KOLOM PAKAR

Perlunya Perpu yang Fokus Menangani Covid-19

Oleh:  Faisal H.  Basri

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and    Finance (INDEF)

Kinerja sektor keuangan selama semester I-2020  masih tumbuh positif 6,48 persen. Jadi sektor keuangan kita relatif  masih solid. Tetapi memang ada beberapa bank  yang termasuk BUKU I dan BUKU II mengalami kesulitasn likuiditas. Bila pandemi ini berlangsung lama,  maka lama-kelamaan semua sektor pun akan rontok.

Masalahnya sekarang, pertama, pengendali kebijakan ekonomi di pemerintahan, termasuk Gubernur BI, Menteri Keuangan  dan sebagainya, agak frustasi  mengelola ekonomi Indonesia saat ini.  Karena mereka tidak mempunyai kuasa untuk mengontrol dan melakukan apapun dalam mengatasi sumber masalah,   yakni  Covid -19  itu sendiri. Mereka memiliki  semua instrumen tetapi tidak memilki instrumen untuk  mengatasi Covid-19.

Oleh karena itu mereka mencari instrumen lain  yang belum ada, dalam bentuk penguatan negara atau  pemerintah untuk “mengambil alih” segala instrumen yang memungkinkan secara lebih cepat. Sebetulnya dalam hal koordinasi  pengelolaan ekonomi tidak  ada masalah, sebagaimana pernah disampaikan Kementerian Keuangan. Apalagi di jajaran pengambil keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  dan Bank Indonesia (BI) ada ex  officio yang merupakan perwakilan Menteri Keuangan. Karena itu, mengherankan bila  masih terdapat masalah penguatan basis data dan informasi yang  terintegrasi. Masih terdapat masalah check and balance antarlembaga.  Ada masalah dalam menganalisis dan mengidentifikasi potensi permasalahan  di sektor jasa keuangan,secara lebih akurat dan rinci.

Pemerintah sedang mengkaji  penguatan sektor keuangan. Namun secara implisit dikatakan, pemerintah sedang mengkaji  penguatan  sektor  keuangan secara terintegrasi.  Termasuk pengintegrasian  pengaturan mikro dan makro prudensial. Jadi,  pemerintah mengatakan, belum membahas revisi rancangan UU BI  hingga saat ini. Padahal, belum membahas tidak berarti belum mengetahui. Jadi, suasananya seperti itu.

Kembali pada sektor perbankan. Bila  terdapat masalah likuiditas pada perbankan, sebenarnya  itu bisa diatasi dengan  bantuan   antarbank.  Sebab  secara umum , likuiditas perbankan tidak  ada masalah. Bahkan pada bulan Agustus 2020 malah posisi dana pihak ketiga (DPK) perbankan mengalami kenaikan  11 persen, sementara kredit perbankan hanya mengalami pertumbuhan satu  persen. Ini menunjukan,  posisi  loan to deposit ratio (LDR) perbankan nasional, rendah sekali.   Karena itu, bank-bank yang  memiliki likuiditas   besar harus berani meminjamkan likuiditas kepada bank yang  lebih   kecil.  Caranya dengan  memperluas penjaminan perbankan, tidak hanya kepada nasabah  atau masyarakat tetapi juga antarbank, seraya membereskan persoalan yang ada, seperti terkait kepemilikan.

Di sisi lain, Sebagai pengawas lembaga jasa keuangan, OJK sudah semakin berani. Contoh, terkait kepemilikan saham Bank Bukopin, Erwin Aksa, putera Aksa Mahmud  sudah tidak boleh lagi  menjamah sektor perbankan,  atau sudah di black-list. Jadi kuncinya bukan pada sektor keuangan, tetapi kuncinya adalah mengatasi Covid-19.

Hanya saja, sampai sekarang, dalam penanganan Covid-19 belum ada strategi jangka pendek dan jangka menengah.  Yang  ada, semua di-by pass dengan  mengandalkan kehadiran vaksin Covid-19 yang belum tentu juga efektif, kalau pun ada. Sebagai contoh, katakanlah  pemerintah melakukan testing  lebih banyak terhadap penderita Covid-19, hingga mencapai 1.200 orang per satu  juta penduduk. Tetapi itu hanya  lebih tinggi dari 12 negara di dunia yang kasusnya di bawah 10 ribu. Terdiri dari 10 negara di Afrika  yang pendapatannya rendah dan menengah rendah, serta dua negara di Asia  yakni Afganistan dan Myanmar. Artinya, pemerintah sudah menghabiskan dana untuk testing, ternyata contact trecing-nya lemah.

