Pentingnya Mapping dalam CSR

E-Magazine Januari - Maret 2025

Oleh : Roy Sembel

Profesor Keuangan dan Investasi IPMI International Business School

Corporate Social Responsibility (CSR) mulai ramai di Indonesia sekitar 10 -15 tahun terakhir dan mulai menemukan bentuknya sekitar lima tahun terahir. Sebelumnya pemahaman orang tentang CSR merupakan bentuk charity, hanya membagi-bagikan  rezeki tanpa melihat paper purpose atau tujuan yang dikaitan dengan overall staregy korporasi. Tetapi akhir ini semakin berkembang ilmu tentang CSR, orang pun menjadi semakin tahu  mengenai CSR. CSR merupakan bagian dari governance yang bertujuan memberikan nilai tambah yang besar dan berkelanjutan (sustainable significant value creation) untuk korporasi. Untuk itu perlu adanya transparency, accountability, independent, responsibility dan fairness (TARIF).

Terutama pada aspek responsibility, mereka harus memberikan kontribusi kepada stakeholders (pemangku kepentingan) yang relevan, bukan hanya shareholders (pemegang saham). Karena itu, salah satu yang penting bagi korporasi  adalah public support (dukungan dari masyarakat). Adanya public support tersebut akan terjadi bila persepsi dalam masyarakat bahwa korporasi tersebut bertanggungjawab secara sosial terhadap stakeholders-nya yang relevan untuk berkembang dan bertumbuh bersama. Termasuk bertanggung jawab terhadap masa depan yakni lingkungan.

Untuk itu CSR BUMN harus dirancang agar bisa membantu meningkatkan persepsi masyarakat terhadap korporasi agar menjadi baik dan relevan dengan bisnisnya. Dengan demikian bisnisnya akan mendapat dukungan dari masyarakat dan  regulator. Dalam menjalankan bisnis pun agar lebih mudah, lancar dan orang lebih percaya terhadap perusahaan tersebut. Sehingga beberapa keluhan lantaran menghadapi kepusingan terkait stakeholders yang tidak puas, atau yang melakukan protes, bisa sangat dikurangi. Bisnis perusahaan juga akan menjadi lebih maju karena bisa lebih berkonsentrasi terhadap core competence strategy sehingga mereka bisa berkembang serta mampu menghasilkan nilai tambah lebih besar yang berkelanjutan. Dengan demikian, terdapat keseimbangan karena shareholders mengharapkan sesuatu yang riil dari hasil CSR tersebut. Bukan sekadar menghabiskan dana perusahaan.

Oleh karena itu perlu dirancang target dari pelaksanaan CSR dengan melihat pencapaian target dilakukan secara efisien atau tidak. Agar target tercapai secara efisien perlu adanya kombinasi indikator yang bersifat kuantitatif dan kualitatif dalam melaksanakan dan mengevaluasi program-program CSR tersebut. Dengan demikian, dari sisi governance masihterlaksana. Di mana terdapat transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi (tidak ada konflik kepentingan dalam penyaluran CSR)  dan ada unsur fairness (bagi shareholdes ada nilai tambah) dalam mencapai sebuah CSR yang efektif. Di sisi lain, pencapaian target harus dilaksanakan secara efisien. Untuk itu dalam CSR harus memperhatikan indikator kualitatif dan kuantitatif dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Penyusunan indikator kualitatif dan kuantitatif setiap korporasi akan berbenda-beda. Karena setiap korporasi memiliki  bisnis berbeda, stakeholders yang berbeda serta target CSR yang bebeda pula. Misal indikator kualitatifnya adalah apakah program-prgram CSR tersebut  sudah sesuai dengan visi, misi dan strategi perusahaan. Sementara indkator kuantitatifnya, apakah dengan disalurkan program CSR tersebut maka tingkat kepercayaan masyarakat akan meningkat. Ini bisa diketahui dengan melakukan survei sebelum dan setelah pelaksanaan CSR. Dengan demikian perbedaan sebelum dan setelah pelaksanaan CSR dapat terukur. Program tersebut juga dapat dilaporkan secara transparan disertai pelaksanaan program yang bisa terukur. Begitu pula terkait fairness bisa dipenuhi dengan mengetahui dari masyarakat, regulator, shareholders, apakah sudah terjadi keseimbangan. Dengan demikian unsur governance akan terlaksana.

