BUMN Dipangkas Agar Lebih Fokus

E-Magazine Januari - Maret 2025

Kementerian BUMN bakal memangks sejumlah BUMN hingga tinggal 100-an perusahaan. Tujuaannya, agar pengelolaan lebih fokus bisa memberikan  kontribusi seoptimal mungkin.

Kementerian BUMN ingin lebih fokus mengelola BUMN. Sementara jumlah BUMN yang ada sudah terlalu banyak. Ada  142 BUMN sehingga persoalan yang muncul pun juga terlalu banyak. Bukan hanya persoalan terkait  kinerja keuangan, tapi juga soal  penguatan permodalan, governance, SDM, pengembangan pasar, hingga penataan anak-anak usaha yang mencapai 800-an perusahaan.

Masalahnya, dari  142 BUMN yang ada, masih banyak yang berkinerja tidak baik, bahkan selalu merugi. Wajar saja bila Menteri BUMN Erick Thohir berniat memangkas perusahaan negara dari 142 BUMN menjadi sekitar 100-an BUMN. Terlebih,  kontribusi terbesar kepada negara hanya  bersumber dari 15-20 BUMN. Kementerian BUMN juga ingin agar BUMN memberikan  kontribusi seoptimal mungkin kepada negara dan masyarakat, sesuai UU BUMN. Keinginan untuk memangkas jumlah BUMN tersebut dilontarkan Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo.

“Kita ingin menurunkan jumlah BUMN dari 140 ke sekitar 100 saja. Memang Pak Erick sudah sampaikan bahwa kita ingin BUMN lebih ramping tapi lebih efektif,” tutur Kartika di Jakarta (5/2/2020).

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir pernah meminta agar semua BUMN yang ada saat ini harus memperbaiki model bisnis dan kembali fokus pada inti bisnis yang dijalankan. Kartika menambahkan, Kementerian BUMN masih melakukan pengkajian terkait  skema yang tepat untuk merampingkan jumlah BUMN. Termasuk jumlah BUMN dan BUMN mana saja yang bakal dipangkas, pun belum final.

Saat ini, bagi BUMN yang tidak bisa meng-create value dan tidak ada fungsi sosial yang besar, hendak digabungkan (dimerger atau akuisisi), bahkan bisa saja dilikuidasi. Ada beberapa BUMN yang kinerjanya masih , di antaranya  PT Iglas (Persero) dan PT Pabrik Kertas Leces (Persero) yang sudah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada 25 September 2018.

Kementerian  BUMN masih terus melakukan peninjauan portofolio BUMN serta mencermati perusahaan mana yang masih bisa memberikan manfaat. Kalau ternyata tidak bisa memberi manfaat, pilihannya BUMN tersebut akan digabung atau dibubarkan. Di sisi lain, pihaknya pun masih menunggu pengalihan kewenangan untuk melakukan merger maupun likuidasi perusahaan BUMN yang selama ini berada di Kementerian Keuangan.

Selain melakukan perampingan, Kementerian BUMN juga akan mengandalkan Perusahaan Pengelola Aset atau PPA (Persero) untuk mengelola perusahaan-perusahaan negara dengan kinerja kurang optimal.

“Kita ke depan ingin lebih cepat untuk merespons. Kita kan punya PPA (Perusahaan Pengelola Asset) bisa di-manage di PPA juga. Tapi intinya dengan makin dikit jumlahnya, harapannya kita makin bisa fokus supaya tidak terlalu banyak yang mesti kita manage,” ucapnya.

