KOLOM PAKAR

Perlu Disiplin agar Recovery Ekonomi Lebih Cepat

Oleh: Dr Aviliani

          Ekonom Indef

Upaya recovery ekonomi merupakan target yang harus dicapai agar perekonomian tidak terpuruk akibat pandemic Covid-19.  Dalam triwulan I 2020 saja, ekonomi hanya tumbuh 2,97 persen. Diperlukan kedisiplinan masyarakat dalam menekan penyebaran Covid-19. Perusahaan kelas menengah perlu diprioritaskan dalam restrukturisasi UMKM  karena paling banyak menyerap tenaga kerja.

Kalau melihat dampak dari wabah Covid-19, yang lebih dahulu terkena dampak adalah sektor UMKM. Padahal UMKM menyerap 97 persen angkatan kerja di Indonesia. Sedangkan korporasi  besar hanya menyerap 3 persen. Ini yang menjadi kendala sehingga  kejatuhan ekonomi  kita lebih cepat. Pertumbuhan ekonomi Triwulan I/2020 hanya 2,97 persen. 

Pemerintah pun merespons kondisi tersebut dengan mengeluarkan Perpu (peraturan Pemerintah Pengganti UU) dan  hampir semua negara melakukan hal yang sama dari sisi fiskal.

Sedangkan dari sisi moneter diberi pelonggaran. Bahkan Indonesa termasuk yang tidak longgar tidak seperti negara lain, nilai fiskalnya luar biasa. Malaysia saja bisa mencapai Rp800 triliun. 

Perpu tersebut bagus karena bukan hanya membela bank atau sektor keuangan tetapi juga sektor riil. Termasuk dengan adanya  dana recovery yang akan membantu sektor riil atau nasabah. Artinya, bila mereka membutuhkan kredit modal kerja, masih diperbolehkan meminjam kredit lagi. Pada krisis sebelumnya hal itu tidak diperbolehkan. 

Lantas bagaimana dengan bank BUMN? Melihat perolehan laba  dan return earning yang besar, bank-bank BUMN masih cukup kuat. Kalau pun terjadi penurunan profit, bank BUMN masih bisa meraih nilai positif. Hanya saja, jangan sampai bank-bank BUMN nantinya menjadi penyangga likuiditas. Ini berbahaya. Artinya, sejauh laba bank menurun tetapi masyakat mengetahui  karena faktor pandemi, tidak masalah.  Akan tetapi bila pemerintah menyimpan dananya di bank-bank BUMN, ini berbahaya, kecuali bila pemerintah menyimpan dana di Bank BUMN dengan tingkat  suku bunga tertentu, bukan berdasarkan suku bunga pasar. Langkah tersebut masih membantu. Seharusnya dana pemerintah bukan hanya hanya ditempatkan di bank BUMN tapi juga di bank swasta sehingga  playing field bank BUNN dan bank swasta seharusnya sama.

Pada era pandemi ini, sesuai Perpu maka perbankan BUMN  melakukan restrukturisasi yang cukup masif. Seperti BRI yang mempunyai nasabah UMKM paling banyak.Terlebih Bank BUMN juga banyak menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sehingga banyak  UMKM yang bermasalah. Dari empat bank BUMN, hanya BTN yang berada di BUKU III, selebihnya yakni BRI, Bank Mandiri dan BNI berada di BUKU IV. Sementara dari sisi likuiditas, untuk bank BUKU III dan BUKU IV, tidak terlalu problem.  

Disisi lain, restrukturisasi debitur hanya berjangka waktu satu tahun, hingga April 2021. Jangka waktu satu tahun tersebut  harus diperpanjang karena tidak cukup untuk merestrukturisasi kredit. Bila hingga April 2021 UMKM tidak berhasil merestrukturisasi kredit, maka akan masuk ke kategori kredit macet.

Untuk proses penanganan kredit macet ada time line-nya tersendiri sehingga bisa jadi perusahaan tersebut malah ditutup pemiliknya lantaran pemilik/debitur sudah tidak sanggup membayar kredit sama sekali.

