
Oleh: Akhmad Kusaeni
Selama pandemi, saya membatasi diri untuk tidak bepergian dengan pesawat terbang. Saya takut tertular Covid-19. Saya fikir sirkulasi udara di kabin pesawat sangat buruk. Udara berputar-putar terus di dalam pesawat. Pergantian hawa tidak terjadi.
Kalau saja ada penumpang yang positif Covid-19, resiko tertular tak terhindarkan. Itu yang membuat nyali saya ciut naik pesawat terbang di masa pandemi. Ternyata ketakutan saya itu sangat tidak berdasar.
Menurut Tirta Madira Hudhi alias dr Tirta, penularan Covid-19 di pesawat terbang itu rendah. Sebagai bukti, dr Tirta membuka hasil penelitian dari International Air Transport Association (IATA). Otoritas penerbangan internasional itu menegaskan bahwa kemungkinan tertular Corona di pesawat malah lebih kecil ketimbang tersambar petir. Hanya terjadi 44 kasus di antara 1,2 miliar penumpang. Itu berarti hanya 1 dari setiap 27 juta penumpang. Sangat-sangat rendah.
Saat buka puasa bersama, saya sempat bertemu dan berdiskusi dengan Direktur Bisnis dan Operasi PT Garuda Daya Pratama Sejahtera (GDPS Rachmad Arif Binantoro. Pak Bibin, begitu biasa dipanggil, adalah orang yang memiliki pengalaman di dunia Maintenance Repair & Overhaul pesawat terbang. Ia menjelaskan bahwa di kabin pesawat selalu ada saluran di kiri kanan atas kepala penumpang. Ada juga lubang di bawah kaki.
“Itu merupakan alat sirkulasi udara dimana udara mengalir dari atas dan disedot dari bawah. Jadi tidak benar pergantian hawa tidak terjadi. Udara yang mengalir dari atas penumpang adalah udara bersih,” katanya.
Pak Bibin menambahkan udara yang berisi kontaminan (udara kotor) akan dihisap melalui lubang yang berada di bawah sisi kanan dan kiri sepanjang pesawat untuk selanjutnya sebagian di buang keluar dan sebagian disalurkan lagi ke dalam kabin melalui sebuah sistim yang disebut HEPA Filter Bibin.
“HEPA Filter yang mempunyai kerapatan 0,3 Micron menyaring udara dari dalam kabin dan selanjutnya digabungkan dengan Fresh Air. Udara tersebut akan masuk kembali ke kabin melalui lubang ventilasi di atas penumpang” sambung Bibin.
Konsep tata udara di dalam pesawat menurut para ahli adalah yang terbaik dan mengimplementasikan 3 hal. Pertama, adanya aliran udara yang laminar, yaitu udara masuk dari atas dan udara keluar dari bawah. Kedua, adanya HEPA filter yang menjernihkan udara kotor. Ketiga, ACH (Air change per hour) atau perputaran udara yang tinggi dan sesuai standard.
Tata udara di dalam pesawat seperti itu, menurut IATA, terbukti bisa meminimalisir terjadinya penularan virus seperti corona. Tak perlu ada kekhawatiran berlebihan tertular Corona. Jadi, sit back, relax, and enjoy your flight.
Kabar baiknya lagi, tata udara di dalam pesawat terbang yang aman dari macam-macam virus termasuk Covid-19 itu sudah mulai diimplementasikan. Pertama di Indonesia, telah hadir sistem sirkulasi udara untuk menekan risiko penularan Covid-19 di dalam ruangan yang disebut Beyond Fresh.
PT Garuda Daya Pratama Sejahtera (GDPS) yang merupakan bagian dari Garuda Indonesia Group, telah mengembangkan inovasi metode instalasi sistem sirkulasi udara anti covid-19 di ruang tertutup (indoor air engineering) dan dinamakan Beyond Fresh.
Dirut GDPS M.Arif Faisal mengatakan “Beyond Fresh sudah teruji penerapannya dilapangan, yang dapat mematikan hingga 98,97 persen virus dan bakteri yang ada dalam ruangan yang pengujiannya dilakukan oleh laboratrium litbang Kementerian Kesehatan.,’’ kata The Best CEO of Business Innovation di ajang Branding and Marketing Award 2021 dan CEO Terbaik Anugerah BUMN 2022.
Beyond Fresh sejauh ini telah diimplementasikan di Ruang ICU RS Haji Jakarta dan Ruang Rapat Kementerian BUMN Jakarta.
Melihat langkah pemerintah yang sangat serius dalam menekan jumlah penularan virus Covid-19, GDPS berkontribusi mendukung pemerintah, khususnya dalam penyediaan fasilitas yang memadai untuk melawan Covid-19. Caranya melalui inovasi Indoor Air Engineering Beyond Fresh, yang diadopsi dari teknologi ruangan kabin pesawat terbang.
“Saat ini Beyond Fresh bukan hanya bisa digunakakan di dalam ruangan tetapi juga di semua sektor transportasi , seperti angkutan darat dan angkutan laut. Pihak GDPS sudah mengkaji instalasi tata udara Beyond Fresh di transportasi bus,” kata Bibin.
Dalam perjalanan menggunakan bus tidak ada fresh air yang masuk kecuali dari pintu saat dibuka. Airflow sangat kencang dan tidak ada standard. Toilet tidak steril sehingga menambah banyak kuman. Penumpang masih banyak yang tidak mematuhi prokes seperti menjaga jarak dan memakai masker. Ditambah masih adanya penjual barang dan makanan masuk ke dalam bus sehingga memperbesar resiko masuknya kuman.
Kajian itu juga mengkonfirmasi bahwa pihak karoseri dan vendor AC menyambut baik jika ada perubahan tata udara bus dengan tujuan meningkatkan kesehatan udara di dalam kabin bus.
Semua pihak tentu mendukung implementasi Beyond Fresh di angkutan umum, khususnya bus.
Selama ini peraturan yang mengatur tata kelola kesehatan udara dalam alat transportasi hanya mengatur kewajiban baku mutu udara di luar bus, seperti uji emisi dan gas buangan. Tidak ada standard baku mutu udara di dalam kabin bus.
Oleh karena maha pentingnya kesehatan penumpang bus, khususnya dalam mengamankan diri dari penularan Covid-19, sudah saatnya ada regulasi mengenai baku mutu udara di dalam bus.