Tangguhnya Holding BUMN Keuangan Menghadapi Arus Industri 4.0

E-Magazine Januari - Maret 2025

Oleh: Eki Trisna Amijaya

          Team Leader Retail Policy & Procedure Departement Bank Mandiri,

          Pemerhati Bidang Inovasi Teknologi Dan Corporate Strategy

Hari itu tepat tanggal 27 Juni 1970 ketika Lee Kuan Yew, PM Singapura sekaligus inisiator holding company yang saat itu belum terkenal, Temasek Holding, berpidato dihadapan rakyatnya pada perayaan tahunan ke-10 Community Centre Jalan Tenteram. Dia berkata “What I fear complacency. When things always become better, people tend to want more for less work”. Pidato ini menyiratkan agar rakyat Singapura tetap bekerja dan tidak berpuas diri terhadap kemajuan yang telah dicapai. Kiranya tidak berlebihan jika kita mengambil pelajaran dari sikap pendiri Singapura itu dalam kaitannya dengan pembentukan Holding BUMN Keuangan oleh Kementerian BUMN kabinet Presiden Joko Widodo.

Holding BUMN Keuangan direncanakan sejak tahun 2016 beranggotakan empat bank anggota Himbara yaitu Bank BRI, Mandiri, BNI, dan BTN serta BUMN Keuangan non-bank seperti Pegadaian, Bahana Artha Ventura, dan Pemodalan Nasional Madani (PNM). Tak ketinggalan perusahaan teknologi finansial bergerak dibidang transaksi keuangan seperti PT Jalin Pembayaran Nusantara dan PT Fintek Karya Nusantara.

Inisiatif pembentukan Holding BUMN Keuangan adalah sesuatu yang tidak bisa disamakan dengan holdingholding lainnya semisal holding pupuk, pertambangan, migas, infrastruktur, dan perumahan. Itu karena semua anggota holding mempunyai margin yang positif dan secara akumulasi memiliki nilai rupiah profit yang paling besar di antara holding lainnya. Akan tetapi, besarnya profit margin tidak boleh membuat para stakeholder berpuas diri karena dibutuhkan inovasi terus menerus ke arah yang lebih baik agar BUMN Keuangan mampu menyesuaikan dengan kemajuan zaman, terlebih di era Industri 4.0.

Revolusi Industri 4.0 di Bidang Keuangan

Adalah Klaus Martin Schwab, seorang ekonom Jerman dan pendiri World Executive Forum (WEF), yang mencetuskan konsep Revolusi Industri 4.0 ketika berpidato dalam WEF di Davos Swiss tahun 2016. Menurut Schwab, dunia sekarang memasuki era Revolusi Industri 4.0 di mana revolusi teknologi, terutama dalam dunia digital, mengaburkan garis batas antara lingkungan fisik, digital, dan biologis dalam setiap industri tak terkecuali industri keuangan. 

Revolusi Industri 4.0 memiliki karakteristik dimana pengadopsi teknologi adalah sebesar penduduk dunia dan jarak perubahan waktu antar penemuan teknologi menjadi semakin singkat. Schwab mencontohkan perbandingan adopsi telepon agar digunakan oleh 100 Juta orang memerlukan waktu 75 tahun, sedangkan Instagram membutuhkan 2 tahun, tetapi untuk mobile game Pokemon Go hanya butuh 1 bulan! Schwab juga menambahkan bahwa Industri 4.0 adalah industri yang menekankan penggunaan teknologi baru seperti kecerdasaan buatan (Artificial Intelligence) dan Internet of Things (IoT) yang dipadukan dengan aktivitas manusia. 

Beberapa contoh kegiatan manusia di dunia keuangan yang dipengaruhi Revolusi Industri 4.0 adalah munculnya Cashless Society, investasi easyness, e-commerce untuk produk retail ataupun wholesale, single identity credit scoring untuk mengukur kredibilitas calon peminjam uang, dan juga bergesernya bisnis penyedia layanan transaksi yang juga menyediakan dana talangan seperti GoJek dan Traveloka. Di dalam contoh tersebut, batas antara dunia maya dan fisik akan hilang. Dengan masuknya teknologi, layanan jasa keuangan akan lebih dianggap sebagai komoditas, dimana konsumen sensitif terhadap harga murah, daripada sekedar service, yang mana perusahaan dapat menagihkan premium fee

Mengantisipasi Industri 4.0

Terdapat beberapa aspek yang dapat menentukan keberhasilan inisiatif Holding BUMN Keuangan.

