
Semakin masifnya konten yang beredar di internet, termasuk media sosial, tentu semakin besar tantangannya. Hal itu mendorong Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menggelar webinar bertema “Menciptakan Ruang Digital yang Positif Tanpa Diskriminasi”.
Webinar yang terbuka untuk umum itu diselenggarakan secara online dan menghadirkan pembicara Gun Gun Siswadi selaku pegiat literasi digital, Fina Leonita selaku Board of Leader Generasi Perintis dan Bayu Satria Utomo yang merupakan pegiat kebijakan publik.
Gun Gun Siswadi memaparkan data dari Kementerian Komunikasi Digital (sebelumnya Kemkominfo), bahwa sejumlah 6.059.312 konten negatif berhasil diblokir, termasuk 3.194.600 konten perjudian online juga telah diblokir Komdigi sejak 2017-30 Juni 2024. Artinya sebaran konten negatif begitu masif dan menjadi tantangan tersendiri di era digital.
“Beredarnya konten hoaks, ujaran kebencian, pornografi, radikalisme, dan penipuan di media sosial menjadi ancaman bagi generasi muda,” kata Gun Gun Siswadi yang pernah menjadi staf ahli Menkominfo RI periode 2016-2019.
Selain konten negatif, informasi yang melimpah di internet dan membuat banyak orang kesulitan memilah informasi yang benar, serta perilaku tidak produktif akibat penggunaan media sosial yang tidak bijak juga menjadi tantangan di era digital.
Sementara itu, menurut Bayu Satria Utomo, masifnya konten negatif kian memperkuat prasangka dan memarginalkan kelompok tertentu di ruang digital atau yang biasa dikenal dengan diskriminasi digital.
“Diskriminasi digital adalah tindakan atau perlakuan yang tidak adil terhadap individu atau kelompok di ruang digital, seperti internet dan platform online, berdasarkan karakteristik tertentu. Diskriminasi ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk akses, konten, dan perilaku di lingkungan digital,” papar Bayu Satria Utomo.
Seminar tersebut turut mengupas salah satu cara untuk melawan konten negatif, yakni dengan menciptakan konten positif berupa edukatif dan inspiratif, yang disusun dengan strategi tertentu, sehingga bisa menciptakan ruang digital tanpa diskriminasi. Menurut Bayu Satria Utomo, setidaknya terdapat tiga strategi yang bisa dijalankan untuk menciptakan ruang digital yang positif.
Pertama dalam bentuk kampanye kesadaran, misalnya dengan menciptakan kampanye melawan diskriminasi dan perundungan. Kedua, dalam bentuk kolaborasi komunitas online yang mendukung dan inklusif. Ketiga, dengan memanfaatkan platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube dalam menyebarkan pesan positif.
“Pentingnya peran generasi muda dalam menciptakan ruang digital yang positif, di mana dampaknya dapat tercipta melalui perubahan kecil yang konsisten, sehingga bisa mewujudkan ruang digital tanpa diskriminasi,” jelas Bayu.
Sejalan dengan hal itu, Gun Gun Siswadi sepakat dengan peran anak muda yang sangat penting dalam menciptakan ruang digital tanpa diskriminasi.
“Setidaknya da tiga hal yang bisa dilakukan anak muda sebagai agen perubahan dalam menghadapi beragam tantangan digital saat ini. Pertama inovasi, di mana anak muda dapat menciptakan solusi kreatif dan sololutif melalui literadi digital, kemudian keterlibatan mereka secara aktif dalam isu-isu sosial dan politik, dan terakhir anak muda melakukan transformasi menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif,” pungkas Gun Gun.