Pendistribusian Sembako Butuh Dukungan Pelindo
Pandemi Covid- 19 semakin memperkuat upaya penyebaran beras dan sembako Bulog ke seluruh wilayah Indonesia. Bulog berharap kerja sama yang baik dengan Pelindo I hingga Pelindo IV dalam pembongkaran sembako di pelabuhan, juga dengan ASDP saat armada Bulog menyeberang antarpulau.
BUMN dituntut memiliki kepekaan tinggi terhadap permasalahan yang tengah dihadapi negara maupun masyarakat. Terlebih dalam situasi saat ini, di mana pandemi Covid-19 mengancam Indonesia dan banyak negara di dunia. Sebanyak 210 negara dilaporkan telah terkena virus tersebut.
Begitu pula bagi Perum Bulog, ada atau tidak ada pandemi Covid-19, tugas Bulog melakukan stabilisasi harga di tingkat produsen dan konsumen harus terus berjalan. Upaya menjaga stabilitas harga dilakukan dengan berbagai cara. Misal, saat ini ketika terjadi panen raya padi dengan puncaknya pada bulan April dan Mei, jumlah cadangan beras Bulog akan terus bertambah. Berdasarkan prediksi Badan Pusat Statistik (BPS), target panen mencapai 9 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Namun target penyerapan Bulog tahun ini adalah 1,4 juta ton setara beras. Demikian diutarakan Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi Saleh.
Untuk menjaga stabilitas harga beras di sisi produsen, lanjut Tri, seluruh jajaran Bulog terutama di sentra-sentra produksi seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Nusa Tenggara Barat, tengah berpacu dengan waktu untuk menyerap gabah dan beras petani.
“Namun kami tetap memperhatikan protokol kesehatan dengan menggunakan masker, sarung tangan dan sering melakukan cuci tangan. Begitu pula dengan adanya imbauan pemerintah agar melakuan work from home (bekerja di rumah), karyawan yang di kantor dan di rumah tetap bekerja memonitor untuk melakukan reporting. Sedangkan di lapangan, ‘pasukan’ Bulog merupakan garda terdepan tetap bekerja menyerap pasokan gabah dari petani. Bila para tenaga medis saat ini sibuk mengurusi para pasien, kami pun sedang sibuk memperkuat stok pangan nasional di tengah pandemi Covid-19,” ujar Tri.
Sedangkan dari sisi konsumen, Bulog menjaga agar harga beras tetap stabil meski dalam situasi panen. Biasanya dalam situasi panen harga turun karena supply (pasokan) berlimpah sedangkan demand (permintaan) berkurang. Tapi kondisi saat ini berbeda. Kali ini banyak kementerian, lembaga dan lembaga sosial maupun masyarakat membutuhkan beras banyak untuk memberikan bantuan. Menurut Tri, ini fenomena terbalik. Biasanya dalam periode seperti ini harga beras menurun dan jumlah permintaan sedikit. Sekarang supply tinggi namun harga beras tidak menurun karena permintaan tinggi. Kondisi tersebut juga menjadi perhatian pemerintah.
”Walau demikian, setiap hari Bulog tetap menjaga stabilitas harga pada tingkat konsumen dengan program bernama Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH), sebelumnya bernama Operasi Pasar. Di mana Bulog merealisasikan beras hingga 5 ribu ton perhari sedangkan instruksi Kementerian Perdagangan rata-rata perbulan hanya 2 ribu ton per hari. Namun Bulog tetap mengantisipasi. Di mana dari sisi produsen tetap menyerap beras dari para petani dan di sisi konsumen melakukan stabilisasi harga melalui Program KPSH,” jelasnya.
Pandemi Merupakan Momentum
Tri berpandangan, pandemi Covid- 19 menjadi momentum bagi BUMN pangan untuk bangkit dan mulai banyak yang berharap peran strategisnya. Selama ini Bulog kesulitan melepas stok beras, sementara saat ini stok beras banyak dicari sehingga kehadiran Bulog dibutuhkan masyarakat. Banyak kepala daerah, gubernur, walikota, bupati seringkali mengunjungi gudang Bulog di seluruh wilayah Indonesia. Mereka datang untuk memastikan bahwa stok beras di wilayah mereka aman dan tersedia. “Kalau dulu kunjungan mereka hanya setiap mendekati Lebaran, sekarang hampir setiap minggu,” ujarnya.
