LENSA

Anak Cucu Perusahaan BUMN

Bulan Januari 2020 adalah masa-masa sibuk buat Pertamina. Menteri BUMN Erick Thohir memberikan tenggat waktu 1 bulan terhadap Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk menyampaikan data lengkap mengenai 142 anak usaha perseroan.

Penyampaian data tersebut diperlukan, karena Erick tak mengetahui bidang apa saja yang dikerjakan anak usaha Pertamina itu. Erick berniat membenahi anak dan cucu perseroan. Jika tidak jelas dan menggerogoti induknya, Erick berjanji akan menggabungkan (merger) atau bahkan menutupnya (likuidasi). Ini berlaku bukan hanya untuk Pertamina, tapi semua BUMN.

Untuk melaksanakan janjinya, Erick bergerak cepat. Ia membuat Keputusan Menteri BUMN No. SK-315/MBU/12/2019 tentang Penataan Anak Perusahaan atau Perusahaan Patungan di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara. Penataan itu untuk mengkonsolidasikan anak perusahaan dan perusahaan patungan yang memiliki fokus bisnis sejenis.

Selama penataan itu, Erick menghentikan sementara (moratorium) pembentukan anak perusahaan atau perusahaan patungan plat merah. Selama ini, jumlah anak cucu perusahaan BUMN bejibun tak terkendali. Belum ada data pasti berapa total jumlahnya, namun diperkirakan mencapai 800 perusahaan.

Bayangkan, PT Krakatau Steel memiliki 60 anak usaha, sementara utangnya menumpuk hingga Rp 40 triliun. Garuda Indonesia yang juga bermasalah ternyata memiliki 26 anak usaha seperti Citilink Indonesia, GMF AeroAsia, Gapura Angkasa, Aero Wisata dan Aerofood Indonesia.

Bahkan ada salah satu cucu perusahaan Garuda, PT Garuda Tauberes Indonesia sempat membuat publik ramai karena baru diketahui oleh Kementerian BUMN dan namanya seolah main-main: Tauberes.

Anak cucu perusahaan BUMN juga banyak yang tidak sesuai dengan bisnis intinya. Hampir semua BUMN mempunyai bisnis hotel. Sebagian besar juga memiliki rumah sakit. Belasan BUMN mempunyai anak usaha yang bergerak di bidang penyediaan air minum kemasan.

Bahkan ada anak perusahaan yang bergerak di bidang catering dan laundry. Ini yang membuat pihak swasta iri betul dengan perusahaan plat merah, karena semua sektor bisnis, –termasuk yang kecil-kecil seperti bisnis cucian–, sudah dirambah BUMN dan anak perusahaan perseroan.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslani menilai BUMN berekspansi terlampau jauh dengan memiliki anak, cucu, hingga cicit usaha yang tidak sesuai bisnisnya. Itu bisa mematikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) karena anak cucu cicit BUMN ini mengambil banyak porsi swasta dan UMKM.

Sudah pasti rencana penertiban anak cucu perusahaan BUMN mendapat sambutan positif. Publik menanti gebrakan Menteri BUMN selanjutnya. Meskipun sulit prosesnya, karena proses merger dan likuidasi BUMN masih menjadi kewenangan Menteri Keuangan berdasarkan PP No. 41/2003 tentang pelimpahan wewenang dari Kementerian Keuangan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Menurut PP tersebut, Kementerian BUMN tak punya andil untuk menyatukan atau menutup anak usaha milik BUMN. Masalah ini ada di tangan Kementerian Keuangan. Kementerian BUMN diberi kekuasaan untuk kelola BUMN, tapi sebatas manajerial sementara keuangan masih di Menkeu.

Jadi, kalau Erick Thohir mau menggabungkan atau melikuidasi BUMN perlu diubah dulu PP-nya. Dalam PP tersebut, ada empat kewenangan yang tidak dilimpahkan kepada menteri BUMN, yaitu akuisisi, merger, likuidasi dan privatisasi.

Di situlah hambatannya. Membuat atau merubah sebuah Peraturan Pemerintah tidak gampang dan membutuhkan waktu lama, karena menyangkut kementerian dan instansi terkait yang berbeda-beda.

Sebagai contoh, pengalaman saya menjadi anggota tim penyusunan Peraturan Pemerintah
No.40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Proses legal drafting bertele-tele dan memakan waktu lebih dari setahun. Satu pasal atau bahkan satu ayat harus diperdebatkan selama berhari-hari oleh lebih dari lima instansi yang masing-masing mempertahankan kepentingan ego sektoralnya.

Saya masih ingat ketika pembahasan Rancangan PP itu mengalami jalan buntu dan tidak ada instansi yang mau mengalah, Asro Kamal Rokan, Pemimpin Umum LKBN Antara waktu itu, sempat menggebrak meja.

Sambil menahan tangis, Asro meminta semua pihak tidak terus menerus berkutat pada pendirian dan kepentingannya, melainkan mendukung kantor berita perjuangan yang didirikan oleh pendiri republik Adam Malik berubah status badan hukumnya dari Lembaga menjadi Perum.

”Kalau Tuhan saya membolehkan saya mencium kaki saudara-saudara supaya ayat ini bisa disetujui, saya cium kaki bapak dan ibu,” ujar Asro yang membuat peserta rapat tercengang dan mengakhiri ego sektoralnya.

Saya menceritakan kisah ini untuk memberi gambaran betapa sulitnya membuat sebuah Peraturan Pemerintah, apalagi PP yang mengambil alih kewenangan dari Kementerian Keuangan kepada Kementerian BUMN seperti PP No.41 Tahun 2003.

Tapi mesti sulit, bukan berarti itu satu hal yang mustahil. Hanya Kitab Suci saja yang tidak bisa diubah, yang lain buatan manusia bisa diubah dan diganti. Apalagi sekedar Peraturan Pemerintah

Artikel Terkait

Berita Lainnya
Close
Back to top button