Budaya Mudik dan Edukasi
Oleh: Dr. Prudensius Maring
Pemerhati Komunikasi Budaya Fakultas Komunikasi dan Desain Kreatif Universitas Budi Luhur
Mudik saat Lebaran Idul Fitri merupakan kegiatan fenomenal yang berkaitan dengan keagamaan. Terutama di pulau besar seperti Jawa dan Sumatera kegiatan mudik Lebaran sangat terasa nuansa dan mobilitas pemudik sangat tinggi. Mudik juga terjadi saat akhir tahun dan awal tahun baru. Ada pula mudik yang terjadi dalam skala yang kecil, terbatas dan bersifat spontan. Ini menjadi suatu kebiasaan yang dijalankan oleh hampir semua masyarakat Indonesia. Namun yang paling besar adalah mudik saat Lebaran Idul Fitri.
Secara kultural, prakarsa untuk mudik sebenarnya tumbuh dari dalam diri seseorang atau keluarga. Adapun pemerintah, BUMN atau perusahaan swasta, dalam hal ini hanya memfasilitasi saja. Sejatinya, orang pulang kampung hendak refreshing, mendapatkan hal-hal yang baru. Ini hal yang positif sehingga pemerintah memfasilitasi kegiatan mudik tersebut. Para pemudik tentu ingin mudiknya berjalan lebih lancar dan lebih baik. Fenomena mudik memperlihatkan adanya ikatan emosional dengan keluarga dan kampung halaman. Ini merupakan sebuah fenomena sosiokultural bersifat universal dan memiliki aspek psikologis.
Bila dicermati, adanya fenomena mudik Idul Fitri lebih berdasarkan pada kuatnya karakter sosial inwardlooking (melihat ke dalam). Hal tersebut ditengarai dengan adanya karakter pemudik yang kecenderungan mengenang masa lalu mereka ketika masih kecil dan remaja. Mereka ini juga menatap dengan kuat dengan penuh perasaan, serta mengenang kejayaan atau hal-hal positif yang dilakukan orang tua atau kakek-nenek mereka pada masa lalu atau para pendahulunya.
Oleh karena itu, para pemudik yang kebanyakan merupakan perantau, mudik di saat Lebaran bukan hanya sekadar pulang kampung tapi merupakan kewajiban sosial yang perlu dilakukan terhadap keluarga, saudara, juga tetangga. Adanya interaksi yang dibangun sejak kecil dengan lingkungan di kampung halaman memunculkan keterikatan sosial yang kuat dan sulit dihapus. Hal tersebut sudah mentradisi pada semua lapisan masyarakat. Meskipun ada pemudik yang hendak memperlihatkan kesuksesannya.
Fenomena mudik yang terus berulang tersebut dimanfaatkan sebagai mekanisme memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan. Mudik juga bisa menjadi mekanisme dalam menyalurkan anggaran perusahaan yang berbentuk CSR. Sehingga kegiatan mudik tersebut difasilitasi perusahaan BUMN. Orang yang mudik bergerak dari satu kota ke kota lain, itu perlu difasilitasi untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pemudik.
Transmisi Sosial Ekonomi
Mudik juga merupakan sebuah mekanisme transmisi sosial ekonomi. Biasanya ada distribusi dana. Ada sejumlah dana yang banyak dibawa pemudik dari kota ke desa sehingga terjadi perputaran uang yang cukup tinggi di daerah dimana banyak pemudik datang. Di sisi lain, bagi pemerintah, mudik merupakan momentum untuk melecut diri memperbaiki infrastruktur dan fasilitas umum, termasuk tempat-tempat wisata agar bisa memberikan pelayanan lebih baik.
Sebab pemerintah, terutama Pemda dituntut menyediakan infrastruktur demi menjaga kelancaran mudik lebaran. Diantaranya dengan memperbaiki jalan-jalan raya, pengaturan lalu-lintas dan sebagainya. Dalam hal ini semua pihak dapat mengambil manfaat dari mekanisme mudik yang diadakan setiap tahun. Termasuk BUMN dan perusahaan swasta pun memanfaatkan momentum mudik sebagai bagian dari CSR sekaligus membangun corporate branding kepada stakeholder-nya.
Begitu pula ketika pemudik mulai pulang, mereka membawa saudara atau kenalannya untuk bekerja di kota. Bisa satu, atau beberapa orang. Seiring waktu, jumlah yang datang ke kota bisa bertambah banyak. Hasil kerja mereka ada yang dikirim ke keluarganya di desa. Ini juga dampak positif dari mudik. Hanya saja untuk mengetahui efek dari sisi ekonomi, perlu kajian lebih dalam dari perspektif ekonomi.
Orang yang mudik, pulang kampung ingin mendapatkan suatu nuansa yang baru. Ada kenangan masa lalunya yang begitu kuat dan mengakar dalam memori seseorang. Itu yang membawa keinginan seseorang untuk pulang. Dalam kesibukan keseharian, ada kerinduan seseorang pada masa lalunya sehingga memutuskan untuk mudik, dalam kondisi apapun. Para pemudik biasanya ingin bertemu seseorang atau keluarga atau ingin mendapatkan nuansa masa lalunya. Ini merupakan sesuatu yang bersifat positif.
Karena itu, pemerintah berusaha sekeras mungkin agar mudik berlangsung lancar, aman dan nyaman. Diantaranya Kementerian BUMN menggandeng 76 BUMN tahun ini mengadakan Mudik Bersama. Tujuannya untuk mengurangi jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor karena dalam jarak jauh ini sangat membahayakan keselamatan pemudik. Namun langkah ini juga harus didukung oleh mentalitas para pemudik.
Para pemudik harus terus diedukasi agar mematuhi aturan lalu lintas dan memperhatikan hal-hal yang membahayakan. Seperti membawa beban yang terlalu banyak, atau memakai kendaraan yang belum sempat dicek kelaikan jalannya. Bisa saja rem blong atau ban kendaraan yang sudah menipis tapi tetap saja dipaksakan untuk dipakai mudik.
Edukasi kepada pemudik penting karena mudik biasa disertai euforia yang mengabaikan kenyamanan dalam perjalanan. Mereka bisa pulang kampung merupakan sebuah kebahagiaan dengan membawa keluarga dan sejumlah barang bawaan. Maka dalam kondisi tersebut mereka perlu diingatkan agar lebih rasional dan bersabar bila menghadapi permasalahan di jalan. Seperti kemacaetan atau salah paham di jalan raya.
Pemudik juga harus selalu diingatkan pentingnya menjaga keselamatan bersama di perjalanan. Termasuk pula diedukasi bahwa selesai mudik mereka akan kembali ke kota untuk bekerja sehingga harus selalu menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya. Intinya, meski dalam kondisi euforia para pemudik harus pulang dengan kondisi selamat dan baik-baik.