
Jakarta, Bumntrack.co.id – Dalam menekan dampak pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia, kebijakan stimulus makro mulai dari sosial hingga ekonomi telah dijalankan pemerintah sejak awal 2020. Namun, kebijakan tersebut sangat bergantung pada tungkat pemulihan kepercayaan konsumen dan investor.
“Kebijakan makro sangat vital yang telah dilakukan sejak awal 2020. Namun efektifitas (mulufliper efek) kebijakan tersebut sangat tergantung pada tingkat pemulihan kepercayaan konsumen dan investor. Tanpa kepercayaan dari sisi konsumen dan investor, banyak kebijakan yang dampaknya akan minimal sekali. Salah satu kunci pendorong Pemulihan Ekonomi Nasional adalah penanganan covid. Kalau penanganan covid-19 tidak berhasil, maka akan banyak stimulus yang tidak efektif, atau wasted,” kata Reza Yamora Siregar, Stafsus Menko Pereknomian dalam Diskusi dengan Tema, “Strategi Penanggulangan Covid-19 dalam Mendorong Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional” yang digelar FISIP Universitas Jendral Soedirman secara luring, Kamis (11/2).
Menurutnya, penanganan Covid-19 menjadi bagian prioritas kunci dari usaha pemerintah untuk mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional. Diperkirakan pertumbuhan Indonesia akan pulih, namun dampak dari covid berkontraksi sangat dalam. Salah satunya adalah kontraksi yang terjadi di semua sektor ekonomi.
“Pemerintah terus mendorong pemulihan ekonomi melalui stimulus-stimulus. Namun kemampuan pemerintah hanya 10 persen dari PDB Indonesia. Artinya, stimulus 10 persen dari pemerintah mendorong 90 persen ekonomi Indonesia. Fokus kita mendorong pemerintah supaya bisa menaikkan konsumsi rumah tangga dan invetasi,” tambahnya.
Menurutnya, tingkat kepercayaan terhadap pemerintah penting karena konsumsi pemerintah hanya 8-9 persen dari PDB. Padahal kunci dari penanganan ekonomi terdampak Covid-19 adalah kepercayaan. Apabila kepercayaan itu pulih, maka spending dan investasi akan muncul untuk membangkitkan ekonomi.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, pembentukan Herd immunity itu bisa terjadi setelah banyak gelombang dari pandemi. Untuk sektor ekonomi, krisis bisa dilihat darimana asal muasal krisis tersebut.
“Krisis karena pandemi Covid-19 ini menyangkut dua sisi, demand dan suplly secara bersamaan dan hampir semua sektor. Awal dari krisis ini terjadi terlihat dari PHK, pembatasan perdagangan, investasi turun,” terangnya.
Saat ini yang dilakukan pemerintah adalah memotong demand dan suply agar tidak jatuh terlalu dalam, reaksi berantainya diputus. Kunci paling utama adalah kepercayaan untuk tetap beraktifitas sehingga konsumsi dan investasi dari demand side tetap tumbuh.
“Ketika menghadapi kiris, ada dua hal yang dilakukan yaitu membiarkan saja dengan tidak ada kebijakan sehingga tingkat korban pandemi akan sangat tinggi, kemungkinan terjadi fatalitas tinggi namun dampak terhadap ekonomi rendah. Kedua, kita tahan dengan kebijakan seperti PSBB dan vaksin. Akibatnya berdampak pada penurunan ekonomi seperti misalnya pendapatan Mall yang turun hingga 10 persen,” jelasnya
Progam vaksinasi diharpkan menjadi game changer agar ekonomi segera pulih dan tumbuh. Saat ini pemerintah baru melakukan vaksinasi kepada petugas kesehatan dan tenaga penunjang. Untuk mempercepat vaksinasi, berbagai inovasi dilakukan seperti menggunakan fasilitas stadium, vaksinasi massal di kantor supaya mempercepat penyelesaian.
“Satu hal yang penting, kita fokus pengadaan karena vaksin itu terbatas. Kita harus berkompetisi karena kita butuh 180juta orang untuk divaksin. Kalau vaksin dua kali maka dibutuhkan 360 juta vaksin. Presiden Jokowi ingin vaksinasi ini selesai dalam satu tahun, karena jangan sampai yang disuntuk tidak imun lagi, baru ada yang orang yang divaksin,” terangnya.
Koordinator Program Studi S2 Ilmu Administrasi FISIP Unsoed, Slamet Rosyadi melihat dari sudut pandang sosial politik. Pasalnya, persoalan ekonomi tidak lepas dari sektor sosial politik. PEN yang dijalankan pemerintah bertumpu pada 5 modalitas utama yang mayoritas ekonomi seperti belanja APBN, subsidi bunga UMKM dan lembaga keuangan, penempatan dana untuk perbankan, penjaminan kredit untuk modal kerja, PMN ke BUMN yang mendapat penugasan khusus, serta investasi pemerintah untuk modal kerja.
“Lima modalitas tersebut menjadi kekuatan pemerintah untuk bisa memulihkan ekonomi dengan pendekatan ekonomi. Padalah tidak semudah itu, sebenarnya tren pemulihan ekonomi membutuhkan perhatian sosial politik. Aspek Sospol ini tidak mendapatkan perhatian khusus, lebih banyak pendekatan konservatif,” kata Slamet Rosyadi.
Menurutnya, Modalitas Sosial Politik (MSP) diperlukan untuk memulihkan ekonomi. MSP mencakup modal politik dan ekonomi yang digunakan untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan. Dalam konteks krisis, Indonesia memanfaatkan MSP yang ada untuk menjadi kekuatan dalam mendungkung PEN.
“Modal sosial tersebut seperti jejaring dan public trust yang merupakan elemen penting dalam pembangunan ekonomi. Tidak hanya mengandalkan institusi dan birokrasi, masyarakat harus percaya pada kebijakan pemerntah,” jelasnya.
Dari sisi permintaan, ada tuntutan masyarakat sehingga pemerintah tidak sendiri karena pandemi ini butuh dukungan semua stakeholder. Sedangkan dari sisi penawaran, masyarakat difasiltiasi dari infrastruktur hingga sosial.
“Sebenarnya masyarakat masih memiliki trust yang tinggi. Kepercayaan paling tinggi tersebut ada pada tokoh agama. Masyrakat lebih percaya kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, baru aparatur. Penanggulangan Covid-19 dalam hal pemulihan ekonomi nasional seharusnya menggandeng tokoh agama karena mereka didukung masyarakat,” jelasnya.