
Oleh: Prof. Ilya Avianti
Komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Badan Usaha Milik Negera (BUMN) sebagai perusahaan negara selain bertugas sebagai agen pembangungan, juga harus menciptakan pengelolaan yang profesional dengan menghasilkan laba, yang pada gilirannya dapat berkontribusi sebagai penerimaan negara melalui pemberian dividen. Oleh karena itu, BUMN harus dikelola secara profesional, efisien, dan tepat sasaran sehingga layak menjadi lokomotif pembangunan ekonomi di Indonesia.
Pendirian anak perusahaan sebuah BUMN tentunya harus ditujukan untuk membantu BUMN agar tujuan pendirian BUMN terpenuhi. Pertama, untuk menciptakan efisiensi. Kedua, untuk menjamin kepastian pasokan dari kondisi ketidakpastian (uncertainty). Untuk itu BUMN secara entitas harus mempunyai strategi bisnis yang kuat, dan perlu menetapkan kompetensi inti (core competency).
Ketika BUMN merasa perlu mendirikan anak perusahaan, maka harus dikaji betul keberadaan anak perusahaan yang akan didirikan dan harus benar-benar diyakini akan menciptakan suatu “nilai tambah” (value added) bagi BUMN tersebut. Selain itu, anak perusahaan yang akan didirikan juga harus sejalan dengan core business BUMN tersebut. Penyusunan studi kelayakan senantiasa harus disertakan pada setiap rencana pendirian anak perusahaan. Termasuk di dalamnya studi mengenai manajemen risiko. Hal ini merupakan syarat tata kelola di awal pendirian perusahaan.
Sebagai contoh, PT PLN yang mempunyai bisnis inti penyediaan listrik kepada masyarakat melalui sistem pembangkitan, transmisi dan distribusi, maka anak perusahaan yang layak membantu adalah yang bergerak di bidang industri listrik, transmisi dan distribusi. Untuk memenuhi kebutuhan energi primer, PLN mempunyai anak perusahaan PT PLN Batu Bara yang bergerak di bidang batu bara, PT PLN Gas di bidang gas, serta PT Bahtera Adiguna yang bergerak di bidang pengangkutan batu bara dan geotermal.
Ketiga anak perusahaan tersebut dirasakan perlu kehadirannya untuk menjamin harga yang terjamin serta ketepatan pasokan. Terutama ketika bisnis batu bara dalam ketidakpastian di pasar. Dengan demikian, PLN dapat mengontrol harga yang pada gilirannya dapat mengendalikan harga pokok penjualan listrik.
Bayangkan, apabila PLN tidak mempunyai anak perusahaan yang dapat mengendalikan harga batubaranya, kemungkinan besar PLN mendapatkan batu bara dengan harga di pasar yang tidak sesuai dengan rencana anggaran energi primer. Belum lagi, ketepatan waktu pengiriman yang tidak bisa diandalkan, dapat mengakibatkan pembangkit-pembangkit PLN tidak dapat memproduksi listrik sehingga penyediaan listrik terganggu.
Selain anak perusahaan yang menyangkut energi primer, PLN juga mempunyai anak perusahaan yang bergerak di bidang jasa teknisi kelistrikan dan sumber daya manusia lain, yakni PT Haleyora Power (HP). Anak perusahaan ini menyediakan SDM outsourcing dengan kualifikasi yang sesuai dengan bidang kelistrikan, permesinan, instalasi dan kualifikasi yang sesuai.
Saat ini PLN memiliki 13 anak perusahaan dan 53 cucu perusahaan. Dari sejumlah perusahaan anak cucu tersebut, sebanyak 36 di antaranya merupakan perusahaan dengan kepemilikan saham mayoritas oleh PT PLN (Persero). Saat ini PLN sedang mengevaluasi cucu-cucu perusahaan agar tercipta suatu pola efisiensi dan peningkatan kinerja secara terintegrasi. PLN tidak mempunyai anak cucu perusahaan yang bergerak di luar jalur bisnis inti induknya. Jadi, tidak mempunyai hotel, rumah sakit dan bisnis yang tidak inline dengan listrik.
Hingga saat ini juga belum diketahui sebenarnya berapa banyak jumlah anak perusahaan yang ideal untuk PLN. Jumlah tersebut sangat bergantung pada kebutuhan perusahaan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, di antaranya pertumbuhan makro ekonomi, pertumbuhan bisnis perusahaan, dan perkembangan dinamika pasar. Saat ini Direksi PT PLN (Persero) sedang mendalami peran anak cucu perusahaan dalam program terintegrasi yang bertujuan meningkatkan kinerja PLN Grup secara menyeluruh.
Saat ini, pemerintah mencanangkan perekonomian bisa bertumbuh 5,3 persen pada 2020. Berkaitan dengan hal tersebut, PLN harus dapat berkontribusi salah satunya dengan melakukan inovasi pola bisnis baru agar target pertumbuhan tersebut tercapai. Misalnya, ketika pemerintah mencanangkan proyek kendaraan listrik, maka PLN perlu segera menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan seperti pembangunan Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) supaya masyarakat segera terlayani.
BUMN sebagai agent of development harus semaksimal mungkin mengupayakan resources yang ada demi kepentingan negara, dalam hal ini juga bagi anak perusahaan. Yang penting dalam pengelolaan anak dan cucu perusahaan adalah tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) harus menjadi pedoman yang dilaksanakan dengan konsisten. Pola kontrol dari induk-anak-cucu harus dilaksanakan secara terbuka (govern).
Sebagai contoh, anak perusahaan melalui direksi dan komisaisnya harus diberikan target kinerja (KPI), yang dilaporkan secara berkala kepada PT PLN (Persero). Demikian pula pemilihan direksi dan komisaris anak cucu PT PLN (Persero) harus melalui mekanisme penilaian yang independen yang profesional.
PLN pun saat ini tidak asal membuat anak perusahaan. Meskipun memungkinkan bagi PLN untuk memiliki anak perusahaan yang ada kaitannya dengan listrik, misalnya membuat bola lampu, travo, batere dan lainnya, tetapi anak perusahaan itu tidak didirikan untuk memberikan peluang kepada pihak swasta agar turut berperan dalam industri kelistrikan. Semangat PT PLN adalah sinergi antara PLN, anak cucu dengan para pebisnis swasta agar tercipta bisnis kelistrikan yang kondusif dan dapat melayani masyarakat secara andal.