Dukungan Negara Sahabat dan Koordinasi Lintas Sektor Berpengaruh pada Suksesnya Transisi Energi

E-Magazine Januari - Maret 2025

Percepatan transisi energi di Indonesia tidak dapat dilakukan secara parsial. Diperlukan kerja sama lintas sektor—antara pemerintah, swasta, masyarakat sipil, hingga mitra internasional—untuk mewujudkan ekosistem energi bersih yang inklusif dan berkelanjutan.

National Project Manager ENTREV Boyke Lakaseru menegaskan bahwa dukungan negara sahabat dan lembaga multilateral sangat krusial dalam membantu Indonesia menjawab tantangan pendanaan, teknologi, hingga kapasitas sumber daya manusia dalam transisi menuju energi rendah karbon.

“Transisi energi bukan proyek satu institusi, ini agenda kolaboratif lintas sektor dan lintas negara. Indonesia tidak bisa berjalan sendiri,” ujar Boyke.

Melalui proyek ENTREV yang merupakan kolaborasi antara Kementerian ESDM dan UNDP, Indonesia mendapatkan dukungan teknis dan pendanaan untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik dari hulu ke hilir. Proyek ini juga difasilitasi oleh Global Environment Facility (GEF) sebagai mitra internasional dalam pendanaan aksi iklim.

Menurut Boyke, pengalaman negara-negara seperti Norwegia, Jerman, dan China dalam mendorong adopsi kendaraan listrik telah menjadi referensi penting bagi Indonesia. Dalam sejumlah kesempatan bilateral, Indonesia juga menjalin kerja sama dalam bentuk teknologi baterai, pelatihan teknisi kendaraan listrik, dan studi kebijakan transportasi rendah emisi.

“Kami belajar dari banyak negara sahabat, tapi tetap menyesuaikan dengan konteks Indonesia. Kolaborasi ini membantu kita menghindari trial and error yang mahal,” jelasnya.

Di tingkat domestik, ENTREV juga menjembatani kerja sama antara kementerian/lembaga, pelaku industri otomotif, komunitas, hingga startup lokal. Sinergi ini disebut penting untuk mendorong inovasi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, sekaligus mempercepat pembentukan rantai pasok kendaraan listrik dalam negeri.

“Kami melihat banyak potensi di industri lokal, mulai dari bengkel modifikasi motor listrik, startup penyedia charging station, hingga komunitas edukasi. Tinggal bagaimana kita pertemukan dalam satu ekosistem bersama,” kata Boyke.

Ia menambahkan bahwa transisi energi juga perlu didukung dengan keberpihakan kebijakan dan insentif fiskal yang progresif. Namun, kebijakan saja tidak cukup. Dibutuhkan investasi kolektif, solidaritas global, dan komitmen lintas sektor.

“Dari negara sahabat, kita butuh pendanaan murah dan transfer teknologi. Dari swasta, kita butuh keberanian investasi. Dan dari masyarakat, kita butuh kesadaran untuk berubah,” tegas Boyke.

Dengan komitmen Indonesia mencapai net zero emission pada 2060 dan target jangka menengah dalam pengurangan emisi 31,89% di tahun 2030, kolaborasi multipihak menjadi faktor penentu keberhasilan agenda tersebut.

“Transisi energi adalah kerja bersama lintas batas. Indonesia terbuka untuk kerjasama strategis demi masa depan yang lebih bersih, berdaulat, dan berkeadilan,” tutup Boyke

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.