KPR Berbasis Komunitas, Upaya BTN Tingkatkan Kapasitas dan Akses Rumah Bersubsidi

E-Magazine Januari - Maret 2025

Bumntrack.co.id. Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani beberapa lalu menekankan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) didapat dari rakyat melalui pajak, kemudian digunakan kembali dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat. Pemerintah menggelontorkan dana Rp175,36 triliun untuk memberikan akses rumah subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Tidak sampai disitu, Pemerintah juga membentuk ekosistem pembiayaan perumahan yang mencakup hulu hingga hilir sektor perumahan.

“Ekosistem sektor perumahan ini melibatkan banyak pihak mulai dari sisi supply hingga sisi demand, baik regulator, BUMN, swasta, maupun masyarakat itu sendiri. Guna mewujudkan cita-cita Negara untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi seluruh masyarakat, maka dukungan seluruh pihak dalam ekosistem perumahan mutlak dibutuhkan,” kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Kemenkeu, Rionald Silaban.

Secara sekilas, ekosistem perumahan dari sisi supply menyediakan bank tanah, pengembang, perumnas, BP3 maupun aplikator perumahan yang efisien. Supply tersebut dapat berupa rumah tapak, rumah susun, rumah umum, program khusus, penyediaan tanah dan home improvement. Sedangkan dari sisi demand, melakukan pemetaan/strata kebutuhan rumah. Berdasarkan desil keluarga, masyarakat Indonesia masih banyak yang berada di posisi rentan dengan pendapatan dibawah Rp3,1 juta, penduduk miskin dibawah Rp1,96 juta, hingga non fixed income yang merata dari Rp225.000 hingga diatas Rp297 juta. Khusus untuk masyarakat MBR, income mereka dikisaran Rp4 juta hingga Rp8 juta yang mayoritas merupakan masyarakat fixed income.

Dari sisi penyediaan pendanaan, ekosistem ini didukung oleh TAPERA dan SMF melalui berbagai produk mulai dari KPR komersial, KPR subsidi FLPP, pembiayaan konstruksi, KPBU perumahan, pembiayaan homestay hingga peningkatkan kualitas rumah di daerah kumuh. Dari sisi penyalur, ada Bank BTN, Bank umum, Bank Syariah, BPS hingga lembaga keuangan. Produk yang diberikan kepada masyarakat dapat berupa KPR Program, KPR Komersil, Kredit Multi Guna dan Kredit Mikro.

Beberapa instrumen fiskal yang diberikan antara lain Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), pembangunan Rusun dan Rusus, serta insentif pajak berupa pembebasan PPN dan PPh 1 persen untuk rumah sederhana dan sangat sederhana.

Pada tahun 2022 dana APBN untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pembiayaan perumahan bagi masyarakat dalam bentuk PMN juga dialokasikan kepada Perum Perumnas sebesar Rp1,57 triliun, Bank Tanah, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk sebesar Rp2,48 triliun.

“Dalam ekosistem perumahan, banyak stakheolder terlibat. Dari hulu sampai hilir, mulai lahan sampai rumah yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” kata Direktur Consumer Bank BTN, Hirwandi Gafar dalam diskusi yang digelar Kemenkeu di Jakarta, Rabu (25/1/23).

Menurutnya, backlog perumahan pada tahun 2020 terus meningkat dibanding 2019 mencapai kisaran 12,75 juta. Untuk mengatasi backlog perumahan tersebut, BTN telah menjalankan program sejuta rumah, baik sisi supply pembiayaan maupun demand. “Tapi ternyata backlog belum bisa kita selesaikan,” jelasnya.

Dari statistik yang dimiliki, sebanyak 83 persen backlog perumahan merupakan kalangan MBR. Kemudian, pertumbuhan penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan rumah hingga 1,9 juta per tahun. “Jika rumah yang disediakan satu juta setahun, maka ada penambahan backlog 900.000 rumah per tahun. Sektor informal yang mengakses hanya 9 persen, itu tantangan tersendiri. Oleh sebab itu kepersertaan Tapera dibuka, tidak hanya untuk pendapatan tetap tapi juga informal. Kemampuan dia berapa, akan dilihat oleh bank,” jelasnya.

