Indonesia Menuju 1 Juta Barrel Per Hari

E-Magazine Januari - Maret 2025

Jakarta, Bumntrack.co.id – “Tak ada yang lebih kuat dibandingkan gagasan yang waktunya sudah tiba.”

Victor Hugo, sastrawan besar Prancis abad ke-19, menulis itu lebih dari satu abad lalu.

Kalimat sederhana ini menyimpan getaran sejarah. Ia mengingatkan kita: ketika sebuah ide menyatu dengan arus zaman, tak ada kekuatan yang mampu menghentikannya.

Hari ini, di hadapan kita, ada sebuah gagasan yang waktunya telah tiba: Indonesia memproduksi 1 juta barrel minyak per hari—sebagai pijakan menuju kemandirian energi.

Data per hari ini menunjukkan, Indonesia hanya mampu memproduksi minyak paling banyak 600 ribu barrel per day. Sementara kebutuhan riil masyarakat mencapai 1,2–1,4 juta barrel per day.

Artinya, lebih dari 40 persen kebutuhan minyak masih dipenuhi dari impor. Dengan ketergantungan sebesar itu, kita belum layak menyebut diri mandiri energi.

Maka, angka 1 juta barrel per day bukan sekadar target teknis. Ia adalah batas strategis—“angka seksi”—yang menjadi titik awal menuju Indonesia bebas impor minyak, hingga akhirnya mencapai NOL impor.

Bagi sebagian orang, ini hanyalah angka produksi. Namun bagi bangsa ini, ia adalah simbol kedaulatan.

Sebuah penanda bahwa kita mampu kembali berdiri tegak di panggung energi dunia—bukan sebagai penonton atau pengikut, melainkan sebagai pelaku utama yang menggerakkan sejarahnya sendiri.

-000-

Jauh di seberang Samudra Atlantik, dari tanah gersang Texas, Amerika Serikat, lahirlah sebuah kisah yang patut kita renungkan: Permian Basin.

Pada awal abad ke-20, wilayah itu nyaris mati. Ladang tandus membentang, pekerjaan langka, dan generasi muda pergi meninggalkan tanah kelahiran.

Wilayah ini segera mendapat label: “tidak ekonomis.” Sama seperti banyak lahan minyak di Indonesia yang kini juga diberi label serupa.

Semuanya berubah ketika teknologi baru ditemukan: hydraulic fracturing. Dalam kurang dari dua dekade, kota itu bangkit menjadi salah satu ladang minyak terbesar di dunia.

Sekolah dibangun, rumah sakit diperluas, bisnis tumbuh. Dan yang terpenting—anak-anak muda pulang, membawa kembali denyut kehidupan.

Energi tidak hanya menghidupkan mesin, tetapi juga menyalakan kembali mimpi-mimpi yang pernah layu.

Kisah itu relevan bagi kita, karena Indonesia pun pernah memiliki masa emas yang kini hanya menjadi kenangan. Dan sejarah membuktikan: masa emas bisa bangkit kembali.

-000-

Pada 1970-an, Indonesia masuk 10 besar produsen minyak dunia. Kita sejajar dengan raksasa energi seperti Arab Saudi dan Amerika Serikat.

Namun lima dekade kemudian, di tahun 2025, mereka melipatgandakan produksinya, sementara kita merosot separuh.

Kini kita berdiri di persimpangan sejarah: apakah kita akan membiarkan penurunan itu terus berlanjut? Atau kita mengambil langkah berani untuk membalik arah?

Kesempatan kedua seperti ini jarang datang. Dan kali ini, tiga kekuatan besar membuatnya jauh lebih mungkin terwujud daripada sebelumnya.

1. Mandat Politik Tertinggi

Berulang kali, Presiden Prabowo menegaskan komitmennya untuk kemandirian energi.

Mandat dari pucuk pimpinan negara begitu tegas: kedaulatan energi adalah prioritas nasional. Semua roda birokrasi, regulasi, dan kebijakan kini diarahkan ke satu tujuan yang sama.