Lagi pula demand atau  pasar UMKM tidak bisa langsung membaik karena behavior UMKM sudah langsung berubah yang dikenal sebagai new normal. Dalam era new normal, pelaku UMKM sudah menghitung ulang kebutuhan tenaga kerja. Mereka akan merekrut tenaga kerja namun bekerja di rumah, tidak ke kantor.  Bagi karyawan yang sebelumnya biasa menerima uang lembur, uang makan dan uang transport, sekarang sudah tidak dapat lagi. Berarti daya beli orang  sudah  tidak bisa kembali. Bahkan ketika Covid-19 selesai pun mereka masih mengalami penurunan pendapatan. Ini yang memperlambat proses recovery UMKM.

BUMN non Bank juga akan mengalami problem terkait cash flow. Terutama bagi BUMN Karya, kondisi ini berat. BUMN melakukan pekerjaa dan baru dibayar setelah pekerjaan selesai. Adanya keterlambatan pembayaran proyek kepda BUMN akan berdampak terhadap kemampuan BUMN tersebut membayar kreditnya. Jadi ini seperti lingkaran setan, satu kena, semua kena.

Oleh karena itu BUMN Non bank juga perlu diperhatikan pemerintah. Misal, Garuda yang mengalami maasalah berat, modal kerja perlu ditambah supaya bisa terbang. Kalaupun selama Covid-19 bisa terbang karena disubsidi. Ini terkait pengiriman APD ke daerah dan tugas lain dari pemerintah.

Perlu Prioritas 

Perlu ada prioritas dari pemerintah terkait BUMN Non Bank, mana  BUMN yang perlu dibantu terlebih dulu. Kalau tidak dibantu, cash flow BUMN akan berat. Sektor yang prioritas dibantu misalnya transportasi udara. Transportsi darat juga perlu dibantu bila memang ada masalah. Kedua, sektor terkait  kebutuhan pokok seperti BULOG, maupun sektor lain yang dibutuhkan masyarakat dan tidak bisa ditunda. 

Adapun terkait pemulihan ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19, recovery ekonomi akan memakan waktu lantaran masyarakat kita kurang disiplin. Pemerintah pun mengambil kebijakan dengan melakukan pelonggaran. Seperti sektor transportasi yang sebelumnya ketat, lalu dibuka kembali.  Kenyataannya, meski ada instruktuksi pemerintah harus tetap mengikuti  protokol kesehatan Covid-19 tetap saja tidak  maksimal. Masih terlihat kerumunan di berbagai tempat. Kondisi tersebut bisa mengakibatkan jumlah penderita Covid-19 meningkat lagi. 

Pada akhirnya kita akan semakin lama untuk melakukan recovery ekonomi. Kalau  kita disiplin, proses penyembuhan akan lebih cepat, recovery juga akan lebih cepat. Namun kenyataannya  masyarakat kita sulit diajak berdisplin, terutama di kota-kota besar.

Agar proses recovery ekonomi bisa lebih cepat maka ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Satu, perbaiki daya beli masyarakat karena hal itulah yang paling terdampak dalam krisis kali ini. Bantuan Langsung Tunai  (BLT) dan bantuan sosial (Bansos)  harus secepatnya direalisasikan dengan melibatkan pemerintah daerah (Pemda). Sehingga bila tidak mencapai target, pemerintah pusat tinggal ‘menjewer’ Pemda. BLT sangat  dibutuhkan  karen banyak orang yang mengalami “turun kelas”.

Dua, terkait pengaturan PPh 21, pada era pandemi ini tidak relevan lagi apalagi saat ini sudah banyak yang terkena  pemutusan hubungan Kerja (PHK). Termasuk adanya kartu Pra Kerja, program tersebut  akan baik bila dalam kondisi normal. Dalam situasi pandemi sekarang malah memunculkan kontroversi.

Tiga, sebenarnya yang penting dibantu adalah perusahaan kelas menengah karena menyerap tenaga kerja yang paling banyak. Berbeda dengan usaha pelaku usaha mikro yang lebih banyak untuk kepentingan sendiri. Karena itu, bagi usaha mikro sebaiknya diberikan  BLT saja.  

Yang juga perlu dilakukan pemerintah adalah memilih  pengusaha UMKM yang direstrukturisasi kreditnya. Bagi UMKM yang potensial dan memiliki prospek bagus, bisa diberikan bantuan permodalan. Bisa saja pemerintah menerbitkan obligasi  yang dananya diperuntukan sebagi modal kerja untuk membantu perusahaan. 

Artikel Terkait

Berita Lainnya
Close
Back to top button