Pelabuhan berbasis listrik semakin dipandang sebagai solusi utama dalam mengurangi emisi di sektor maritim. Teknologi shore power memungkinkan kapal untuk terhubung ke listrik di darat saat bersandar, sehingga mereka dapat mematikan mesin berbahan bakar fosil yang selama ini menjadi sumber utama polusi udara.
Justin Cross, Port Strategy, Planning and Development Consultant Royal HaskoningDHV menjelaskan sejumlah negara telah mulai mengambil langkah konkret untuk mempercepat transisi energi di sektor maritim. Amerika Serikat dan Kanada, misalnya, melalui Northern Marine Company mengembangkan empat kapal yang menggunakan tenaga listrik dan alternatif lainnya guna menekan emisi.
“Sementara itu, di Vietnam, terminal kontainer Gemalink bekerja sama dengan CMA CGM dan Nike untuk menciptakan rantai pasokan hijau dengan menggunakan kapal listrik,” kata Cross dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh Asian Development Bank (ADB) dan Global Environment Facility.
Di kawasan Pasifik, lanjut Cross, pelabuhan di Samoa mulai menerapkan energi surya dan elektrifikasi untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Pelabuhan Los Angeles menjadi salah satu contoh yang telah menerapkan kebijakan komprehensif sejak 2007. Melalui program Alternative Marine Power, pelabuhan ini mewajibkan kapal yang bersandar untuk menggunakan shore power guna mengurangi emisi secara signifikan.
Namun, kata Cross pentingnya standarisasi global dalam penerapan teknologi ini. Ia menekankan bahwa tanpa adanya keseragaman standar, pelabuhan dan perusahaan pelayaran akan terus menghadapi kendala dalam mengadopsi teknologi shore power secara luas.
“Dibutuhkan koordinasi internasional untuk menciptakan sistem shore power yang kompatibel dengan berbagai jenis kapal. Hal ini akan mempercepat transisi ke energi bersih di sektor maritim,” ujar Cross.
Sementara itu, Boyke Lakaseru, National Project Manager ENTREV, menjelaskan bahwa meskipun ENTREV, yang merupakan bagian dari ekosistem Global e-Mobility dan didanai oleh Global Environment Facility (GEF) bersama ADB, saat ini belum masuk ke aktivitas EV marine, mereka tetap terbuka untuk berkontribusi, terutama dalam pengembangan infrastruktur charging station dan manajemen limbah baterai untuk sektor maritim.
“Dalam berbagai kesempatan, kami juga berpartisipasi dalam dialog dan diskusi mengenai kebijakan infrastruktur penyediaan charging station untuk nelayan. Potensi penghematan bahan bakarnya cukup besar,” kata Boyke.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pada fase ini, sosialisasi merupakan langkah yang dapat dilakukan oleh ENTREV guna membantu advokasi kebijakan di sektor ini. “Kami melihat bahwa elektrifikasi pelabuhan dan sektor maritim memiliki potensi besar dalam mengurangi emisi dan meningkatkan efisiensi energi, sehingga kebijakan yang mendukung transisi ini perlu terus diperkuat,” tutup Boyke.
Dengan meningkatnya kesadaran akan dampak emisi dari sektor maritim, berbagai negara diharapkan dapat mempercepat implementasi teknologi shore power. Langkah ini menjadi bagian penting dalam upaya menciptakan pelabuhan yang lebih ramah lingkungan dan berkontribusi pada pengurangan emisi global.