
Jakarta, Bumntrack.co.id – PT Pelabuhan Indonesia II (IPC) mencetak laba pada kuartal III/2019 mencapai Rp2,21 triliun. Laba tersebut meningkat 18,38 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Sedangkan pendapatan usaha naik 2,41 persen menjadi Rp8,56 triliun.
“Meskipun pelabuhan bergantung pada ekspor-impor, IPC optimistis laba bersih tahun ini bisa melampai laba bersih tahun 2018 yang sebesar Rp2,43 triliun,” kata Direktur Utama IPC, Elvyn G. Masassya di Jakarta, Rabu (20/11).
Untuk mencapai target yang telah ditetapkan, dirinya terus berupaya melakukan terobosan serta efisiensi perusahaan. Apabila dilihat dari sisi kinerja operasional, trafik arus peti kemas hingga kuartal ketiga mencapai 5,62 juta TEUs, naik dari 5,58 juta TEUs YoY. Demikian juga dengan arus non peti kemas terealisasi 43,2 juta ton, naik 1,14 persen dari 42,7 juta ton pada 2018.
Sementara itu, di sisi arus kapal yang keluar masuk pelabuhan, terjadi penurunan sebesar 2 persen, yaitu dari 158,3 juta GT menjadi 154,5 juta GT. Arus penumpang mengalami penaikan lebih dari 80 persen dari 505 ribu penumpang menjadi 905,5 ribu penumpang.
“Arus penumpang yang tumbuh 81,11% persen menunjukkan bahwa moda transportasi laut kembali menjadi alternatif. Kedepannya IPC akan melakukan moderninasi dan digitalisasi sarana dan prasarana di terminal penumpang,” katanya.
Untuk memperkuat persan IPC, perseroan terus mengembangkan ekosistem kepelabuhanan yang nantinya bermuara pada penurunan biaya logistik. Misalnya, akses tol pelabuhan dari atau menuju kawasan industri, yang pengerjaannya terus dikebut. Beberapa ruas Jalan Tol Cibitung-Cilincing (JTCC) diharapkan dapat beroperasi pertengahan tahun 2020. Selain itu, ada proyek strategis lainnya seperti pembangunan dermaga di kanal Cikarang Bekasi Laut (CBL).
“Yang terbaru adalah layanan direct call (pelayaran langsung) ke Rusia. Sebelumnya belum pernah ada pelayaran kapal besar langsung dari dan ke Rusia,” katanya.
Dengan meningkatnya layanan direct call, maka harga barang ekspor semakin memiliki daya saing. Sebaliknya, harga barang impor semakin turun, karena ongkos logistiknya yang semakin rendah.