Mengapa ‘Slow Journalism’ Menjadi Senjata Alternatif Melawan Disinformasi

Ilustrasi kegiatan Journalism (Foto: ESDM)
E-Magazine Januari - Maret 2025

Jakarta, Bumntrack.co.id – Di era informasi yang bergerak begitu cepat, kita dibanjiri oleh berita tanpa henti. Kadang informasi datang bahkan sebelum kita sempat berpikir jernih.

Sementara itu, disinformasi menyebar bukan karena ia benar, tetapi karena ia cepat, emosional, dan mudah dibagikan.

Dalam kondisi seperti ini, jurnalisme yang bertanggung jawab seolah tertinggal.

Namun di tengah kegaduhan itulah “slow journalism” justru menemukan momentumnya. Bukan jurnalisme yang lamban, tetapi yang telaten, mendalam, dan penuh kesadaran.

“Slow journalism” dalam bahasa Indonesia dikenal juga sebagai “jurnalisme telaten”. Istilah ini merujuk pada pendekatan jurnalisme yang menekankan pada penelitian mendalam, pelaporan yang komprehensif, dan penceritaan yang lambat, berlawanan dengan kecepatan dan sensasi yang sering dikaitkan dengan jurnalisme online.

Disinformasi Menang Karena Cepat dan Menggugah Emosi
Kebanyakan disinformasi yang viral bukan berupa fakta palsu, melainkan opini politis yang diperkuat secara tidak autentik.

Renée DiResta dari Georgetown University dalam panel “Mind Games: How Disinformation Manipulates Us and What We Can Do About It” di DW Global Media Forum menjelaskan:

“Yang dilakukan Rusia dalam operasi informasinya di AS antara 2016 sampai 2018 bukan menyebar berita palsu, melainkan memperkuat opini yang memang sudah dimiliki orang Amerika, tapi dengan cara yang tidak autentik.”

Ketika media mencoba melawan disinformasi dengan cara yang sama cepatnya, jurnalisme kehilangan keunggulan utamanya.
Kebenaran membutuhkan waktu.
Verifikasi membutuhkan ketekunan.
Pemahaman membutuhkan konteks.

Slow Journalism Bekerja Bukan untuk Viral, Tapi untuk Relevan

Maria Paula Murcia Huertas dari media independen Mutante di Kolombia menjelaskan pendekatannya:

“Kami tidak mengejar viralitas. Kami fokus memahami audiens, mendengarkan mereka, dan membangun relasi. Kami mencatat komentar mereka, mengkategorikannya, dan menjadikannya dasar laporan kami.”

Di Mutante, komentar pembaca dicatat dalam sebuah “perpustakaan komentar” untuk dianalisis. Dari sanalah tim menyusun karya jurnalistik yang relevan, bukan hanya reaktif.

Mengapa Slow Journalism Relevan Hari Ini

Slow journalism bukan hanya tentang waktu. Ia adalah pendekatan untuk:

  • Memberikan konteks yang utuh, bukan potongan informasi
  • Membangun kepercayaan, bukan sekadar tayangan
  • Mendorong kesadaran, bukan sekadar respons cepat

Slow journalism mendidik masyarakat untuk berpikir, bukan hanya bereaksi.

“Kami tahu pekerjaan kami tidak akan viral. Tapi jika cukup banyak yang memilih bekerja seperti ini, kami bisa mengubah arah,” kata Maria Paula Murcia.

Saat Dunia Bergegas, Jurnalisme Perlu Melambat

Slow journalism bukan nostalgia terhadap masa lalu. Ia adalah pilihan sadar di tengah sistem informasi yang menekan. Ia melawan arus disinformasi bukan dengan berteriak lebih keras, tetapi dengan berbicara lebih jernih.

Di tengah dunia yang terburu-buru, mungkin yang kita butuhkan bukan lebih banyak berita, tetapi lebih banyak makna.

Ditulis Oleh:
Hendrajit,
Direktur Eksekutif The Global Review

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.