2. Revolusi AI dalam Industri Migas

Kita hidup di era di mana Artificial Intelligence mampu membaca data seismik, memprediksi cadangan, mempercepat pengeboran, hingga mengelola risiko hukum.

Di Amerika Serikat, integrasi AI telah memangkas biaya, mempercepat temuan, dan meningkatkan hasil. Indonesia bisa menirunya.

AI bukan hanya alat pencari ladang baru, tetapi juga pengoptimal sumber yang sudah ada.

3. Payung Hukum dari UU BUMN Nomor 1 Tahun 2025

Revisi UU ini lebih kondusif bagi risiko bisnis dan perlindungan hukum. Salah satu perubahan paling signifikan menegaskan: keuntungan atau kerugian BUMN adalah milik BUMN itu sendiri. Ini bukan kerugian atau keuntungan negara.

Hal ini memberi ruang bagi direksi untuk mengambil keputusan strategis yang berisiko dengan landasan profesionalitas dan pertimbangan matang.

Selama semua dijalankan sesuai Business Judgement Rule dalam kerangka Good Corporate Governance, tidak ada lagi ketakutan dikriminalisasi hanya karena dianggap “merugikan negara”.

Payung hukum ini membebaskan para pemimpin untuk bertindak cepat, berani, dan visioner.

-000-

Menuju 1 juta barrel per hari bukan sekadar ambisi, melainkan peta jalan yang berpijak pada empat pilar nyata:

1. Penemuan Ladang Baru – No discovery, no sovereignty. Tanpa temuan baru, target hanyalah retorika.

2. Teknologi Terkini – Mengintegrasikan hydraulic fracturing, enhanced oil recovery, dan AI.

3. Kecepatan Eksekusi – Keputusan strategis diambil dalam hitungan minggu, bukan tahun.

4. Tata Kelola yang Kuat – Menghadang oligarki energi dan memastikan setiap tetes minyak berpihak pada rakyat.

Inti dari semua ini adalah sebuah prinsip sederhana namun mendalam: Kedaulatan energi adalah kedaulatan bangsa.

Negara yang bergantung pada impor energi ibarat kapal besar yang mesinnya dikendalikan orang lain—mudah diguncang badai harga global.

Sebaliknya, negara yang menggerakkan mesinnya sendiri akan melaju sesuai arah yang ia pilih.

Mencapai 1 juta barrel per hari bukan hanya soal teknis, melainkan juga soal mentalitas. Ini adalah ujian: apakah kita mampu bekerja lintas generasi, melampaui ego sektoral, dan menempatkan kepentingan nasional di atas segalanya.

-000-

Pertamina tidak perlu berjalan sendirian. Kemitraan strategis yang luas dengan pihak swasta dan negara-negara produsen minyak terkemuka adalah kunci.

Perusahaan energi global dapat mempercepat transfer teknologi, meningkatkan investasi, dan membuka akses ke pasar internasional.

Dengan memanfaatkan jaringan global, Indonesia tidak hanya mampu mencapai kemandirian energi, tetapi juga menjadi pemain kunci dalam peta energi dunia.

Kolaborasi ini akan memastikan bahwa setiap langkah menuju target 1 juta barrel per hari didukung oleh pengetahuan, sumber daya, dan dukungan internasional yang kuat.

Namun Kita tak boleh abai pula pada jejak ekologis. Setiap peningkatan produksi minyak wajib dibarengi teknologi penangkapan karbon dan komitmen paralel pada energi terbarukan.

Dengan demikian, kedaulatan energi tak hanya memenuhi kebutuhan hari ini, tetapi juga menjaga bumi warisan untuk generasi mendatang.

Bayangkan tahun 2029. Kita berdiri di sebuah ladang minyak baru di tanah air. Matahari terbit menyinari rig pengeboran yang berdiri kokoh.

Di bawah tanah, mengalir energi yang bukan hanya menggerakkan mesin, tetapi juga harapan 270 juta jiwa.

Saat itu tiba, kita bisa berkata pada dunia:

Indonesia tidak lagi berjalan di bawah bayang-bayang. Kita tegak dalam cahaya yang berhasil kita nyalakan sendiri.

Ditulis Oleh: Denny JA – Komut PHE

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.