Polemik Berakhir, MK Putuskan Transportasi Gas LPJ 3 Kg Bukan Objek Pajak

E-Magazine Agustus - September 2025


Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengakhiri polemik pajak transportasi gas LPG 3 kg. MK menegaskan bahwa biaya transportasi gas LPG 3 kilogram tidak dapat dijadikan objek pajak, baik Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

Hal ini tertuang dalam putusan MK Nomor 188/PUU-XXII/2024 yang dibacakan baru-baru ini. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa pengenaan pajak harus berdasarkan ketentuan undang-undang, bukan pada keputusan kepala daerah yang menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET). 

MK juga menegaskan bahwa PPN tetap dihitung berdasarkan harga jual barang, bukan berdasarkan biaya transportasi.

“Pengaturan HET LPG 3 kg oleh kepala daerah tidak memiliki kaitan, baik secara formal maupun substansial, dengan ketentuan PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Oleh karena itu, HET tidak dapat dijadikan dasar pemajakkan,” demikian bunyi salah satu poin dalam putusan MK.

Kuasa hukum pemohon uji materi, Cuaca Teger, menyambut baik putusan MK ini. Menurutnya, tindakan memajaki yang bukan objek pajak dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat sebagai bentuk pemerasan.

“Memajaki yang bukan objek pajak adalah tindakan ‘perampokan’ kepada masyarakat karena dilakukan tanpa berdasar undang-undang,” ujar Teger dalam siaran pers yang diterima rri.co.id Jumat (22/8/2025).

Sengketa ini bermula ketika Ditjen Pajak mengenakan PPh dan PPN terhadap biaya transportasi gas LPG 3 kg dari agen ke pangkalan. Padahal, biaya ini diatur berdasarkan keputusan kepala daerah, bukan undang-undang. Kebijakan ini diperkuat dengan Nota Dinas Ditjen Pajak Nomor ND-247/PJ/PJ.03/2021 yang dinilai menyesatkan.

Pemerintah, sebagai pihak termohon, berargumen bahwa selisih harga jual LPG 3 kg di atas harga jual eceran yang ditetapkan Pertamina bisa dikategorikan sebagai penghasilan tambahan dan karena itu dapat dikenai pajak, termasuk melalui skema PPh final 0,5 persen sesuai PP Nomor 55 Tahun 2022.

Namun, argumen ini dinilai inkonsisten oleh Cuaca Teger. “Faktanya, selisih harga itu justru berasal dari HET yang ditetapkan kepala daerah. Jadi pemerintah sendiri sebenarnya mengakui bahwa itu bukan objek pajak,” ujarnya.

Meskipun MK secara formal menolak permohonan uji materi, putusan tersebut tetap memberikan kepastian hukum yang penting. MK dengan tegas menyatakan bahwa biaya transportasi LPG 3 kg bukanlah objek pajak.

“Amar putusan memang menolak, tapi substansinya jelas. MK menegaskan biaya transportasi bukan objek pajak. Kami berharap Dirjen Pajak bisa belajar dari putusan ini dan tidak lagi bertindak sewenang-wenang,” ucap Cuaca.

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.