
BUMN Track. Jakarta – PT Pertamina (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan nasional yang masuk dalam jajaran 500 perusahaan terbaik di dunia versi Fortune Global 500. Pertamina memiliki aspirasi sejalan dengan pemerintah untuk mencapai net zero emission (NZE) paling lambat tahun 2060.
“Upaya yang dilakukan tidak saja dengan membangun bisnis baru yang lebih hijau tapi juga melakukan dekarbonisasi,” kata Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) Fadli Rahman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (10/8/23).
Pada tahun 2020 ekosistem BUMN berkontribusi sekitar 30 hingga 35 persen terhadap total emisi karbon di Indonesia, meliputi cakupan 1, 2, dan 3. Sebagai upaya untuk menekan emisi, beberapa BUMN bersinergi untuk melaksanakan inisiatif dekarbonisasi, seperti kolaborasi yang dilakukan anak usaha Pertamina, yaitu Pertamina NRE, dan Perum Perhutani dalam pengembangan nature based solution (NBS).
“Sebagai BUMN energi, Pertamina memiliki peran strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan memastikan ketahanan energi. Untuk itu dalam masa transisi energi ini di mana energi fosil masih tetap digunakan, dan secara pararel bertahap pengembangan energi baru dan terbarukan dilakukan. Melalui inisiatif NBS kita bisa menekan emisi karbonnya,” ungkap Fadli.
Setidaknya terdapat 9 konsesi milik Perum Perhutani yang berpotensi dikembangkan untuk NBS. NBS Pertamina NRE dan Perhutani diawali dengan penandatanganan head of agreement (HoA) pada 20 Juni 2022, yang dilanjutkan dengan penandatanganan master agreement (MA) pada 20 Februari 2023. Dua dari Sembilan konsesi tersebut memiliki potensi kredit karbon mencapai 25 juta ton untuk 30 tahun. Kolaborasi kedua entitas ini akan berlanjut dengan pengembangan 7 konsesi lainnya. Secara total, proyek kerja sama ini berpotensi menurunkan 7 juta ton CO2e per tahun, atau secara kumulatif 20 juta ton kredit karbon sampai dengan tahun 2030.
Perdagangan karbon kredit yang dilakukan Pertamina NRE berbasis pada NBS dan solusi teknologi. Contoh perdagangan karbon kredit berbasis solusi teknologi adalah dengan pemanfaatan pembangkit listrik energi terbarukan sebagai sumber carbon offset. Perdagangan karbon kredit berbasis solusi teknologi sudah dilakukan sejak tahun 2011 oleh Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang merupakan anak usaha Pertamina NRE.
Saat ini Pertamina NRE telah menandatangani kerja sama dengan anak usaha Pertamina lainnya, yaitu Pertamina Patra Niaga untuk perdagangan karbon kredit. Pertamina Patra Niaga membeli karbon kredit dari Pertamina NRE dengan volume 1,8 juta ton emisi karbon ekuivalen untuk periode satu tahun. Sumber yang ditunjuk carbon offset adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lahendong unit 5 dan 6 berkapasitas 2×20 MW yang dikelola oleh PGE.
Ada 3 tantangan utama dalam perdagangan kredit karbon yang semuanya berkaitan dengan waktu yaitu pertama, berkejar dengan waktu untuk dapat menjalankan 9 konsesi NBS. Kedua, waktu untuk menunggu terbitnya regulasi pemerintah terkait perdagangan karbon. Saat ini Pertamina NRE terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait regulasi. Dan ketiga, waktu untuk menunggu terbentuknya pasar kredit karbon di Indonesia. Sebagai perpanjangan tangan pemerintah, Pertamina memastikan bahwa pasar dalam negeri siap dan mendahulukannya sebelum melayani pasar luar negeri.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menambahkan, Pertamina mendukung program Pertamina NRE dalam penurunan emisi karbon tersebut. “Inisiatif Pertamina NRE mencerminkan kontribusi dalam energi transisi dan dekarbonisasi, sekaligus kiprah Pertamina sebagai perusahaan Fortune Global,” ujarnya.
Dekarbonisasi merupakan salah satu komitmen Pertamina mencapai perusahaan berkelanjutan, selain terus meningkatkan kinerja bisnisnya.