Oleh Akhmad Kusaeni
Ada temuan menarik selama penjurian Anugerah BUMN 2022. Dari lebih 80 BUMN dan Anak Perusahaan BUMN yang ikut serta di ajang pemilihan CEO BUMN Terbaik tahun ini, ada sejumlah CEO yang menurut pandangan saya cukup istimewa. Hampir semua BUMN yang ikut seleksi bisa bertahan dan bahkan bisa tumbuh berkembang selama pandemi.
Meski patut diacungi jempol, tetapi itu hal yang biasa. Yang luar biasa adalah BUMN yang tadinya rugi, yang kondisinya sakit parah, sudah pakai ventilator menunggu ajal, ternyata bisa dihidupkan kembali. Oleh Dirut baru, BUMN Zombie itu diobati untuk disembuhkan.
Lewat tangan dingin sang Dirut, BUMN Zombie yang selama ini hidup dengan menghisap darah keuangan perusahaan, bisa bangkit lagi dengan darah dan semangat baru.
Tulisan ini akan menceritakan beberapa sosok Dirut atau CEO BUMN yang bertindak seperti dokter (atau mungkin seperti dukun). Tulisan ini memberikan apresiasi atas penyelamatan perusahaan yang sedang menunggu ajal.
Saya lebih senang menyebut sang Dirut sebagai “Turn over business leader”, pemimpin bisnis yang bisa menyulap perusahaan dari rugi menjadi untung, “From Zero to Hero”, “From Rags to Riches”. Dari zombie atau mayat hidup kembali menjadi manusia seutuhnya.
Turn over business leader memiliki karakter yang tidak dimiliki oleh pemimpin bisnis kebanyakan. Karakter utama dia adalah pemimpin yang “risk taker”, pemimpin yang berani mengambil resiko. Ia rela meninggalkan “comfort zones”, kemewahan dan kenyamanan yang dinikmati selama ini untuk sebuah tantangan baru, yang orang kebanyakan enggan untuk mengambil sesuatu yang lebih buruk dari yang dia nikmati selama ini.
Pemimpin bisnis “risk taker” akan memilih apa yang disebut Robert Frost, sastrawan Amerika Serikat, sebagai “The one less traveled by” atau jalan yang orang-orang tidak mau melewatinya. Tapi justeru jalan itulah yang membuat perbedaannya.
Berikut ini sebait puisi Frost yang empat kali mendapat penghargaan Pulitzer atas karya sastranya:
Two roads diverged in a wood, and I—
I took the one less traveled by,
And that has made all the difference.
Untuk pemimpin bisnis risk taker, saya ingin menceritakan sosok Otong Iip. Namanya sih biasa, nama kebanyakan orang Sunda, tapi apa yang dia lakukan luar biasa. Perjalananan karier profesionalnya juga extra-ordinary. Pernah malang melintang sebagai Direktur Utama dan Komisaris Utama anak-anak perusahaan Telkom Indonesia.
Pada saat menikmati kenyamanan sebagai Direktur Utama PT. Multimedia Nusantara (Telkommetra) tahun 2019, Otong diminta untuk membenahi PT Industi Telekomunikasi Indonesia (INTI) yang ketika itu megap-megap.
Kondisi awal keuangan sebelum Otong masuk betul-betul hancur-hancuran. PT INTI menghadapi kesulitan keuangan sejak Juli 2019 dan berdampak pada ketidakmampuan perusahaan membayarkan gaji selama 7 bulan.
Kondisi keuangan INTI saat itu sangat berat. Tercatat, hutang bank sekitar Rp900 miliar. EBITDA negatif Rp378 miliar. Net income negatif Rp 500 miliar. Ekuitas negatif 280 miliar.
Kondisi bisnis juga ambyar. Banyak proyek mangkrak. Modal kerja tidak ada. Hutang kepada vendor dan supplier tak terbayar dan sebagian dari mereka melakukan somasi ke perusahaan. Hutang unsustain sekitar 90% dari total hutang sebesar Rp 1.6 triliun. Kepepercaan pelanggan rendah.
Yang lebih memilukan ada di masalah SDM dan Legal. Karyawan sudah tidak gajian selama 7 bulan. Perusahaan dibebani hutang kepada karyawan berupa gaji, iuran Dana Pensiun dan BPJS Kesehatan. Banyak masalah hukum dan perusahaan bertubi-tubi diberi somasi.
Serikat Pekerja PT INTI atau Sejati ramai berunjuk rasa. Sejati mendesak Kementerian BUMN melakukan restrukturisasi sebagai upaya penyelamatan dan penyehatan perseroan yang didirikan sejak 30 Desember 1974 ini. Kondisi tersebut membuat Menteri BUMN Erick Thohir merombak Direksi PT INTI.
Erick Thohir kemudian menunjuk Otong Iip sebagai Dirut baru. Ia dianggap bisa melakukan transformasi perusahaan. Otong tidak menolak meskipun penyelamatan PT INTI bukan sesuatu hal yang mudah. “Saya suka tantangan, ya saya siap melaksanakan tugas,” kata Otong.
Selain risk taker, katagori lain dari Turn over business leader adalah pola pikirnya tidak linear, melainkan eksponensial. Pola pikir linear adalah melakukan transformasi atau perubahan secara bertahap: Habis 1, ke 2, ke 3, ke 4 dan seterusnya. Seperti menaiki tangga, dilakukan secara berurutan sesuai dengan undak-undakannya. Perubahan dilakukan secara tertib, tidak bergejolak, terukur, tapi lambat karena semua proses dilakukan sesuai urutannya.
Sementara pemimpin bisnis yang berpikiran eksponensial, tranformasi dan perubahan yang dilakukan langsung jauh melompat. Tidak lagi satu persatu anak tangga dilewati, tapi meloncat dari 1 ke 10 misalnya. Ia selalu berfikir out of the box, beberapa kali lebih maju dari pemikiran orang kebanyakan. Kadang langkahnya mengagetkan.
Pemimpin bisnis seperti ini percaya betul apa yang dikatakan ahli fisika Albert Einstein bahwa :
“Kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda”.
Itulah yang dilakukan oleh Dewayana Agung Nugroho, Dirut PT Eltran Indonesia, sebuah anak perusahaan dari PT LEN Indonesia. PT Eltran adalah perusahaan yang bergerak di bidang digital solution, mekanikal elektrikal dan MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul). Waktu Dewayana masuk menjadi Dirut pada 2020, perusahaan menderita kerugian Rp25 miliar. Dalam waktu satu tahun dengan gebrakan-gebrakannya yang eksponensial, Dewayana pada 2021 berhasil mendapatkan kontrak Rp1 triliun. Perusahaan dari rugi Rp26 miliar, langsung mendapat untung Rp20 miliar.
Memang laba masih sangat kecil, tapi itu berhasil meningkatkan harapan dan kepercayaan karyawan dan mitra kerjanya, termasuk dari kalangan perbankan. Bank-bank yang tadinya enggan membantu, jadi berlomba menawarkan kerjasama. Apalagi PT Eltran Indonesia membuat terobosan baru mengembangkan motor listrik yang senyap, lincah, handal dan tangguh di semua medan seperti harapan Presiden Jokowi.