BERITA

Ekspektasi Wakil Rakyat Kepada Menteri BUMN

Banyak masukan dan harapan yang dilontarkan para wakil rakyat yang duduk di Komisi VI DPR RI kepada Menteri BUMN Erick Thohir. Perlu  landasan hukum baru yang lebih progresif dalam membenahi BUMN.

Ekspektasi  kalangan dunia usaha dan para wakil rakyat kepada Menteri BUMN Erick Thohir, amat besar. Salah satunya bisa terlihat dari banyaknya harapan maupun masukan dari anggota parlemen saat rapat perdana dengan Komisi VI DPR RI, awal Desember lalu.

Mufti Anam dari Fraksi PDIP, misalnya, mempertanyakan efektivitas Penanaman Modal Negara (PNM) terhadap kinerja BUMN penerima PNM. Pasalnya, dana pemerintah yang dikeluarkan untuk PNM lebih dari Rp100 triliun sejak 2015 -2019. Namun beberapa perusahaan yang menerima PNM belum menghasilkan kinerja yang efektif, apalagi membanggakan. Sebut saja pabrik gula milik PTPN. Ia pun mengajak agar Menteri BUMN melihat  perusahaan negara yang masih merugi seperti PTPN IX, PTPN X, PTPN XI. “Kinerja mereka masih belum optimal meski sudah menerima PNM,” ungkap Mufti.

Ia berharap, Menteri BUMN bisa memberikan reward and punishment kepada BUMN yang tidak bisa memperlihatkan kinerjanya dengan baik. Termasuk kepada direksi BUMN yang sudah menerima dana PNM bisa dilakukan evaluasi jika kinerjanya tak kunjung membaik. Begitu pula ada BUMN yang menerima PNM namun dana tersebut malah didepositokan sehingga tidak bisa memberikan nilai ekonomis kepada masyarakat. Sementara di luar sana banyak start up yang bermunculan di daerah dan mereka kesulitan ketika hendak memperoleh permodalan.

Mufti mengapresiasi  terobosan Menteri BUMN, tetapi ke depan BUMN harus bisa memperbaiki diri agar lebih termotivasi.  Jangan sampai mereka (direksi BUMN) merasa dihakimi ketika posisnya diganti orang lain. Ini berkaitan dengan  penggunaan diksi Kementerian BUMN, yakni akhlak yang tidak baik.  “Padahal selama ini  para direksi tersebut tidak pernah berurusan dengan hukum. Mereka juga sudah  bekerja  memajukan BUMN. Karena itu perlu pemilihan kata yang lebih tepat agar mereka tidak merasa tersakiti,” jelasnya.

Sedangkan Lamhot Sinaga dari Fraksi Golkar menilai, BUMN  bisa dibagi  dalam tiga ketegori. Pertama, 15 BUMN yang berkontribusi terhadap 76 persen  pendapatan dari Rp210 triliun. Kedua, ada sekian BUMN yang belum berkontibusi terhadap  76 persen pendapatan BUMN. Ketiga, ada sekian BUMN yang tidak memberikan kontribusi sama sekali terhadap total pendapatan BUMN. Inilah yang menjadi beban negara.  “Bagi BUMN yang belum juga memberikan kontribusi kepada negara dan rakyat harus menjadi perhatian. Dengan demikian, ketika evaluasi BUMN pada akhir 2020, jumlah 15 BUMN yang berkontribusi tersebut bisa naik signifikan,” jelas Lamhot.

Dirinya juga mengeluhkan masih rendahnya keberpihakan pemerintah kepada BUMN. Ia mempertanyakan baja China yang begitu mudah masuk ke pasaran Indonesia. Ini asal muasal sehingga PT Krakatau Steel tidak bisa kompetitif. Bahkan, Lamhot tak habis berpikir ketika mengunjugi PT Petrokimia Gresik. Sebanyak 70 persen  bahan dasarnya adalah gas. Mereka menghabiskan biaya gas hinggga 7.000 dolar AS. Hal ini penting dibahas karena menyangkut ketahanan pangan kita sehingga harus diberikan harga spesial untuk gas.

Kementerian BUMN juga harus memikirkan affirmative price untuk gas mereka. Kalau Kementerian BUMN atau pemerintah memiliki afirmative price terhadap industri  pupuk nasional, ia yakin tidak akan terjadi kelangkaan pupuk di negara kita. Hal ini penting sebab menyangkut ketahanan pangan Negara.

