Oleh: Bramantyo Djohanputro
Guru Besar PPM School of Management,
Direktur Eksekutif PPM Manajemen

Mengacu pada draft Rancangan Undang-udang tentang Perkoperasian, nampak ada keinginan kuat untuk mendorong koperasi menjadi aktif. Bukan sekedar banyaknya jumlah koperasi yang terdaftar secara legal, tetapi beraktivitas memberi dampak ekonomi dan sosial. Langkah tersebut perlu mendapat apresiasi, apalagi draft juga mencantumkan peluang bagi koperasi dengan memberi kewenangan kepada pemerintah membuka sektor khusus untuk koperasi.
Namun demikian, masih ada yang perlu menapat sorotan. Pertama, bagaimana menempatkan koperasi dalam pilar ekonomi Indonesia, antara persaingan dan kemitraan dengan bentuk kelembagaan ekonomi lainnya, terutama perseroan terbatas, swasta lokal dan asing, serta Badan Usaha Milik Negara dan Daerah (BUMN/BUMD).
Kedua, bagaimana koperasi memberi kontribusi maksimum, bukan saja kepada anggota tetapi kepada masyarakat di luar anggota koperasi. Ini sejalan dengan salah satu prinsip koperasi, untuk memajukan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Selama ini koperasi sperti stagnan. Coba bayangkan. Kontribusi koperasi baru sebesar empat persen dari Pendapatan Domestic Bruto (PDB). Setelah dipublikasi sejak lama, tampaknya angka tersebut tidak berubah.
Kalau dilihat dari jumlah, koperasi yang terdaftar mencapai lebih dari 150 ribu unit koperasi, yang menyebar di seluruh pelosok Indonesia. Lebih dari setengahnya merupakan koperasi konsumen. Disusul dengan koperasi produsen yang hampir mencapai 20 persen, dan koperasi simpan pinjam hampir mencapai 15 persen. Koperasi jasa dan koperasi pemasaran masing-masing di bawah lima persen dari total koperasi. Berdasarkan catatan, koperasi memiliki lebih dari 35 juta anggota dengan volume usaha di atas Rp170 triliun.
Angka-angka tersebut menjadi kecil bila dibandingkan dengan beberpaa ukuran. Pertama, jumlah anggota kopersi yang mencapai lebih dari 26 juta tidak serta merta mengurangi pengangguran atau membuka lapangan kerja dari total lebih dari 130 juta angkatan kerja. Sebagian besar dari anggota koperasi tersebut adalah pekerja. Jadi, menjadi anggota koperasi adalah kegiatan ekonomi tambahan. Demikian juga dengan pendapatan Rp170 triliun, kecil dibandingkan dengan PDB, yang pada tahun 2018 hampir mencapai Rp15 ribu triliun.
Belum lagi kondisi yang menunjukkan bahwa koperasi terdaftar tidak berarti aktif. Dan ini menjadi salah satu perhatian dalam memperbaiki UU Perkoperasian. Mendorong supaya koperasi memiliki kelengkapan yang baik sebagai koperasi. Sekaligus mendorong koperasi untuk aktif menjalankan peran ekonomi dan kesejahteraan.
Atas dasar kondisi di atas, ada beberapa pokok perbaikan koperasi ke depan. Dan perbaikan ini perlu mendapat tempat di dalam draft UU Perkoperasian yang baru.
Kerjasama Antar-Koperasi
Pada dasarnya, koperasi dapat berperan secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Ini bisa berlaku di berbagai industri dan untuk berbagai produk. Salah satu persoalan penting yang dihadapi oleh koperasi adalah persaingan. Bukan dengan sesama koperasi tetapi dengan perusahaan.
Kerjasama antar koperasi diharapkan dapat memperkuat posisi koperasi dalam mata rantai atau rantau pasok bisnis koperasi. Ini bisa diterapkan bila koperasi memiliki sektor atau produk unggulan. Peran pemerintah atau kementerian menjadi penting untuk memberi ruang, atau proteksi, bagi produk tertentu dengan memberi prioritas kepada koperasi dari hulu ke hilir.
