Jakarta, Bumntrack.co.id – Bank Mandiri (BMRI) mencatatkan laba bersih Rp11,3 triliun pada 2Q25 (-19% YoY, -15% QoQ).
Hasil ini membuat laba bersih selama 1H25 mencapai Rp24,5 triliun (-8% YoY), di bawah ekspektasi karena setara 44% estimasi 2025F konsensus (vs. 1H24: 48% realisasi 2024).
Kinerja laba bersih yang tergolong lemah ini utamanya disebabkan oleh lonjakan opex. Pasca–rilis kinerja 1H25, BMRI juga melakukan penyesuaian beberapa guidance 2025.
Dilansir dari Stockbit, Senin (22/9/25), BMRI membukukan kenaikan opex sebesar +35% YoY/25% YoY pada 2Q25/1H25, yang utamanya disebabkan oleh one–off adjustment dari audit laporan keuangan perseroan.
Meski tidak merinci penyebab meningkatnya opex setelah audit, manajemen BMRI menyebut bahwa besaran dari adjustment tersebut berkisar 10–12% dari estimasi opex selama 2025F.
Mayoritas adjustment sudah dibukukan pada Juni 2025, dengan sisanya akan dibukukan dalam beberapa bulan mendatang. Secara keseluruhan, manajemen BMRI memperkirakan bawah opex selama 2025F akan tumbuh kurang lebih sama dengan pertumbuhan pada 1H25 (+25% YoY).
Untuk 2026, manajemen BMRI memperkirakan opex akan cenderung flat dibandingkan 2025 pada skenario base–case, atau naik sebesar low–single digit pada skenario bear–case.
Di luar opex, metrik–metrik operasional utama relatif baik dengan Net Interest Income tumbuh +8% YoY/+7% YoY pada 2Q25/1H25, sementara beban provisi hanya naik tipis +2% YoY/+5%% YoY.
Injeksi Likuiditas dan Penyesuain Guidance 2025
Manajemen BMRI merevisi turun guidance 2025 untuk pertumbuhan kredit dan Net Interest Margin (NIM). Sementara itu, Cost of Credit (CoC) diperkirakan akan lebih baik dibandingkan guidance sebelumnya seiring dengan kualitas aset — NPL dan LAR — yang terjaga.
Penurunan guidance pertumbuhan kredit dan NIM sudah memperhitungkan dampak dari injeksi likuiditas sebesar Rp55 triliun dari pemerintah serta ekspektasi bahwa BI Rate masih akan dipangkas sebesar 50 bps lagi hingga akhir 2025.
Menurut manajemen BMRI, masih dibutuhkan kejelasan lebih lanjut dari pemerintah terkait aturan/kebijakan penggunaan dana tersebut — seperti cakupan definisi sektor riil dan produk yang diperbolehkan — baik dari sisi aset maupun liabilitas.
“Berdasarkan keseluruhan revisi guidance yang diberikan, kami melihat bahwa BMRI masih akan cenderung konservatif dan memilih untuk wait and see terlebih dahulu. Kami menilai bahwa percepatan belanja pemerintah menjadi hal yang ditunggu untuk mulai mendongkrak sisi permintaan (demand), sehingga perbankan secara umum — tidak hanya BMRI — akan lebih confident untuk meningkatkan laju penyaluran kredit. Potensi risiko yang kami lihat adalah jika pemerintah menginginkan penurunan suku bunga kredit untuk membantu menstimulasi demand, yang dapat berdampak terhadap profitabilitas perbankan,” tulis analis Stockbit.