Mewaspadai Jebakan PMN
![](https://bumntrack.co.id/wp-content/uploads/2024/01/Tauhid-Ahmad.jpeg)
Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)
Meski pemberian PMN kepada BUMN bertujuan baik, tetapi dalam prakteknya kerap terjadi jebakan BUMN. Perlu perencanaan yang baik dan selektif dalam pemberian PMN.
Pemberian dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN, ternyata bukan hanya untuk memperkuat modal dan pengembangan bisnis BUMN tetapi juga untuk menjalankan penugasan pemerintah dalam bentuk proyek-proyek. Padahal, salah satu yang terkadang membebani BUMN adalah adanya penugasan pemerintah kepada BUMN sebagai development agent. Ini tak bisa dihindari lantaran BUMN selain berperan sebagai lembaga komersial (ekonomis) juga sebagai agen pembangunan (development agent). Dalam hal ini BUMN memang harus memiliki prioritas program penugasan pemerintah agar bisa memberikan sumbangan berupa dividen kepada pemerintah, manfaat barang, maupun pengembangan UMKM.
Pada BUMN kita terdapat delapan klaster yang penting dioptimalkan sejalan denga program prioritas pemerintah. Bila peran utama BUMN dalam perekonomian lemah maka peran sebagai agen pembangunan juga lemah. Begitu pula sebaliknya. Kalau melihat struktur utama, sekarang ini terdapat sektor pertanian, industri (manufaktur) dan jasa. Pada sektor pertanian kita hanya memiliki PTPN. Adapun pada sektor industri masih kecil porsinya. Dominasi BUMN kita masih pada sektor jasa, antara lain jasa keuangan, asuransi, telekomunikasi dan logistik. Ini kondisi yang tidak seimbang. Maka kalau hendak menyeimbangkan ekonomi, sektor industri dan pertanian juga harus diperkuat. Apalagi tugas BUMN pangan adalah mengamankan dan menstabilkan ketersediaan pangan. Untuk itu, dana PMN seharusnya lebih diprioritaskan kepada BUMN yang bergerak pada sekor industri dan pertanian.
Bila menyoal efektiftas pemberian PMN kepada BUMN, secara sederhana bisa dilihat jumlah BUMN yang memberikan dividen besar dibanding BUMN yang menerima PMN, tidak sebanding. Lebih banyak jumlah BUMN penerima PMN. BUMN pemberi dividen terbesar berkisar lima atau enam perusahaan. Mereka bisa dikatakan tidak terlalu membutuhkan PMN. Ini saja tidak nyambung. Struktur PMN kita yang tidak seimbang ini sudah berjalan lebih dari 10 tahun.PMN yang diberikan kepada beberapa BUMN ternyata tidak banyak mendorong BUMN tersebut melakukan perbaikan. Bila PMN yang diberikan kepada BUMN berskala kecil, hanya menolong agar BUMN tersebut tidak bangkrut, belum sampai pada tahap melakukan perbaikan kinerja sehingga bisa memberikan dividen besar kepada pemerintah. Ini menunjukan dana PMN tidak efektif.
Kalau ingin penyaluran PMN efektif, maka BUMN tersebut harus bisa keluar dari jebakan PMN setidaknya selama lima tahun berturut-turut. Artinya, BUMN tersebut tidak selalu mengandalkan dana PMN. Bila masih berada dalam jebakan PMN, maka BUMN tersebut tidak sehat dan pemberian PMN tidak efektif.
Memang perlu ditelaah penyebab sebuah BUMN tidak bisa keluar dari jebakan PMN. Diantaranya lantaran mendapat penugasan proyek pemerintah. Memang jarang ada BUMN yang untung atau meningkat asetnya lantaran menggarap proyek penugasan. Termasuk swasta pun tidak ada yang berani mengerjakan proyek penugasan karena takut merugi. Misal proyek jalan Tol Sumatera. Secara ekonomis jalan tol tersebut belum menghasilkan keuntungan, tetapi BUMN sudah didorong untuk melakukan pemeliharaan. Ini jelas tidak menguntungkan. Kalaupun tol tersebut dijual, harganya terlalu mahal sehingga swasta tidak berani membeli karena takut merugi. Kalau dijual di bawah harga buku, direksi BUMN tersebut bisa dipenjara. Inilah salah satu bentuk jebakan PMN. Ini baru pada sektor infrastuktur, sektor lain juga ada yang mengalami hal serupa.
Jalan keluarnya, kita harus membuat perencanaan PMN yang baik. Kalaupun hendak memberikan PMN harus sesuai dengan skala bisnis BUMN tersebut. Bila nilai PMN diberikan kepada BUMN yang tidak memenuhi struktur permodalan malah akan menjadi cost. Karena itu tujuan pemberian PMN bukan sebagai penambal kerugian yang dialami BUMN, tetapi untuk memperkuat permodalan dan pengembangan binsis BUMN.
Perbaikan Tatakelola
Hal lain, PMN yang diberikan pemerintah kepada sejumlah BUMN sepatutnya perlu memperhatikan tatakelola BUMN tersebut. Kita mengetahui Menteri BUMN Erick Thohir sedang melakukan proses penyaringan dengan memilih-milah mana BUMN yang berkinerja bagus, BUMN sakit dan mana BUMN yang perlu ditolong. Bila ada BUMN yang terbukti sudah beberapa kali dibantu tetapi belum juga menunjukan kinerja yang bagus dan tidak ada yang bisa diharapkan, maka mau tidak mau harus dilakukan langkah konsolidasi. Baik melalui merger, akuisisi dan sejenisnya.
Namun langkah tersebut harus dilakukan secara cepat dan cermat karena dalam berbisnis membutuhkan keputusan yang tepat. Bila langkah konsolidasi BUMN tidak dilakukan dengan cepat maka target BUMN memberikan dividen kepada pemerintah untuk pembangunan tidak tercapai. Maka dalam konteks pemberian PMN kepada BUMN dibutuhkan tatakelola yang baik.
Kita bisa melihat mana BUMN yang mempunyai tatakelola sudah baik dan yang kurang. Untuk BUMN yang tatakelolanya masih dianggap kurang maka harus dilakukan beberapa hal. Satu, BUMN tersebut harus disuntik dengan energi besar, baik dari sisi SDM, sistem atau budaya perusahaan. Bila perlu dilakukan penggantian terhadap orang-orang yang dinilai tidak memberikan kemajuan bagi BUMN. Jika ada pengelola BUMN yang sudah diberikan kepercayaan oleh manajemen tetapi tidak banyak melakukan perbaikan, maka perlu dilakukan reformasi. Hanya saja, saat ini, bila hendak melakukan perubahan besar, BUMN masih terbentur dengan regulasi dan birokrasi yang harus segera diperbaiki.
Tatakelola BUMN juga menyangkut sisi bisnis. Kalau ternyata dominasi pasar BUMN kalah dengan perusahaan swasta sehingga BUMN sebagai institusi bisnis pemerintah tidak memiliki kesempatan, pemerintah harus tahu diri. BUMN tersebut tidak harus keluar dari market tersebut tapi pemerintah perlu mengawal agar terbangun persaingan sehat antara BUMN dan swasta. Sebaliknya, kalau ada pasar dimana pemerintah melalui BUMN berperan sebagai agen pembangunan, maka BUMN tersebut harus didukung, diperkuat. Kalau kita belajar dari China, ada dominasi BUMN yang kuat pada semua sektor usaha. Dalam hal ini memang diperlukan holding, tetapi juga harus muncul ide kreatif dan inovatif dari pelaku BUMN.