Bila seseorang positif terkena  Covid-19, untuk  trecing secara nasional hanya tiga  orang, sedangkan di Jakarta kurang dari dua orang. Jadi, apa gunanya pemerintah  melakukan testing terhadap orang yang diduga terkena Covid -19 bila tidak disertai dengan penelusuran kontak. Akibatnya, Covid-19  terus menjalar hingga mencapai  di atas empat  ribu  kasus. Dalam waktu 11 hari bertambah 50 ribu  kasus. Padahal, sebelumnya  dalam 113 hari bertambah 50 ribu kasus.  Oleh karena itu, mari kita mengatasi  Covid-19 ini, kalau tidak, semua sektor akan terhempas. Semua sektor mungkin akan  memerah.  Mungkin  hanya sektor komunikasi dan informasi yang tidak  merah karena kita semakin banyak menggunakan kedua jasa tersebut.

Kedua,  lantaran menangani Covid 19, tidak saksama,  maka selama sebulan lebih stock market kita diwarnai investor asing yang terus melakukan  net sell hingga Rp43 triliun.Karena itu berapa banyak instrumen  digunakan dan banyak Perpu yang dibuat, tidak akan mampu  mengatasi kemerosotan pertumbuhan ekonomi  yang sudah beberapa kali  direvisi pemerintah. Termasuk Bank Dunia dan OCBC juga merevisi dan melihat adanya penurunan. Karena itu , dalam menyelesaikan penyebaran virus Covid yang diperlukan adalah Perpu untuk mengatasi Covid secara tuntas dan panglima perang yang sigap.

Recovery Pariwisata

Terlihat pemerintah menganggap turis  adalah segalnya sehingga semua dilakukan untuk membangkitkan pariwisata.  Termasuk mengadakan rapat kerja pemerintah yang diadakan di Bintan hingga 300 kamar hotel  penuh. Bila para peserta rapat kerja tersebut sudah pulang,  hotel tersebut akan kembali  sepi. 

Sebenarnya bukan dengan cara tersebut bila hendak melakukan recovery  sektor pariwisata. Data per Agustus 2020, jumlah turis yang masuk  ke Indonesia mencapai 165 ribu orang. Dari jumlah tersebut yang  masuk melalui udara sebanyak 5.500 turis, sedangkan melalui jalan darat dan laut  total sebesar 150 ribu turis. Terdiri dari masyarakat Timor Leste sebanyak  8.400 orang,  Malaysia 58.300, Singapura 1200.  Jadi, hampir semua turis yang melalui jalur darat merupakan tetangga Indonesia.  Mereka biasa mampir ke  Indonesia  untuk  sekadar makan siang atau berlibur. Sedangkan yang melewati udara  berjumlah 5.500. Dari jumlah tersebut  yang berasal dari Cina 2500 orang. Inilah para pekerja yang dipermudah oleh Luhut Panjaitan.

Dengan adanya penerbitan  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu)  dalam menangani Covid, menunjukan bahwa kita sedang dalam kondisi darurat. Tetapi bagaimana  penanganan Covid akan selesai kalau Pilkada terus berjalan.  Bila Pilkada berjalan, diprediksi kasus bisa mencapai   1 juta pada Desember tahun ini. Kemudian, bila terjadi   permasalahan ekonomi ditangani dengan menggunakan Perpu. Seharusnya,  jangan sampai  yang gatal tangan, tetapi kaki yang diamputasi.

Mari kita berpikir secara matang, karena setiap sistem ada postif dan negatifnya. Tetapi di balik itu semua yang penting adalah bagaimana kita melakukan upaya  mengurangi abuse of power. Kalau semua  berada di tangan pemerintah, ketika BUMN  tidak sanggup membayar utang, maka Bank Indonesia disuruh menyalurkan kredit likuditas untuk BUMN. Cepat atau lambat, BUMN  bisa jatuh satu per satu. Inilah yang harus kita jaga dari sekarang. Bukan mengutak-atik genting pada saat badai masih terus berlangsung.

Artikel Terkait

Berita Lainnya
Close
Back to top button