
Jakarta, Bumntrack.co.id – Hingga September 2019, PT Bukit Asam Tbk berhasil membukukan laba bersih Rp3,1 Triliun ditengah kondisi penurunan harga batubara dunia. Hal ini tidak lain hasil dari strategi dan upaya efisiensi yang dilakukan Perseroan.
“Laba Rp3,1 triliun merupakan dampak dari kenaikan produksi dan penjualan selama tahun 2019. Dari sisi produksi dan penjualan, naik 10 persen namun perseroan mengalami tekanan terhadap harga hampir 25% lebih rendah daripada tahun 2018,” kata Direktur Utama Bukit Asam, Arviyan Arivin di Jakarta, Senin (28/10).
Perseroan telah mengantisipasi turunya laba akibat faktor eksternal dengan berbagai langkah-langkah efisiensi operasional. “Kita tetap melakukan efisiensi semaksimal mungkin, mulai dari cara penambangan hingga peningkatan produksi. Namun kita tidak bisa memprediksi fluktuasi harga Batubara di market,” terangnya.
Sampai September 2019, Perseroan mencatatkan kenaikan penjualan batu bara menjadi 20,6 juta ton atau naik 10,7 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Kenaikan penjualan ini ditopang oleh kenaikan produksi batu bara menjadi 21,6 juta ton atau naik 9,6 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya, serta kapasitas angkutan batu bara yang mengalami kenaikan menjadi 17,8 juta ton atau naik 4,7 persen dari periode Januari hingga September 2018.
“Kenaikan penjualan batu bara ini tak lepas dari strategi penjualan yang diterapkan oleh Perseroan dengan menyasar ekspor batu bara ke beberapa negara seperti India, Hong Kong, Filipina dan sejumlah negara Asia lain, serta menyasar pasar ekspor baru seperti ke Jepang dan Korea Selatan. Tak hanya mendorong penjualan ekspor ke negara-negara Asia, Perseroan juga menerapkan penjualan ekspor batu bara medium to high calorie ke premium market.
Pendapatan Usaha tercapai sebesar Rp16,3 Triliun Sampai dengan Triwulan III tahun 2019, Perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp16,3 Triliun, yang terdiri dari pendapatan penjualan batu bara domestik sebesar 56 persen, penjualan batu bara ekspor sebesar 42 persen dan aktivitas lainnya sebesar 2 persen yang terdiri dari penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa.
Pendapatan usaha ini dipengaruhi oleh harga jual rata-rata batu bara yang turun sebesar 7,8 persen menjadi Rp775.675/ton dari Rp841.655/ton di periode sampai degan September 2019 dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut disebabkan oleh pelemahan harga batubara indeks Newcastle (GAR 6322 kkal/kg) sebesar 25 Persen menjadi rata-rata sampai dengan September 2019 sebesar US$ 81,3 per ton dari US$ 108,3 per ton pada periode yang sama tahun lalu, demikian juga indeks harga batu bara thermal Indonesia (Indonesian Coal Index/ICI) GAR 5000 yang melemah sebesar 21% menjadi rata-rata sampai dengan September 2019 sebesar USD50,8 per ton dari USD64,5 per ton pada periode yang sama tahun lalu.