“Kalau  70 persen gas pada industri pupuk mendapatkan harga komersial, saya yakin tidak akan terjadi kelangkaan pupuk. Kalau mereka harus membeli gas dengan  biaya  komersial, di sisi lain, mereka harus memberikan subsidi karena harus menjalankan tugas negara. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk di negara kita maka  kapasitas produksi mereka akan harus mencukupi,” jelas Lamhot.

Lebih lanjut, Rieke Diah Pitaloka dari fraksi PDIP berharap agar dalam perbaikan tatakelola BUMN juga harus memperhatikan perbaikan sistem ketenagakerjaan yang ada. Dengan demikian proteksi terhadap SDM tetap terjaga. Ia juga mendukung upaya Menteri BUMN  Erick Thohir untuk mengembalikan BUMN kepada core business-nya. Dengan demikian status kerja karyawan BUMN pun menjadi jelas, mana yang core business dan yang non core business.

”Catatan lain, adanya vendor-vendor yang ditengarai merupakan bagian dari anak usaha BUMN atau cucu perusahaan.  Sebetulnya adanya anak dan cucu perusahaan tidak perlu agar BUMN bisa lebih fokus,” ujarnya.

BUMN juga harus menjadi salah satu leader dalam perubahan paradigma kebijakan pada pemerintahan Jokowi periode kedua yang berbais pada UU No.11 tahun  2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pada pasal 5 UU tersebut dinyatakan, fungsi iptek adalah sebagai landasan kebijakan untuk merumuskan pembangunan menuju “Indonesia Emas”. Yakni Indonesia sebagai negara industri yang berbasis pada riset, ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berpedoman pada  ideologi Pancasila. Sehingga research and development  (R&D) BUMN diatur dalam UU tersebut. Ini yang perlu disinkronisasikan. Terlebih akan ada renacana perubahan terhadap UU BUMN.

“Kami juga mendukung rencana Menteri BUMN untuk mengeluarkan peraturan menteri yang baru.  Karena memang diperlukan landasan hukum baru yang lebih progresif dalam membenahi BUMN,” cetusnya.

Sementara itu, Andre Rosiade dari Fraksi Gerindra menyoal  industri  semen. Ia mengatakan, industri semen nasional  surplus 35  juta -42 juta ton per tahun. Namun Semen Indonesia terpaksa  membeli Holcim dan berutang hingga Rp27 triliun. Ini dilakukan untuk menghadapi serangan semen dari China. “Harapan saya, Pak Menteri BUMN segera berkoordinasi dengan Menteri Perdagangan untuk mencabut Permendag No.7 Tahun 2018. Kami dari Komisi VI sudah berulang kali meminta kepada Menteri Perdagangan untuk mencabut Permendag tersebut,” jelasnya.

Kedua, Andre meminta agar Menteri BUMN berbicara dengan Menteri Perindustrian untuk mengajukan moratorium terkait pembangunan pabrik semen baru.  Produksi semen nasional sudah  surplus 35 juta hingga 42 juta ton pertahun, namun tingkat pertumbuhan konsumsi semen kita hanya sebesar 4 juta ton per tahun.  Otomatis hingga 2030 Indonesia tidak membutuhkan pabrik semen baru. “Saya harap Menteri BUMN berkoordinasi dengan Menteri Perdagangan dan Menteri Peindustrian  untuk menyelamatkan pabrik semen BUMN milik kita. Jangan sampai Semen Indonesia kolaps dan tinggal nama,” tegas Andre.

Andre pun membahas kasus PT Karya Citra Nusantara (KCN) dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait masalah konsesi pelabuhan Marunda. Andre tidak ingin negara dirugikan dalam kasus tersebut. Kasus ini sudah berjalan bertahun-tahun tapi  Menteri BUMN periode sebelumnya juga kesulitan menyelesaikan kasus ini. Bahkan, ia mendapat informasi, KCN hendak melakukan ground breaking. Meski mengaku tidak mempercayai rumors tersebut, namun ia merasa hal ini perlu ia sampaikan secara terbuka supaya Menteri BUMN bisa melakukan investigasi terhadap kasus Marunda. Bila perlu, Menteri BUMN melaporkan kepada Presiden Jokowi. Ini sesuai dnegan komitmen Presiden yang akan “mengigit” siapapun orang yang mengganggu dan merugikan negara.  

Artikel Terkait

Back to top button