BERITA

Eksistensi BUMN Peraih Laba

Meski masih banyak BUMN yang belum maksimal memberikan kontribusi  terhadap pendapatan negara, namun per September 2019 setidaknya masih ada 15 BUMN yang meraih laba sekaligus menjadi penyumbang dividen terbesar kepada negara.

Para BUMN ini terdiri dari berbagai sektor, mulai dari perbankan, telekomunikasi , konstruksi  hingga semen. Keberhasilan BUMN tersebut tak lepas dari kejelian dalam membidik pasar dan kemampuan melakukan efisiensi.  Agar laba bisa optimal, Menteri  BUMN Erick Thohir terus melakukan pembenahan pada semua BUMN. Menteri Erick menghendaki agar BUMN fokus pada core business, efisien dan transparan. Karena itu, anak-anak usaha BUMN yang tidak sejalan dengan core business  induk BUMN, bakal ditutup atau digabung dengan BUMN lain yang bisnisnya sejalan. Salah satu strategi yang digencarkan adalah membangun subholding berbasis value change. Berikut sejumlah BUMN yang masih terus berkontribusi dengan menghasilkan laba bersih.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) meraih laba bersih Rp24,78 triliun per September 2019. Terdapat kenaikan 5,58 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp23,47 triliun. Perolehan pendapatan bunga juga meningkat menjadi Rp86,64 triliun.  Terjadi kenaikan 10,08 persen dibanding  periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp78,70 triliun. Sementara sisi laba operasional, mencapai Rp31,09 triliun, tumbuh 3,97 persen dari periode yang sama 2018 sebesar Rp29,90 triliun. Total aset BRI per September pun naik tipis 0,67 persen menjadi Rp1.305,66 triliun. Periode yang sama 2018 total aset BRI Rp1.296,89 triliun.

Diungkapkan Direktur Utama Bank BRI Sunarso, salah satu kontribusi laba BRI adalah  penyaluran kredit yang tumbuh double digit dan di atas rata-rata industri. Hingga akhir September 2019, BRI telah menyalurkan kredit (konsolidasi) sebesar Rp903,14 triliun. Angka ini naik 11,65 persen lebih tinggi dari industri. Adapun posisi non performing loans (NPL) atau rasio kredit bermasalah 3,08 persen.  Segmen mikro tumbuh 13,23 persen (yoy) dengan proporsinya mencapai sepertiga dari keseluruhan kredit BRI.

“Jika ditotal, porsi kredit UMKM mencapai 77,60 persen dari keseluruhan kredit BRI, di mana angka ini berhasil kami tingkatkan secara perlahan dan targetnya proporsi kredit UMKM bisa mencapai 80 persen di tahun di tahun 2022,” ujarnya.

Sementara posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank BRI sebesar Rp959,24 triliun atau tumbuh 9,91 persen (yoy) lebih tinggi dari industri sebesar 7,62 persen. Giro tumbuh 21,77 persen (yoy) menjadi Rp171,85 triliun. Produk tabungan tumbuh 9,20 persen (yoy) menjadi Rp384,02 triliun sedangkan deposito tumbuh 6,16 persen (yoy) menjadi Rp403,37 triliun. Adanya pertumbuhan giro dan tabungan yang lebih tinggi dibandingkan deposito  berhasil meningkatkan dana murah (CASA) BRI. Per September 2019 komposisi CASA BRI sebesar 57,95 persen, meningkat dibandingkan September  2018 sebesar 56,46 persen. Dari sisi fee based income (FBI), hingga akhir September 2019 tumbuh double digit sebesar 12,03 persen  (yoy) atau sebesar Rp9,74 triliun.

Bagaimana dengan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI)? Bank BUMN tersebut meraih laba bersih sebesar Rp20,3 triliun per September 2019. Angka ini naik 11,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp18 triliun. Pertumbuhan laba bersih itu seiring dengan kinerja penyaluran kredit yang juga meningkat selama periode tersebut. Di mana penyaluran kredit Bank Mandiri naik 7,8 persen menjadi Rp842 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp781 triliun. Posisi net interest margin (NIM) juga naik menjadi 5,58 persen dari sebelumnya 5,66 persen. Adanya pertumbuhan kredit tersebut diiringi perbaikan kualitas kredit dan pengendalian biaya operasional melalui dukungan otomatisasi serta digitalisasi.

Direktur Bisnis dan Jaringan Bank Mandiri Hery Gunardi mengatakan, pertumbuhan kredit diiringi perbaikan kualitas kredit yang tergambar dari posisi NPL gross Bank Mandiri  yang berhasil turun menjadi 2,53 persen dibandingkan September tahun lalu. Perbaikan tersebut, lanjut  Heri, menurunkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar 6,27 persen. Meski begitu, bila merujuk presentasi perusahaan total ending balance kredit perusahaan tercatat sebesar Rp 841,9 triliun atau naik 7,8 persen year on year (yoy).

