Pembinaan dan Pengawasan Keterbukaan Informasi Perlu Dipisah

E-Magazine Januari - Maret 2025

Oleh: Imam Supriyadi

Dosen Universitas Pertahanan, Dosen Universitas Indonesia,  dan Pemerhati Keterbukaan Informsi Publik

BUMN harus pintar menerapkan  keterbukaan informasi publik (KIP). Dalam UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik terdapat aturan terkait  informasi yang dikecualikan.  Untuk itu keterbukaan  informasi  publik jangan dianggap beban melainkan sebagai  kebutuhan. Selain itu peran  sebagai pembina dan penilai keterbukaan informasi jangan dilakukan dalam satu lembaga.

BUMN perlu melakukan keterbukaan informasi kepada publik bukan hanya sebagai badan publik tetapi juga badan usaha yang permodalannya menggunakan uang negara.  Ini berbeda dengan kementerian atau lembaga yang  hanya merupakan badan publik. Maka terkadang BUMN juga bingung,  informasi publik mana yang harus dipublikasikan ke publik.

Bagi BUMN yang  menjalankan bisnis  bersifat monopoli seperti PLN, tentu tidak bermasalah kalau  menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik karena  tidak ada pesaingnya. Tetapi bagi BUMN seperti perbankan,  asuransi  yang mempunyai pesaing,  akan membahayakan bila semua informasi diungkapkan ke publik.

Untuk itu, BUMN perlu membuat  saringan  berkaitan dengan mana informasi yang bisa dibuka ke publik dan mana yang  tidak boleh. Apalagi dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi  Publik terdapat  informasi yang dikecualikan. Misalnya, bila informasi tersebut diungkapkan dapat memengaruhi pertahanan negara. Di sisi lain BUMN juga harus menjaga agar informasi yang disampaikan  tidak menimbulkan kekacauan publik serta tidak diketahui pesaingnya.

Tetapi karena saham BUMN dimiliki negara  dan sumber dananya berasal dari APBN, tetap punya kewajiban mengungkapkan informasi kepada publik.

Dalam kondisi demikian BUMN harus pintar memilah dan memilih informasi mana yang bisa diketahui publik.  Pengungkapan informasi  kepada publik bagi BUMN merupakan kebutuhan bukan kewajiban. Dengan mengungkapkan informasi kepada publik diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan publik kepada BUMN tersebut.

Dampaknya, reputasi BUMN tersebut di mata masyarakat menjadi tinggi. Produk maupun layanan yang dihasilkan BUMN tersebut juga mendapat respons positif dari stakeholders. Bahkan masyarakat menjadi percaya bila berhubungan  dengan BUMN tersebut.

Bukan Kewajiban

Sejatinya pengelola BUMN perlu memahami, keterbukaan informasi bukan sebagai beban melainkan sebagai kebutuhan dalam rangka menarik simpati atau kepercayaan publik.  Ini menyerupai kerja public relations (PR). Dimana PR bekerja untuk meningkatkan citra perusahaan (corporate image)  melalui penyampaian informasi yang  sudah diseleksi. Sehingga informasi  yang disampaikan benar-benar yang dibutuhkan publik.  Misal, informasi yang disampaikan bisa mengedukasi publik sehingga masyarakat menjadi paham terkait informasi tersebut.

Bila masyarakat sudah banyak yang mengakses informasi tentang sebuah BUMN pada  website maupun media sosial, itu sudah merupakan langkah bagus dalam upaya membangun keterbukaan informasi di BUMN.

Misal,  Telkom menyampaikan banyak informasi bagus yang dibutuhkan masyarakat, tentu masyarakat akan senang. Contoh ada informasi yang dibutuhkan akademisi untuk penelitian sehingga bisa menghasilkan banyak teori. Pihak Telkom pun bisa memanfaatkan hasil penelitian tersebut untuk mengembangkan bisnisnya. Namun terkadang ada BUMN  khawatir informasinya bocor sehingga bisa dibaca pesaingnya. Kekhawatiran tersebut mesti diubah. Mindset-nya  adalah keterbukaan informasi publik merupakan kebutuhan  bukan kewajiban.

Keterbukaan informasi publik juga dapat mendorong akselerasi  good corporate governance (GCG).  Kalau  informasinya lebih  terbuka maka publik  akan lebih mengetahui informasi tersebut dan secara tidak langsung  publik pun bisa ikut mengawasi.  Pengawasan tersebut akan menjadi feedback  atau masukan bagi BUMN sehingga bisa mengetahui  informasi   apa  saja yanag diperlukan  publik, apakah dari banyak informasi  yang dibagikan ke publik ada  informasi yang kurang tepat.  Itu semua menjadi  tugas BUMN untuk terus memperbaiki kualitas  keterbukaan informasi yang dilakukannya.

Terkadang ada BUMN yang tidak berani menerima kritik. Padahal pengelola  BUMN harus bersyukur  karena ada mata publik yang membantu  dan cocern mengawasi serta mengkritisi BUMN agar bisa lebih baik. Selain itu juga membantu  pengawasan terhadap BUMN.

 Pengawasan jangan dipandang  sebagai bagian dari punishment tetapi dimaknai sebagai  bagian dari upaya meningkatkan   kinerja  BUMN. Ibaratnya, kita tidak  bisa melihat punggung sendiri, setidaknya mengunakan  kaca atau meminta bantuan orang lain.  Maka mindset  pengelola BUMN terkait keterbukaan informasi harus diubah, bukan lagi sebagai beban tetapi menjadi kebutuhan, literasi dan untuk memperbaiki diri agar governance-nya menjadi lebih baik.

Selama ini kebijakan terkait keterbukaan informasi diamanatkan kepada  Komite Keterbukaan Informasi Publik. Lembaga tersebut   yang membuat regulasi, membina, mengawasi, menilai  dan mengadili  bila terjadi permasalahan. Akan tetapi bila yang membina, mengawasi juga mengadili, tidak akan bisa optimal.  Sebaiknya fungsi pengawasan  KIP diserahkan saja kepada publik supaya tidak ada subjektifitas yang tinggi  dalam penilaian.

Akan lebih objektif bila publik yang menilai sehingga ketika ada BUMN yang dinilai jelek, pengeola BUMN bisa mengukur diri  untuk melakukan perbaikan. Tak hanya itu. BUMN juga harus bekerja keras mengedukasi publik agar  memiliki  kualitas pemahaman keterbukaan informasi yang lebih baik.

Lagi pula jika peran pembinaan dan penilaian keterbukaan informasi dipegang satu  lembaga, akan berpotensi terjadi negosiasi antara pihak yang  diawasi dan pihak yang mengawasi.  Termasuk pula melakukan pengaturan data sedemikan  rupa agar target yang disepakati  seakan -akan sudah tercapai. Jadi, biar masyarakat yang menilai dan merasakan apakah BUMN sudah menjalankan keterbukaan informasi publik atau belum.

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.