investasi, dan penguatan kualitas SDM. Laju pertumbuhan ini akan menjadi fondasi yang kuat untuk pertumbuhan hingga mencapai 8% dalam beberapa tahun ke depan, menopang pencapaian visi Indonesia Maju 2045.
Dengan mempertimbangkan ketidakpastian pasar global, suku bunga SBN 10 tahun diproyeksikan berada di kisaran 6,6%–7,2%, didukung spread menarik dan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Rupiah stabil di Rp16.500–Rp16.900/USD, dan inflasi dikendalikan antara 1,5%–3,5%. Harga minyak mentah Indonesia diperkirakan USD60–USD80 per barel, dengan target lifting minyak 600–605 ribu barel per hari dan gas 953–1.017 ribu barel setara minyak per hari.
Dengan landasan asumsi dasar ekonomi makro untuk tahun 2026 tersebut, kebijakan fiskal 2026 diarahkan secara efektif dan selektif untuk fokus pada upaya-upaya (i) menstabilkan ekonomi melalui diplomasi perdagangan dan investasi, deregulasi, serta sinergi kebijakan fiskal-moneter; (ii) melindungi dunia usaha dan daya beli melalui insentif fiskal dan program sosial; dan (iii) menjaga kredibilitas APBN dengan meningkatkan penerimaan negara, efisiensi belanja, serta pengelolaan aset dan kekayaan negara.