Saat ini ada 67,1 persen masyarakat tinggal di perkotaan. Diproyeksikan pada 2045, ada 318,9 juta penduduk Indonesia yang 67,1 persen masyarakatnya tinggal di perkotaan. “Kita tidak mungkin membangun rumah tapak di perkotaan, maka kita akan mendorong pembangunan rumah vertikal. Rumah vertikal tidak harus apartemen, tapi kita bisa mulai dari low rise, bangunan bertingkat 4 yang tidak membutuhkan lift atau escalator,” tambahnya.

Pada 2024, lanjutnya, ekosistem perumahan nasional menargetkan rasio kepemilikan rumah mencapai 82 persen atau backlog 13,9 juta rumah dan rasio hunian layak 70 persen (23,3 juta rumah). Pada 2045 diharapkan rasio kepemilikan mencapai 91 persen dengan backlog 8 juta rumah, rasio kepenghunian 100 persen dan rasio hunian layak mencapai 100 persen. “Rasio hunian layak dari 59,5 persen menjadi 100 persen merupakan tantangan yang sangat luar biasa. ini butuh kolaborasi dan diskusi mendalam stakeholder perumahan,” tambahnya.

Bank BTN sebagai kontributor utama program perumahan nasional merupakan bank pertama yang menyalurkan KPR di Indonesia. “Bank BTN menyalurkan KPR sejak 10 Desember 1976 di Semarang Sehingga BTN sudah menyalurkan 5 juta unit rumah yang terdiri dari 4 juta rumah subdisi dan sisanya non subsidi. Alokasi rumah tersebut terbanyak masih di Jawa karena jumlah penduduk pulau Jawa masih banyak dibandingkan Sumatera dan Kalimantan,” tambahnya.

Dalam kontribusi rumah subsidi, BTN secara rata-rata menyerap 90 persen kuota subsidi dari pemerintah. Bahkan market share BTN secara total mencapai 83,6 persen. BTN merupakan bank utama penyaluran KPR subsidi, bahkan BTN menjadi pionir.

Berbagai upaya BTN dilakukan untuk meningkatkan kapasitas dan akses rumah subsidi. Pertama, menyediakan produk end to end, baik dari sisi demand maupun supply. Kedua, BTN juga mengembangkan kerjasama dengan seluruh developer dan stakeholder terkait. Ketiga, BTN mengembangkan KPR berbasis komunitas. “Misalnya di Garut, ada perumahan tukang cukur Garut, itu fenomenal. Mereka secara bersama-sama ingin memiliki perumahan dimana di perumahan tersebut ada sekolah tukang Cukur. Kemudian ada komunitas Gojek, Bluebird, pedagang pasar,” jelasnya.

Keempat, BTN melakukan kerjasama dengan pengembang KPR seperti SMF, BPJS TK, BP Tapera. Kelima, BTN mengembangkan proses bisnis yang lebih cepat melalui digitalisasi. “Sekarang semua proses bisa lebih cepat dan efisien dalam satu wilayah regional,” tambahnya.

Dampak penyaluran KPR yang dilakukan BTN mampu memunculkan multiplier effect terhadap 174 subsektor industri.  “Tadinya di daerah tersebut merupakan lahan tidak produktif, menjadi lebih hidup dengan adanya perumahan. Kemudian munculnya UMKM dan ada pertumbuhan ekonomi baru. Selain itu, mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan sektor konstruksi, hingga mendorong 7.000 pengembang yang terus bertumbuh,” terangnya.

Melalalui Campaign  ‘Hidup Gak Cuma Tentang Hari Ini’ (HGCTHI), selain menyalurkan pembiayaan rumah subsidi, BTN menawarkan beberapa produk kepada masyarakat seperti Batara Spekta, BTN Investa, KPR BTN Platinum dan GAESSS, hingga Mobile Internet BTN. Contohnya, Batara Spekta hidup gak cuma tentang hari ini, tapi juga tentang reward yang spektakuler. KPR BTN GAEESSS, hidup gak cuma hari ini, tapi juga soal nanti harus punya rumah sendiri.

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.