KOLOM PAKAR

Mewaspadai Jebakan PMN

Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif  Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)

Meski pemberian PMN kepada BUMN bertujuan baik, tetapi dalam prakteknya kerap terjadi jebakan BUMN. Perlu perencanaan yang baik dan selektif dalam pemberian PMN.

Pemberian dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN, ternyata bukan hanya untuk memperkuat modal dan pengembangan bisnis BUMN tetapi juga untuk menjalankan  penugasan pemerintah dalam bentuk proyek-proyek. Padahal, salah satu yang terkadang membebani BUMN adalah  adanya penugasan pemerintah  kepada BUMN sebagai development agent. Ini tak bisa dihindari lantaran BUMN selain berperan sebagai  lembaga komersial (ekonomis) juga   sebagai  agen pembangunan (development agent). Dalam hal ini  BUMN memang harus memiliki prioritas program penugasan pemerintah agar bisa memberikan sumbangan berupa dividen kepada pemerintah, manfaat barang, maupun pengembangan UMKM.  

Pada BUMN kita terdapat delapan klaster yang penting dioptimalkan sejalan denga program prioritas pemerintah. Bila peran   utama BUMN dalam perekonomian  lemah maka  peran sebagai agen pembangunan  juga lemah. Begitu pula sebaliknya.   Kalau melihat struktur utama, sekarang ini terdapat sektor pertanian, industri (manufaktur) dan jasa.  Pada sektor pertanian kita hanya memiliki  PTPN.  Adapun pada sektor industri masih kecil porsinya. Dominasi BUMN kita   masih pada sektor jasa, antara lain jasa keuangan, asuransi, telekomunikasi dan  logistik. Ini  kondisi  yang tidak seimbang. Maka kalau hendak menyeimbangkan ekonomi, sektor industri dan pertanian juga harus diperkuat. Apalagi  tugas BUMN pangan adalah mengamankan dan menstabilkan  ketersediaan pangan.  Untuk itu, dana PMN seharusnya lebih diprioritaskan kepada  BUMN  yang  bergerak  pada sekor industri  dan pertanian.

Bila menyoal efektiftas  pemberian PMN kepada BUMN, secara sederhana bisa dilihat  jumlah BUMN yang memberikan dividen besar dibanding BUMN yang menerima PMN,  tidak sebanding. Lebih banyak jumlah BUMN penerima PMN. BUMN pemberi dividen terbesar berkisar  lima atau enam perusahaan. Mereka  bisa dikatakan tidak terlalu membutuhkan PMN.  Ini saja tidak nyambung. Struktur PMN kita yang tidak seimbang ini sudah berjalan lebih dari 10 tahun.PMN yang diberikan kepada beberapa BUMN ternyata tidak banyak mendorong  BUMN tersebut melakukan perbaikan. Bila PMN yang diberikan kepada BUMN berskala kecil, hanya menolong agar  BUMN tersebut tidak bangkrut, belum sampai pada tahap melakukan perbaikan kinerja  sehingga bisa memberikan dividen besar kepada pemerintah. Ini menunjukan dana PMN tidak efektif.

Kalau ingin penyaluran PMN efektif, maka BUMN tersebut harus bisa keluar dari jebakan PMN setidaknya selama lima tahun berturut-turut. Artinya, BUMN tersebut tidak selalu mengandalkan dana PMN. Bila masih berada dalam jebakan PMN, maka BUMN tersebut tidak sehat dan pemberian PMN tidak efektif.

