KOLOM PAKAR
Trending

Semakin Dekat, Semakin Baik


Oleh : Pratiwi, M.M., CAC, ATP – Konsultan HR, PPM Manajemen

Apa yang semakin dekat maka semakin baik? Tentunya bukan jarak Anda dengan orang lain, karena kondisi pandemi saat ini mengharuskan kita untuk tetap menjaga jarak fisik satu sama lain. Dalam tulisan ini kita akan membahas salah satu prinsip dalam teori Keseimbangan Konsekuensi.

Semakin jauh dan samar-samar (belum pasti) dampak yang dirasakan dari suatu hal, maka hal tersebut akan semakin kurang memengaruhi perilaku seseorang. Sebaliknya, semakin dekat dan pasti dampak yang dirasakan dari suatu hal, maka akan semakin kuat hal tersebut memengaruhi perilaku seseorang.

Masih bingung dengan ungkapan tersebut, mari kita bahas bersama. Contoh nyatanya seperti yang saat ini sedang kita alami, pandemi Covid-19. Jika kita ingat, kondisi dua bulan lalu saat virus corona sudah menyebar di mana-mana namun belum masuk ke Indonesia. Aktivitas dan perilaku kita saat itu terbilang masih normal. Meskipun seluruh dunia sudah mengetahui wabah tersebut, namun karena masih jauh dan samar-samar karena belum masuk Indonesia, maka hal tersebut belum terlalu memengaruhi perilaku kita.

Lain cerita saat pasien positif Covid-19 sudah ditemukan di Indonesia, lalu semakin banyak yang terdeteksi. Perilaku kita pun berubah secara drastis. Penggunaan masker, tidak bersalaman, sering mencuci tangan, bahkan tidak keluar rumah. Hal ini terjadi karena kita menyadari bahwa dampaknya sudah di depan mata, sudah jelas dan pasti, sehingga hal tersebut kemudian sangat kuat memengaruhi perilaku kita.

Di sisi lain, beberapa dari kita mungkin bertanya-tanya, sudah sangat jelas bahwa penyebaran virus corona ini begitu mengerikan, namun mengapa masih ada yang tetap nekat beraktivitas seperti biasa, masuk kerja seperti biasa, berjualan seperti biasa, mencari nafkah seperti biasa.

Jika ditelaah lagi, dampak dari pandemi ini menjadi lebih jauh dan samar-samar jika dibandingkan dengan dampak dari mereka kalau tidak bekerja atau tidak berjualan. Kemungkinan mereka terpapar virus corona jika mereka tetap beraktivitas mungkin 1 banding 1000. Mereka berpikir, saya bisa saja terpapar, tapi masih ada kemungkinan juga tidak terpapar jika menjaga jarak dan menjaga kebersihan. Sementara jika saya tidak bekerja atau tidak berjualan, maka sudah pasti kehilangan pekerjaan atau tidak mendapat penghasilan untuk menghidupi keluarga.

Pada kondisi ini, dampak dari tidak bekerja lebih jelas dan lebih pasti daripada dampak tertular Covid-19, sehingga hal tersebut lebih memengaruhi perilaku orang-orang yang memilih tetap bekerja dan berjualan tadi.

Penulis coba berikan contoh yang lebih sederhana. Pasti Anda pernah melihat pengendara sepeda motor tidak menggunakan helm. Padahal kita tahu bahwa hal tersebut membahayakan dirinya sendiri. Jika kita beritahu orang tersebut “gunakan helm dong, nanti kalau jatuh, kepalanya bisa bocor.” Mungkin mereka akan menjawab “ah saya cuma mau ke depan saja kok, dekat, selama ini juga aman-aman saja.”

Dampak dari jatuh dan kepala bocor itu dirasakan masih jauh dan belum pasti. Belum tentu jatuh, belum tentu kepala bocor, sehingga hal itu tidak terlalu memengaruhi perilaku orang tersebut. Sementara jika kita beritahu ”gunakan helm dong, di depan ada razia polisi.” Reaksi orang tersebut pasti akan langsung menggunakan helm. Mengapa demikian? Karena dampak dari ditilang polisi lebih dekat, jelas, dan pasti.

Lalu apa yang bisa kita pelajari dari beberapa cerita di atas? Jika kita sebagai atasan atau manajemen perusahaan ingin mengubah atau memengaruhi perilaku anak buah atau karyawan kita, maka sebaiknya kita memberikan hal yang dampaknya dapat dirasakan langsung, dekat, jelas, dan pasti oleh karyawan, karena hal tersebut akan lebih kuat memengaruhi perilaku karyawan.

Sebagai contoh penggunaan APD (alat pelindung diri), di lokasi konstruksi. Jika kita imbau agar APD digunakan agar diri selamat, maka belum tentu APD tersebut dipakai, karena mereka merasa belum tentu juga toh saya ketiban semen atau batubata misalnya. Tapi perusahaan sangat paham bahwa hal tersebut mutlak harus dilakukan untuk memitigasi risiko kecelakaan kerja, maka dari itu hampir seluruh perusahaan mewajibkan penggunaan APD, yang berarti jika tidak menggunakan akan langsung mendapatkan Surat Peringatan. Dampak pemberian surat peringatan ini dirasakan langsung, dekat, jelas, dan pasti, sehingga sangat kuat memengaruhi perilaku karyawan.

Contoh lainnya adalah insentif bagi karyawan. Jika dulu kita mengenal insentif atau bonus diberikan tahunan, saat ini sudah cukup banyak perusahaan yang memberikan insentif triwulanan atau bahkan bulanan.

Jika insentif tahunan karyawan akan merasa insentif tersebut masih jauh dan samar-samar, lebih banyak faktor yang memengaruhi ketidakpastiannya. Sementara jika insentif bulanan, dampaknya lebih dekat, lebih terlihat jelas di depan mata, sehingga lebih memengaruhi motivasi karyawan dalam bekerja. Maka dari itu insentif bulanan biasanya diberlakukan terutama untuk para tenaga penjual yang motivasi menjualnya harus selalu terjaga sepanjang waktu.

Atau implementasi lainnya, perusahaan dapat mengadakan lomba-lomba, seperti lomba inovasi, lomba improvement, lomba menyusun program internalisasi budaya, dan sebagainya yang hadiahnya langsung diberikan setelah selesai lomba. Hal tersebut pasti akan jauh lebih kuat memengaruhi perilaku karyawan karena dampak positifnya lebih dekat, jelas dan pasti.

Dengan memahami hal tersebut kita bisa lebih efektif menyusun program untuk memengaruhi atau membentuk perilaku karyawan kita.

Sebab, yang lebih dekat, lebih jelas, dan lebih pasti dampaknya, akan lebih kuat memengaruhi!

Artikel Terkait

Back to top button