Begitu pula dengan adanya sinergi BUMN dalam menjalankan CSR pada sebuah daerah, misalnya. Agar tujuan awal bisa tercapai diperlukan mapping awal sehingga bisa diketahui daerah mana yang menjadi prioritas untuk dikembangkan. Jadi, dengan dana yang ada alokasinya menjadi lebih tepat. Karenaa dari mapping bisa diketahui  daerah mana yang prioritas sehingga dapat pula diketahui indikator-indikator yang relevan pada masyarakat di wilayah tersebut. Karena setiap masyarakat memiliki kebutuhan prioritas yang berbeda. Ada daerah yang proritas kebutuhan masyarakatnya adalah clean water (air bersih). Mungkin, di daerah lain prioritasnya adalah akses infrastruktur atau pendidikan. Inilah pentingnya pemetaan awal yang akurat.

 Berdasarkan pemetaan inilah, BUMN bisa merancang strategi secara bersama-sama untuk mengembangkan suatu wilayah dengan program CSR tersebut sekaligus mendukung public support BUMN yang terlibat  dalam CSR tersebut dan relevan. Tidak semua BUMN akan relevan pada satu daerah tertentu. BUMN Perkebunan tentu lebih relevan  bila melakukan CSR di masyarakat daerah pertanian atau perkebunan. Bahkan bisa menjadi ujung tombaknya. Begitu pula  pada daerah yang lebih banyak  konsentrasinya pada infrastrukur akan lebih tepat bila BUMN Karya yang melakukan CSR. Begitu pula daerah yang diarahkan untuk pengentasan kemiskinan atau  pengembangan permodalan, BUMN Perbankan yang lebih relevan. Dengan demikian, setiap daerah memiliki pemetaan dan bsia dibangun sinergi yang lebih tepat.

Yang masih menjadi tantangan bagi CSR BUMN adalah pemetaan awal berdasarkan data yang sudah dimiliki. Selama ini datanya masih lemah sehingga policy yang diambil berdasarkan data yang tidak cukup sehingga cenderung tidak efektif dan efisien. Untuk itu data-data terkait CSR semestinya diperkuat agar mapping menjadi lebih baik. Dengan demikian ada kecenderungan prioritas pengambilan keputusan juga akan lebih baik, program pelaksanan dapat dikendalikan, dapat dimonitor serta dapat diukur secara lebih baik lagi. Dalam konteks itulah penting adanya blue print dan roadmap bagi BUMN yang melaksanakan CSR. 

Blueprint dan strategi ke depan dibuat berdasarkan mapping awal, tidak bisa out of the blue atau tiba-tiba muncul blue print. Maka sekali lagi mapping awal menjadi sangat penting berdarakan data yang lebih akurat. Bila pendataannya diperbaiki, maka perencanaan strategi dan aplikasi program akan lebih efektif dan efisien sehingga hasil CSR akan lebih baik.

Terkait mapping awal, sepatutnya ada kerja sama antara user data dengan lembaga yang sudah terbiasa mengelola data. Dalam hal ini Kementerian BUMN dan Badan Pusat Statisik (BPS). Bila diperlukan bisa juga bekerja sama dengan lembaga pengelola data dari pihak swasta. Bagi pihak swasta yang memang kuat pada data bidang-bidang tertentu perlu dilibatkan karena tidak semua bidang BPS memiliki data yang kuat. Jadi perlu ada sinergi dari pemerintah, baik dari institusi BUMN maupun sektor swasta. Bahkan bila diperlukan, bisa bekerja sama dengan universitas-universitas lokal. Mereka dapat diberdayakan sekaligus dilibatkan dalam CSR untuk membangun kualitas pendidikan yang lebih baik pada wilayah wilayah yang memang sudah menjadi target CSR.    

Ketika kita hendak membangun CSR yang governance, harus dimulai secara paralel dan terintegrasi. Tidak bisa hanya dari Kementerian BUMN atau hanya dari  direksi BUMN dahulu. Baik dari atas atau bawah harus bergerak paralel, saling bekerjasama membentuk suatu ekosistem agar hasilnya lebih terpadu dan komprehensif. Untuk itu perlu dibangun kesadaran. Karena dalam jangka panjang, perusahaan atau BUMN akan mendapatkan hasil yang bagus bila mendapatkan support dari stakeholders. Inti dari CSR dan PKBL adalah berkembang bersama stakeholders.

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.