Bank Mandiri ke depan lebih fokus untuk menjaga kualitas kredit. Hal ini terbukti dari meningkatnya beberapa segmen kredit seperti kredit mikro yang naik 19,4 persen (yoy) menjadi Rp116,4 triliun dari sebelumnya Rp97,5 triliun.  Beberapa segmen kredit memang belum tumbuh cepat. ”Pertumbuhan Bank Mandiri saat ini lebih kami utamakan untuk sustainabilitas jangka panjang sehingga pengukuran kinerja tidak hanya diukur pada akhir periode tetapi juga saldo rata-rata. Metode ini mampu menjadikan pertumbuhan bisnis Bank Mandiri menjadi lebih sustain dan berkualitas sehingga mampu memberikan nilai tambah yang jauh lebih baik bagi pemegang saham,” kata Hery.

Menekan biaya

BUMN lain penyumbang laba adalah PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM)  yang Januari-September 2019 meraih laba bersih Rp16,44 triliun. Laba bersih ini naik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp14,42 triliun. Peningkatan laba bersih ini didorong dengan naiknya pendapatan perusahaan, meski tak terlalu signifikan yakni sebesar 3,45 16,44 triliun di periode tersebut. Nilai pendapatan ini naik menjadi Rp102 triliun dari sebelumnya Rp 99,20 triliun.

Pendapatan paling besar disumbang oleh pendapatan data, internet, dan jasa teknologi informatika yang mencapai Rp66,06 triliun atau mencapai 64,37 persen dari total pendapatan perusahaan. Pendapatan di pos ini juga mengalami kenaikan dari sebelumnya senilai Rp 58,57 triliun. Pendapatan terbesar kedua berasal dari pendapatan telepon yang terdiri dari telepon bergerak dan tidak bergerak dengan total pendapatan mencapai Rp23,14 triliun, turun dari Rp23,32 triliun. Pendapatan ini memiliki eksposur sebesar 22,55 persen.

Selain dari naiknya pendapatan, perusahaan juga berhasil menekan sejumlah beban yang dikeluarkan dalam operasional. Seperti turunnya beban operasi, pemeliharaan dan jasa telekomunikasi yang turun menjadi Rp31,05 triliun dari Rp33,43 triliun.

Sementara itu, PT Jasa Marga Tbk (JSMR) per September 2019 mencatatkan laba bersih Rp1,5 triliun. Perolehan laba tersebut turun 15,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp1,77 triliun. Memang, pertumbuhan laba Jasa Marga terlihat fluktuatif. Misal pada 2015, laba menurun 4,8 persen menjadi Rp1 triliun. Setahun setelah itu, dalam periode yang sama, laba bersih naik menjadi Rp1,3 triliun.  Kenaikan laba bersih tertinggi yakni 41,4 persen diperoleh Jasa Marga pada kuartal III-2017 nilainya ketika itu Rp 1,9 triliun. Sayangnya pada September 2018, pertumbuhan laba bersih tersebut  menurun. Per September 2019, pendapatan Jasa Marga senilai Rp21,15 triliun, turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp27,38 triliun. Pendapatan tersebut antara lain bersumber dari pendapatan tol dan usaha lainnya senilai Rp7,96 triliun dan pendapatan konstruksi senilai Rp13,19 triliun.

Corporate Secretary Jasa Marga M. Agus Setiawan mengatakan, pendapatan konstruksi lebih bersifat pencatatan saja dan merupakan lawan dari beban konstruksi. Hal ini harus dituliskan sesuai dengan ketentuan laporan keuangan.  “Pendapatan real adalah pendapatan usaha yang berasal dari pendapatan tol dan usaha lain,” ujarnya.

Satu persatu ruas tol yang dibangun Jasa Marga telah rampung dan beroperasi. Aktivitas konstruksi pun tidak sebanyak sebelumnya sehingga pendapatan konstruksi turun. Demikian juga beban konstruksi yang ikut mengalami penurunan. Terkait dengan perolehan laba, Agus menyatakan yang menjadi acuan kinerja perseroan saat ini adalah ekspansi signifikan dari EBITDA. Per 30 September 2019, EBITDA operasional perseroan senilai Rp5,00 triliun atau tumbuh sebesar 16,9 persen dibandingkan dengan kuartal III tahun lalu.

Laba Bersih 15 BUMN per September 2019

No. BUMN Laba Bersih  
1. Bank BRI Rp  24,78 triliun
2. Bank Mandiri Rp   20,3 triliun
3. Telkom    Rp 16,44 triliun
4. Bank BNI Rp      12 triliun
5. Bukit Asam Rp   3,10 triliun
6. Garuda Indonesia Rp   1,72 triliun
7. Semen Indonesia Rp    1,3 triliun
8. WIKA Rp  1,57 triliun
9. Jasa Marga Rp    1,5 triliun
10. Waskita Karya Rp  1,15 triliun
11. Bank BTN Rp  1,05 triliun
12. Antam Rp   561 miliar
13. PT PP Rp 544,5 miliar
14. PT Adhi Karya Rp 351,2 miliar
15. Semen Baturaja Rp 22,72 miliar  

(Dikutip dari berbagai sumber)

Artikel Terkait

Back to top button