
Oleh: Suyono Thamrin
Pemerhati Keterbukaan Informasi Publik dan Dosen Universitas Pertahanan
Keterbukaan informasi publik merupakan suatu keharusan. Karena dalam pengelolaan lembaga publik memerlukan good governance yang termasuk di dalamnya , accountable dan transparency. Hal tersebut mutlak harus ada kalau sebuah badan publik ingin dipercaya masyarakat.
Demikian pula BUMN yang dananya bersumber dari kas negara yakni APBN serta ada pula berupa pinjaman atau private. Namun bila BUMN mengalami kesulitan finansial akan diselesaikan negara. Maka beralasan bila publik perlu mengetahui informasi yang dimiliki BUMN.
Perlu diingat, pegawai negeri merupakan public servant (pelayan publik) tapi yang sekarang yang terjadi malah sebaliknya. Sebagian ASN masih memiliki mindset seperti raja-raja zaman dahulu yang minta dilayani. Sebagai contoh, masih ada ASN yang menggunakan jalan umum menggunakan strobo menyala dan pengawalan polisi sehingga pengguna jalan yang lain harus minggir. Begitu menjadi ASN, mereka bersikap seperti raja.
Keterbukaan informasi publik di BUMN penting supaya masyarakat termasuk para pelaku UKM bisa berpartisipasi kepada BUMN. Diantaranya dengan memenuhi keperluan BUMN yang memang bisa dikerjakan UKM, sepanjang dilakukan melalui tender dan prosedur yang fair. Adaya keterbukaan informasi dapat mendorong terjadinya partisipasi publik dalam mengembangkan BUMN.
Contohnya Dalam pembangunan jalan tol oleh BUMN. Informasi terkait pembutan pagar jalan tol atau pekerjaan lain tidak di-share ke publik tapi hanya diketahui oleh orang-orang terdekat saja. Informasi berbagi pekerjaan di BUMN lebih banyak yang disembunyikan. Akibatnya masyarakat tidak banyak yang mengetahui informasi tender tersebut. Hal tersebut menujukan tidak adanya transparansi serta berpotensi memunculkan bibit –bibit praktek korupsi.
Bila BUMN diibaratkan kupu-kupu yang menghisap ari bunga, janganlah memakan daun. Biar ulat yang memakan daun. Dengan demikian semua entitas bisnis yang besar atau kecil (UMKM) kebagian pekerjaan sehingga terjadi pemerataan kesempatan dan penciptaan lapangan kerja.
Dalam konteks keterbukaan informasi, masih banyak lembaga publik yang belum merespons dengan baik surat-surat yang hanya meminta informasi. Sebagai contoh, mahasiswa yang meminta data untuk bahan penelitian kepada sebuah lembaga publik terkait berapa jumlah bahan bakar yang diterima dan berapa yang dikonsumsi, tidak diberikan hingga mahasiswa tersebut lulus kuliah. Pada era keterbukaan seperti sekarang , kejadian tersebut sangat mengenaskan.
Mengubah Mindset
Pemerintah memang berupaya membangun keterbukaan informasi publik dengan menerbitkan UU No.14 Tahun 2008 yangseharusnya diikuti dengan peraturan turunnya yakni Peraturan Presiden lalu Peraturan Menteri. Dengan kurang lengkapnya aturan turunan terkait keterbukaan informasi publik ini menjadi tantangan bagi ASN bila hendak memaksimalkan keterbukaan informasi.
Selain itu untuk melakukan optimalisasi perlu perubahan mindset yang membutuhkan kebesaran jiwa dari pemimpin lembaga publik. Ini tidak mudah karena tidak semua pemimpin merasa bahwa perubahan terkait keterbukaan informasi adalah sesuatu hal yang penting. Disamping itu ada informasi yang kriterianya tidak bisa dibuka ke publik. Bagi para pihak yang sudah nyaman dengan kondisi keterbukaan saat ini mungkin perubahan tersebut dianggap sebagai musibah bagi kenyamanan mereka.
Seharusnya, peraturan keterbukaan informasi publik dihubungkan dengan pemberian apresiasi dan sanksi. Bagi lembaga yang belum memiliki keterbukaan informasi publik seperti PPID, atau belum ada pejabat pengelola informasi data dan digital pada kantor tersebut, pimpinannya harus siap diganti.
Bila sanksinya seperti itu, akan banyak lembaga publik dan BUMN yang menerapkan secara optimal keterbukaan informasi publik. Begitu juga jika reward and punishment diterapkan secara benar maka bila keterbukaan sudah bagus ASN akan dipromosikan ke posisi yang lebih baik atau mendapat penghargaan.
Agar penerapan keterbukaan informasi bisa optimal juga harus dimulai dari mindset, terutama para leader. Seorang leader harus mempunyai mindset bahwa keterbukaan itu penting. Bukan hanya untuk mencegah agar tidak terjadi korupsi tetapi juga membantu entitas di luar organisasi agar terlibat memajukan organisasinya.
Pemimpin BUMN tidak boleh punya mindset, hanya dia yang tahu cara mengelola BUMN agar lebih baik. Sementara di luar BUMN, banyak pemikiran yang bisa mendukung petinggi BUMN tersebut untuk bisa lebih maju lagi. Semua serba mungkin pada era informasi yang terbuka seperti sekarang. Memang lebih baik BUMN terbuka saja agar masyarakat mendapatkan informasi yang jelas dan transparan.
Begitu pula saat pemilihan direksi dan komisaris BUMN, idealnya aspek keterbukaan informasi menjadi salah satu prasyarat, bukan malah menjadi ajang “bagi-bagi kue”. Kalau pun orang tersebut dikenal baik namun belum memiliki mindset keterbukaan informasi, harus dicarikan penggantinya. Atau jika harus orang tersebut, hendaknya diberi masukan terkait pentingnya keterbukaan informasi.
Keterbukaan informasi juga penting bagi BUMN dalam mengelola potongan gaji para pensiun, askes dan lain-lain milik aparatur sipil Negara (ASN) serta TNI – Polri, seperti Taspen dan Asabri. Dana pensiun yang dikelola Taspen dan Asabri tersebut jumlahnya tidak sedikit. Untuk itu diperlukan pengelolaan yang akuntabel dan transparan sehingga dapat diketahui berapa jumlah uang yang telah dikumpulkan dan berapa yang telah diambil kembali ole para pensiunan.
Sedangkan sisanya harus dikelola dengan baik untuk menjamin likuditasnya jika diperlukan oleh para pensiunan untuk diambil. Jangan sampai dana tersebut disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan pribadi atau golongan.