Rangkaian pasok koperasi mulai dari koperasi produksi berbasis sumber daya alam, termasuk bibit dan produksi agrobisnis, koperasi produksi dasar atau bahan baku, koperasi produksi bahan antara, koperasi produk akhir, sampai koperasi pemasran dan konsumsi. Di antaranya bisa digandengkan koperasi simpan pinjam.
Kerjasama antar koperasi juga bisa difasilitasi untuk membangun koperasi multi-rantai. Kerjasama seperti ini diperlukan bagi koperasi yang hasil produksinya dapat dimanfaatkan oleh berbagai jenis koperasi untuk proses produksi yang beragam. Model koperasi multi-rantai seperti disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerjasama koperasi multi-rantai
Kerjasama multi-rantai tersebut akan memberi berbagai manfaat bagi koperasi. Jangka pendek, koperasi bisa mendapatkan askes sumber daya dan pasar secara memadai. Jangka menengah, koperasi bisa semakin mandiri dan memiliki daya saing yang semakin baik. Jangka panjang, kontribusi terhadap besaran dan pertumbuhan ekonomi dapat semakin besar.
Koperasi Bagi Non-Anggota.
Di satu sisi, salah satu dari tujuh prinsip koperasi adalah memperhatikan kepentingan masyarakat, concern for community. Prinsip ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan anggota, sekaligus berusaha untuk membangun keberlanjutan masyarakat melalui kebijakan yang diterima oleh para anggota. Mengacu pada UU Perkoperasian yang saat ini berlaku, koperasi berperan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi bagi dua pihak: anggota khsusnya dan masyarakat pada umumnya.
Dengan demikian, UU Perkoperasian perlu membuka kesempatan bagi koperasi untuk melayani bukan saja bagi anggota tetapi juga bagi masyarakat non-anggota. Ini sebenarnya sudah berlaku bagi koperasi konsumen. Masyarakat umum dapat belanja di kantin, kafe, atau gerai milik koperasi. Tentu ada manfaat yang berbeda bagi anggota versus non-anggota yang belanja di gerai milik koperasi. Bagi anggota, manfaatnya adalah harga yang bisa lebih rendah, tergantung kebijakan koperasi, keuntungan atau surplus koperasi, dan manfaat seperti bonus bagi anggota yang berbelanja. Bagi non-angota, manfaat utamanya adalah pemenuhan kebutuhan, baik untuk konsumsi maupun produksi.
Peluang bagi masyarakat non-anggota perlu diperluas bukan saja bagi koperasi konsumsi. Koperasi simpan pinjam pun perlu mendapat kesempatan yang sama. Bila UU Perkoperasian memberi kesempatan bagi koperasi simpan pinjam untuk menyalurkan dana ke non-anggota, maka koperasi dapat memanfaatkan dana secara lebih optimum, keuntungan atau surplus meningkat, dividen bagi anggota juga meningkat.
Kerjasama Koperasi-Fintech.
dengan prinsip keterbukaan koperasi bagi non-anggota, koperasi bisa menyalurkan dana secara langsung ke non-anggota, tetapi juga dapat bekerjasama dengan lembaga non-koperasi. Salah satu lembaga penting yang saat ini sedang menjadi kebutuhan masyarakat adalah financial technology (fintech), sebuah lembaga keuangan berbasis teknologi, dapat berupa persero, dapat juga berupa koperasi. Gambar 2 menyajikan salah satu contoh bagaimana ekosistem koperasi dengan melibatkan fintech atau finkop dalam menjalankan peran ekonomi.
Gambar 2: Ekosistem perkoperasian
Dengan tidak bermaksud menjabarkan masing-masing komponen pada Gambar 2 pada tulisan ini, perlu ditekankan bahwa ekosistem koperasi yang semakin terbuka dan inklusif diharapkan mampu meningkatkan daya saing koperasi untuk bertumbuh. Semoga koperasi dapat memberi kontribusi 10% PDB.