Sejak Alih Kelola, PHR Telah Bor 660 Lebih Sumur Baru
Bumntrack.co.id. Jakarta – PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) sejak alih kelola pada 2021 lalu telah melakukan pemboran sebanyak 662 sumur baru untuk dikembangkan dan menghasilkan energi bagi negeri. Sejak alih kelola Wilayah Kerja (WK) Rokan pada 9 Agustus 2021 lalu, PHR berhasil mempertahankan laju produksi dan bahkan cenderung meningkat pada saat PHR mulai beroperasi. Tercatat, tambahan produksi rata-rata sejak alih kelola hingga kini sebanyak 33 ribu BOPD, sehingga untuk total rata-rata produksi setelah alih kelola setahun terakhir 159 ribu BOPD dan pernah berada pada angka 161,9 ribu BOPD.
“Hingga kini, total ada 662 sumur pengembangan yang sudah kita lakukan, di mana pada 2021 yakni awal alih kelola tercatat 133 sumur, kemudian di tahun 2022 PHR berhasil melakukan pengeboran 413 sumur, dan di tahun 2023 yang baru berjalan hingga April ini PHR telah melakukan pengeboran sebanyak 116 sumur,” kata Corporate Secretary PHR, Rudi Ariffianto di Jakarta, Rabu (19/4/23).
Kegiatan ini merupakan upaya PHR dalam meningkatkan jumlah produksi sebagai bagian dari penopang energi nasional dan untuk menggerakkan perekonomian Provinsi Riau. Terlebih, 100 persen lifting yang dilakukan PHR untuk konsumsi kilang di dalam negeri (domestik).
Sejak alih kelola, PHR juga telah melakukan lebih kurang 27 ribu kegiatan optimasi dan pemeliharaan sumur yang telah ada (eksisting). “Di mana PHR juga melakukan peningkatan aktivitas 26 rig pengeboran dan 52 rig untuk Work Over (WO) dan Well Services (WS),” jelasnya.
Meski gencar melakukan eksplorasi dan pengeboran, PHR tetap menekankan pentingnya aspek keselamatan dan keamanan saat bekerja dengan menerapkan standar Health, Safety, Security and Environment (HSSE). Ini merupakan komitmen PHR dalam menjalankan operasinya yang terus digaungkan ke pekerja hingga mitra kerja PHR.
“Untuk memastikan aspek HSSE ini diterapkan dan berjalan dengan baik oleh pekerja, manajemen kerap melakukan peninjauan ke lapangan (management walk through). Kami juga menegaskan bahwa para pekerja bisa melakukan intervensi pekerjaan jika ada hal yang dirasa tidak aman atau berpotensi membahayakan keselamatan, karena aspek safety (keselamatan) adalah nomor satu bagi PHR,” jelasnya.