Harga Tiket Pesawat Tinggi, Sementara Kembali pada Regulated Regime

E-Magazine Januari - Maret 2025
Robert Daniel Waloni, Pakar Airlines dan Airports.

Jakarta, Bumntrack.co.id – Tingginya harga tiket dan bagasi berbayar merupakan salah satu akibat dari kondisi pasar yang monopolistik atau minimnya persaingan dalam deregulated regime. Untuk sementara kembali saja kepada regulated-regime dengan satu tarif ditentukan pemerintah.

Menurut Robert Daniel Waloni, pakar airlines dan airports, melonjaknya harga tiket pesawat meski masih ternasuk tarif batas atas (TBA) dari ketentuan yang ada, telah berdampak pada berbagai sektor. Salah satunya sektor pariwisata. Tingginya harga tiket dan bagasi berbayar merupakan salah satu akibat dari kondisi pasar yang monopolistik atau minimnya persaingan dalam deregulated regime.

Saat ini, praktis, lanjut Robert, hanya ada dua kelompok perusahaan penerbangan yang melayani pasar penerbangan komersil berjadwal domestik. Terdapat tiga kategori airlines yang beroperasi di Indonesia yakni Full Service Carriers (FSC), Medium Service Carriers (MSC) dan No-Frills atau Low Cost Carriers (LCC). Karena itu, bila diamati dari peta rute setiap airlines terlihat, banyak rute yang hanya diterbangi oleh satu airline sekelas saja. Ia mencontohkan, Garuda Indonesia berada pada kategori yang sama dengan Batik Air. Dimana Garud menerbangi lebih dari 60 rute sedangkan Batik Air hanya menerbangi 39 rute. Berarti ada rute yang hanya diterbangi salah satu airline kategori FSC tersebut.

“Biasanya jika pasar monopolistik maka tarifnya ditentukan pemerintah agar kepentingan rakyat dapat tetap terjaga. Hal itu tidak terjadi karena kita sudah mengikuti deregulated regime. Pemerintah pun sudah memberikan ruang elastisitas yakni antara Tarif Batas Bawah(TBB) dengan Tarif Batas Atas (TBA),” jelas Robert yang juga sebagai Tenaga Ahli Menteri Bidang Aksesibilitas Udara, Kementerian Pariwisata.
Menghadapi situasi tersebut, Robert yang sejak 1975 berkarya di dunia penerbangan dalam dan luar negeri berpendapat, untuk sementara kembali saja kepada regulated-regime dengan satu tarif ditentukan pemerintah. Tingkat harga pun di tengah antara TBB dan TBA dan berlaku sepanjang tahun. Sebagaimana juga airport charges yang karena pasarnya monopolistik maka tarifnya ditentukan oleh pemerintah. Pilihan lain, mungkin kita masih harus perlu meneruskan deregulasi supaya semakin menarik lagi pemain baru, baik pemain dari dalam negeri maupun luar negeri untuk masuk ke pasar domestik.

“Tidak perlu diperdebatkan lagi, bahwa pasar penerbangan Indonesia terdiri dari tiga sektor yakni yang ke Indonesia (pasar inbound), dari Indonesia (pasar outbound) dan di dalam Indonesia (pasar domestik). Ketiga pasar itu sangat besar dan sangat berpotensi menjadi semakin besar,” tukasnya.

Robert menegaskan, harga tiket yang mahal tersebut telah berdampak langsung dan negatif terhadap industri pariwisata, karena sebagai negara kepulauan sangat bergantung pada penerbangan. Dampak yang sangat besar tercatat pada jumlah wisnus sedangkan untuk wisman terjadi pada perjalanan wisman ke multi-destinasi dalam negeri. Dampak selanjutnya terjadi pada industri terkait mulai dari bandara, tingkat hunian hotel, restoran, taksi, sampai pendapatan daerah di tujuan wisata, serta tingkat inflasi.(Eko Sumardi)

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.