Jurus Pertamina Hemat Rp32 Triliun
Jakarta, Bumntrack.co.id – Menjawab arahan Presiden Jokowi agar tidak hanya mengandalkan turunnya subsidi dari Pemerintah, Pertamina telah melakukan serangkaian upaya efisiensi dan mengoptimalkan biaya, cara terbaik untuk dapat mengubah tantangan menjadi prestasi. Pertamina melakukan efisiensi atau penghematan biaya operasional Pertamina sebesar USD2,2 miliar atau setara dengan Rp32 triliun. Efisiensi tersebut diperoleh dari program penghematan biaya (Cost Saving) sebesar Rp20 triliun, penghindaran biaya (Cost Avoidance) sebesar Rp5 triliun serta tambahan pendapatan (Revenue Growth) sekitar Rp7 triliun.
“Dengan efisiensi, kami bisa bertahan di tengah dinamika global yang unpredictable dan mempersembahkan laba bersih Rp29,3 triliun di tahun 2021,” kata Pj. Vice President Corporate Communication Pertamina, Heppy Wulansari di Jakarta, Rabu (22/6/22).
Di sektor hulu yang menerima windfall profit dari tingginya harga Indonesia Crude Price (ICP), Pertamina mampu melakukan optimasi biaya produksi dan services melalui serangkaian terobosan mulai dari budget tolerance profile, optimasi intervensi sumur, hingga penghematan konsumsi chemical dan penggunaan bahan bakar. Jurus ini berbuah penghematan Rp6,2 triliun atau lebih tinggi 10 persen dari target Rp5,6 triliun.
Pada proses pengadaan minyak mentah dan produk, Pertamina menerapkan optimasi biaya pengadaan Medium Crude melalui aktivitas blending Heavy & Light Crude, Renegosiasi alpha, advance procurement, pembelian distress cargo, co-load delivery, dan extensive delivery date range, dan optimasi portofolio impor LPG (Multisource, Direct Sourcing dan Trading Swap). Meski rumit, tapi hasilnya ciamik dengan menekan biaya hingga Rp2,8 triliun.
Lalu, sektor pengangkutan dan distribusi energi, optimasi biaya juga menuai ganjaran positif sebesar Rp4,1 triliun dengan trik, antara lain perubahan pola suplai crude dan produk, perubahan rute dan jenis kapal, optimasi bunker, optimasi pola supply logistic serta optimasi biaya distribusi, handling dan storage dan renegosiasi tarif alur pelayaran, renegosiasi tanker charter rate, dan lain-lain.
Tak kalah membanggakan, pada belanja pengadaan dan perawatan non hydro, perseroan mampu membukukan penghematan biaya sebesar Rp3,4 triliun dengan metode sentralisasi pengadaan, renegosiasi kontrak jangka panjang dan penurunan konsumsi barang/jasa. Lainnya, juga dilakukan penyempurnaan program pemeliharaan melalui peningkatan TKDN dan reprioritasi aktivitas pemeliharaan peralatan kilang, preventive maintenance mobil tanki dan prioritasi tank cleaning serta penyempurnaan program Docking Panel dan pengurangan durasi pelaksanaan docking,
Gerakan optimalisasi biaya juga masif untuk pengeluaran keuangan, umum dan administrasi. Sektor pendukung ini juga berkreasi dengan penghematan Rp2,5 triliun, lebih tinggi dari target yang ditetapkan yakni sebesar Rp2,3 triliun. Capaian ini diraih dari jurus optimasi beban pajak dan bunga dan optimasi biaya administrasi dan umum, di antaranya pemanfaatan media online untuk optimasi biaya travel dan training pekerja, pembatasan penggunaan jasa konsultan, relokasi gedung perkantoran dengan tarif sewa yang lebih murah serta reprioritas kegiatan promosi, seremonial dan sponsorship. “Dengan menghemat energi dan bahan bakar kilang untuk penggunaan sendiri serta optimasi penggunaan listrik, anggaran Rp403 miliar dapat diefisienkan,” tambahnya.
Selain, berhemat biaya untuk mencetak efisiensi signifikan, Pertamina juga melakukan penghindaran biaya hingga Rp5,1 triliun atau lebih tinggi 10% dari target yang dipatok sebesar Rp4,6 triliun. Untuk mendukung upaya penghematan, Pertamina juga mampu menghasilkan tambahan pendapatan sebesar Rp7,1 triliun atau mencapai 107% dari target 2021 sebesar Rp6,6 triliun.
Program cost optimization merupakan program berkelanjutan. Realisasi program cost efficiency di tahun 2020 sebesar Rp12,6 triliun. Sedangkan realisasi cost optimization sampai April 2022 sebesar Rp2,9 triliun.