Resource Sharing

Revolusi Industri 4.0 akan menuntut pemegang modal untuk menurunkan harga yang ditawarkan sekaligus peningkatan kualitas produk. Asumsi yang digunakan adalah masuknya teknologi dalam industri dapat meningkatan kecepatan proses sekaligus besarnya kuantitas melalui economies of scale. Oleh sebab itu, cara tercepat untuk membangun efektifitas proses adalah dengan resource sharing antar BUMN anggota holding

Sumber daya paling berharga yang dimiliki lembaga Keuangan adalah data konsumen. Dengan dibentuknya holding, BUMN Keuangan akan mudah berbagi consumer insights kepada BUMN lainnya sehingga tercipta sinergi tanpa barrier formalitas. Tujuan dari sinergi ini adalah terbentuknya Super Big Data Konsumen yang dapat digunakan lebih lanjut untuk menyokong kebutuhan Industri 4.0 contohnya membangun Single Identity Credit Scoring bagi calon peminjam. Semakin banyaknya data yang dikumpulkan maka semakin akurat model risiko yang dibangun sehingga dapat menurunkan lamanya proses assesment konsumen dari sebelumnya. Big Data ini berperan krusial ketika digabungkan dengan konsep Artificial Intelligence (AI) dalam memprediksi output. Berlandaskan Super Big Data itu, AI dapat mempelajari semua kesalahan yang telah dibuat pada masa sebelumnya dan merekomendasikan solusi baru yang lebih baik. Hal ini memudahkan para pengambil kebijakan ditingkat perusahaan dan holding dalam menentukan keputusan strategis.

Penerapan lainnya adalah ATM Link yang telah lebih dahulu berjalan. Sistem yang menggabungkan sumber daya jaringan ATM dari empat bank Himbara ini terbukti dapat menekan ongkos produksi terutama transaction fee antar bank. Ini sangat penting dalam membantu penduduk Indonesia dalam masa transisi menuju Cashless Society atau masyarakat tanpa uang tunai. Benih dari interkoneksi jaringan dalam ATM Link dapat dikembangkan untuk sistem pembayaran tanpa uang cash seperti LinkAja. Salah satu manfaat dari cashless society adalah keamanan transaksi dimana masyarakat tidak membutuhkan uang fisik yang dapat mengundang kriminalitas jalanan.

Spesialisasi dan Competitive Advantage

Anggota Holding BUMN Keuangan terdiri dari perusahaan yang sebenarnya terspesialisasi dengan batas yang kurang tegas. Disinilah Holding berfungsi untuk menegaskan garis spesialisasi sekaligus mendorong perusahaan yang “jago” dalam bidangnya untuk berinovasi menemukan hal baru berpegang pada competitive advantage yang dimiliki.

Demam Industri 4.0 menyebabkan perusahaan startup transportasi seperti GoJek dan Traveloka merambah bisnis pinjaman dengan memberikan dana talangan bagi konsumennya. Juga startup investasi retail seperti Investree dan Modalku mampu menarik investor di pelosok daerah agar menanamkan dananya melalui Peer to Peer (P2P) Lending. Fenomena ini dapat diantisipasi oleh holding dengan memberikan spesialisasi kepada BUMN yang kuat secara teknologi untuk melakukan upaya yang mirip startup. Contohnya BUMN yang berspesialisasi dalam bidang kredit mikro seperti BRI dan Bahana Artha Ventura berkolaborasi membentuk sebuah platform digital yang memungkinkan masyarakat biasa berinvestasi ataupun meminjam uang secara online. Hal ini dimungkinkan karena kedua BUMN tersebut telah mempunyai competitive advantage dibandingkan BUMN lainnya yang juga bergerak di bisnis yang sama.

Lainnya seperti spesialisasi pembiayaan perumahan dapat dipercayakan kepada BTN yang telah memiliki platform digital pengajuan pinjaman griya dengan bunga murah melalui website. Atau juga bidang trade & wealth management yang selama ini melekat pada Bank Mandiri dan BNI dapat diperkuat dengan hadirnya aplikasi mobile yang memudahkan nasabah memantau aset dana yang dimilikinya.

Sebagai penutup, tidaklah berlebihan apabila pembentukan Holding BUMN Keuangan adalah solusi jitu menghadapi arus Industri 4.0 yang diperkirakan akan populer di Indonesia pada tahun 2020. Sinergi yang muncul dari terbentuknya holding diharapkan mengukuhkan kemampuan inovasi BUMN di bidang teknologi.

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.