Jumlah gudang Bulog hampir 1.600 unit tersebar di seluruh wilayah Indonesia hingga ke wilayah perbatasan. Dari jumlah gudang tersebut, ada 500 kompleks pergudangan. Misal, Kompleks Pergudangan di Kelapa Gading Jakarta Timur terdiri dari dari ratusan gudang. Bahkan sampai di Wamena, Merauke, dan Saumlaki, terdapat gudang Bulog, dengan total kapasitas keseluruhan mencapai 3, 7 juta ton. Kalau stok Bulog hanya 1,4 juta ton harusnya bisa menyerap lebih dari 1,4 juta ton. Ini membantah isu tidak ada space lagi di gudang Bulog.
“Bahkan sempat ada beberapa kepala daerah yang memprotes karena gudang di Sulawesi Selatan ada yang kosong. Sebenarnya gudang tersebut bukan kosong, tetapi dikurangi stoknya dan dikirim ke daerah yang defisit seperti Papua dan Maluku agar ketika panen, gudang tersebut bisa diisi dengan beras baru. Ini bukan berarti Bulog tidak bisa mengelola stok gudang tapi pada bulan April, tetapi Bulog menguras gudang di sentra produksi untuk diisi yang baru. Terlebih menghadapi Ramadan dan Idul Fitri,” urai Tri.
Dengan adanya musibah pandemi Covid- 19, menurutnya, semakin memperkuat kondisi di lapangan. Dari 1,4 juta ton stok beras, Bulog sedang menyebarkan 40.000 ton beras dari Jawa ke luar Jawa. Penyebaran ini bekerja sama dengan Satgas Pangan Mabes Polri sehingga tidak ada lagi isu distribusi sembako terganggu. Bulog, lanjut Tri, juga membutuhkan dukungan dari BUMN lain, di antaranya Pelindo I hingga Pelindo IV untuk mempercepat proses pembongkaran sembako Bulog maupun kebutuhan lain saat di pelabuhan. Saat ini, dari Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan di NTB, Jawa Tengah dikirim ke wilayah Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua.
Menurut Tri, yang menjadi persolan adalah adanya antrian kapal di msing-masing pelabuhan. Namun karena barang tersebut berisi sembako sehingga membutuhkan prioritas sandar dan penangangan cepat. Bulog berharap dalam dua atau tiga hari kapal-kapal yang mengangkut sembako sudah bisa melakukan pembongkaran barang sebab barang-barang tersebut sangat dibutuhkan masyarakat. Di samping itu bila terlalu lama di kapal, kualitas barang menjadi kurang baik.
Distribusi Gula
Selain beras, Bulog juga mengelola gula yang dalam dua bulan terakhir harganya di kisaran Rp17.000 per kg. Padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah Rp12.500 per kg. Terkait gula, tandas Tri, Bulog hanya menguasai sebagian kecil dari total penugasan yang diberikan pemerintah, mayoritas dikuasai swasta. Oleh karena itu terdapat tiga BUMN yakni Perum Bulog, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) yang mendapat penugasan pemerintah untuk mengimpor gula.
“Masing-masing mendapat penugasan impor sebanyak 50.000 ton. Bila gula impor tersebut masuk, Bulog akan segera menyebarkan. Setidaknya Bulog sedang mendistribusikan 16.500 ton gula yang diolah dari pabrik gula Bulog (Gendhis Multi Manis-GMM),” tukas Tri.
Sejak Oktober 2019 sampai Maret 2020, Kementerian Perdagangan tercatat telah mengeluarkan persetujuan impor gula mentah (GM) sebanyak 786.602 ton dalam rangka menjaga stok dalam negeri. Adapun realisasi sampai 1 April tercatat berjumlah 364.130 ton. Bulog juga sudah mendapatkan raw sugar hampir 50.000 ton, yang saat ini sedang diolah. “Kami sedang mengisi gudang gula milik Bulog di seluruh Indonesia. karena itu Bulog berharap kerja sama yang baik dengan Pelindo I hingga Pelinddo IV juga dengan ASDP,” tukas Tri.
Kerja sama juga dilakukan Bulog dengan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR dari sisi logistik. Selanjutnya, Bulog bersinergi dengan PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Persero) atau ASDP dalam pengangkutan gula dari Lampung menuju Jakarta serta ke wilayah lain. Di mana kapal berisi barang-barang Bulog mendapatkan prioritas sehingga langsung masuk kapal di pelabuhan penyeberangan. Dalam tempo dua hari, pengiriman ditargetkan sudah selesai.