Memang  perlu ditelaah penyebab sebuah BUMN tidak bisa keluar dari jebakan PMN. Diantaranya lantaran mendapat penugasan proyek pemerintah. Memang jarang ada BUMN yang untung atau meningkat asetnya lantaran menggarap  proyek penugasan. Termasuk swasta pun tidak ada yang berani mengerjakan proyek penugasan karena takut merugi. Misal proyek jalan Tol Sumatera. Secara  ekonomis  jalan tol tersebut belum menghasilkan keuntungan, tetapi BUMN sudah didorong untuk melakukan pemeliharaan. Ini jelas tidak menguntungkan. Kalaupun tol tersebut dijual, harganya terlalu mahal sehingga swasta  tidak berani membeli karena takut merugi.  Kalau dijual di bawah  harga buku, direksi BUMN tersebut bisa dipenjara. Inilah salah satu bentuk jebakan PMN. Ini baru pada sektor infrastuktur, sektor lain juga ada yang mengalami hal serupa.

Jalan keluarnya, kita harus membuat perencanaan PMN yang baik. Kalaupun hendak memberikan PMN harus sesuai dengan skala bisnis BUMN tersebut. Bila nilai  PMN diberikan kepada BUMN yang tidak memenuhi struktur permodalan  malah akan menjadi cost. Karena itu tujuan pemberian PMN bukan sebagai penambal kerugian yang dialami BUMN, tetapi untuk memperkuat permodalan dan pengembangan binsis BUMN.

Perbaikan Tatakelola

Hal lain, PMN yang diberikan pemerintah kepada  sejumlah BUMN sepatutnya perlu memperhatikan  tatakelola BUMN tersebut. Kita mengetahui Menteri BUMN Erick Thohir sedang melakukan proses penyaringan  dengan memilih-milah  mana BUMN yang berkinerja bagus, BUMN sakit  dan mana BUMN yang perlu ditolong. Bila ada BUMN yang terbukti sudah  beberapa kali dibantu tetapi belum juga menunjukan kinerja yang bagus dan tidak ada yang bisa diharapkan, maka mau tidak mau  harus dilakukan langkah konsolidasi.  Baik melalui merger, akuisisi  dan sejenisnya.

Namun langkah tersebut harus dilakukan secara cepat dan cermat  karena dalam berbisnis membutuhkan keputusan yang tepat. Bila langkah konsolidasi BUMN  tidak dilakukan dengan cepat maka target  BUMN memberikan dividen  kepada  pemerintah untuk pembangunan tidak tercapai. Maka dalam konteks pemberian PMN kepada BUMN dibutuhkan tatakelola yang baik.

Kita bisa melihat mana BUMN yang mempunyai tatakelola sudah baik  dan yang kurang. Untuk BUMN yang tatakelolanya masih dianggap kurang maka  harus dilakukan beberapa hal. Satu, BUMN tersebut harus disuntik dengan energi besar, baik  dari sisi SDM, sistem atau budaya perusahaan. Bila perlu dilakukan penggantian terhadap  orang-orang yang dinilai tidak  memberikan kemajuan bagi BUMN.  Jika ada pengelola BUMN yang sudah diberikan kepercayaan oleh manajemen tetapi tidak banyak melakukan perbaikan, maka perlu   dilakukan  reformasi. Hanya saja, saat ini,  bila hendak melakukan perubahan besar, BUMN masih terbentur dengan  regulasi  dan birokrasi yang harus segera diperbaiki.

Tatakelola BUMN juga menyangkut sisi bisnis. Kalau ternyata  dominasi pasar BUMN kalah dengan  perusahaan swasta sehingga BUMN sebagai institusi  bisnis pemerintah tidak memiliki kesempatan, pemerintah harus tahu diri. BUMN tersebut tidak harus keluar dari market  tersebut tapi pemerintah perlu mengawal  agar terbangun persaingan sehat antara BUMN dan swasta. Sebaliknya, kalau ada pasar dimana  pemerintah melalui BUMN berperan sebagai agen pembangunan, maka  BUMN tersebut harus didukung, diperkuat. Kalau kita belajar dari  China, ada dominasi BUMN yang kuat pada semua sektor usaha. Dalam hal ini memang diperlukan holding, tetapi  juga harus  muncul ide kreatif dan inovatif dari pelaku BUMN.

Artikel Terkait

Back to top button