BUMN Zona Merah

Selain Kementerian BUMN yang mengelola dari sisi opersional,Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga menangani BUMN dari sisi keuangan. Pasalnya, modal BUMN merupkan keuangan negara. Terkait kinerja keuangan BUMN, Kemenkeu mencatat sejumlah BUMN di  sektor aneka industri dan pertanian rentan mengalami kebangkrutan lantaran kinerja yang buruk.  Sejumlah BUMN tersebut berada di zona merah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, indikasi kinerja keuangan yang buruk terlihat dari indeks Altman Z-Score. Z-Score untuk menilai kerentanan kondisi keuangan BUMN. Untuk cap merah alias financial distres  artinya kondisi keuangan perusahaan sebelum terjadi kebangkrutan. Skor rata-rata BUMN aneka industri berada di level 0, sedangkan skor  BUMN pertanian negatif 0,4. Skor tersebut pertanda BUMN yang bergerak di dua sektor tersebut masuk dalam zona merah. Sedangkan sektor lainnya masih terbilang aman, rata-rata ada di zona kuning dan hijau 

Bila mengacu data Kemenkeu per 31 Desember 2018, ada sembilan BUMN aneka industri yang berpotensi bangkrut bila dikaji menggunakan perhitungan Altman Z-Score. Di antaranya, PT Dirgantara Indonesia (Persero) memiliki skor negatif 0,84; PT Pindad (Persero) ada di level 1,02.  PT Industri Kereta Api (Persero) skornya 0,92; dan PT Barata Indonesia (Persero) 0,83;  PT Krakatau Steel (Persero) 0,47;  PT Dok dan Kodja Bahari (Persero) negatif 1,72; PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) negatif 1,23. Sementara skor PT Industri Kapal Indonesia (Persero) ada di 0,89 dan PT PAL Indonesia (Persero) negatif 0,1. 

Adapun  BUMN pertanian yang termasuk zona merah alias financial distress adalah PT Sang Hyang Seri (Persero) yang skornya  negatif 14,02; PT Perkebunan Nusantara (Persero) sebesar 0,35; dan PT Pertani (Persero) 0,82.  Ada jua dua rasio keuangan yang dipakai Kemenkeu yakni return on equity (RoE) dan debt to equity ratio (DER). RoE merupakan  rasio kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, sedang DER untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar utang.  

Terkait kondisi BUMN yang masuk zona merah, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, salah satu penyebab banyak BUMN aneka industri dan pertanian berada di zona merah lantaran kurangnya aset lancar pada perusahaan-perusahaan itu.   Selain itu, laba sebelum bunga dan pajak (EBIT)  pada  BUMN aneka industri dan pertanian tidak mencukupi untuk menghadapi tekanan perekonomian.

Oleh karena itu, pemerintah akan menggelontorkan tambahan modal berupa penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN yang mengalami financial distress. Adanya PMN diharapkan  bisa menjadi stimulus kinerja keuangan beberapa BUMN tersebut.  Hanya saja, Kemenkeu akan lebih berhati-hati memberikan PMN. Sebab, tujuan utama suntikan PMN adalah menciptakan leverage  dari setiap uang pemerintah yang diinjeksikan  kepada BUMN.

Selama ini, bagi BUMN yang kinerjanya bermasalah ditangani PPA, yang bertugas melakukan restrukturisasi dan revitalisasi  BUMN bermasalah.  Setidaknya, PPA  pernah merawat  11 BUMN rapor merah. Dari jumlah tersebut di antaranya  PT PAL (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Nindya Karya (Persero), PT Boma Bisma Indra (Persero), PT Industri Kapal Indonesia (Persero), PT Survai Udara Penas (Persero), PT Industri Sandang Nusantara (Persero), PT Iglas (Persero), PT Kertas Leces (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (Persero), dan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero).

Dari 11 perusahaan itu, empat perusahaan yang paling berat penanganannya adalah PT Iglas (Persero), PT Kertas Leces (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (Persero) dan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Penyebabnya, beban utang lebih besar dari aset yang dimiliki perusahaan. 

Sedangkan tujuh BUMN menunjukkan rencana bisnis dan kemajuan kinerja yang terus membaik. Sebut saja PT PAL (Persero) yang kini mulai kebanjiran proyek, begitu juga PT Nindya Karya (Persero) yang kini mulai untung dan juga perusahaan lainnya.

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.