Terimakasih Sri Mulyani, Selamat Datang Purbaya

E-Magazine Agustus - September 2025

Jakarta, Bumntrack.co.id – Jakarta sore itu menjadi saksi berakhirnya sebuah era keuangan. Langit berawan memayungi aspal Senayan. Seolah alam sendiri ikut bersedih ketika Sri Mulyani resmi digantikan pada 8 September 2025.

Di layar kaca televisi dan handphone, publik terpaku. Berita itu akhirnya datang: Sri Mulyani tak lagi menjabat Menteri Keuangan. Sebagian menahan haru, sebagian menatap kosong. Sebagian lain justru bergembira. Mereka baru saja melepas seorang ibu yang selama ini menjadi jangkar di tengah badai.

-000-

Nama Sri Mulyani identik dengan keberanian menghadapi guncangan. Ia menjabat Menteri Keuangan di bawah tiga presiden: Susilo Bambang Yudhoyono (2005–2010), Joko Widodo (2016–2024), dan Prabowo Subianto (2024–2025).

Di masa krisis global 2008, ia menjaga kapal Indonesia agar tidak karam. Saat pandemi COVID-19, ia menjadi kapten fiskal yang memastikan oksigen tetap mengalir ke rumah sakit dan dapur rakyat.

Pada 2018, dunia memberi penghormatan: Best Minister in the World dari World Government Summit. Pengakuan bahwa seorang perempuan asal Kebumen menjadikan disiplin fiskal sebagai wajah Indonesia di panggung global.

Ia teknokrat tangguh, simbol integritas, sekaligus cermin bahwa kepemimpinan bukan soal jenis kelamin, melainkan soal keberanian menanggung beban bangsa.

-000-

Sri Mulyani dapat dipandang sebagai lentera ketangguhan ekonomi Indonesia, dengan tiga capaian monumental.

Pertama, ia menjaga stabilitas makroekonomi di tengah krisis. Jejaknya terbentang dari guncangan finansial global 2008 hingga pandemi COVID-19. Pertumbuhan tetap bertahan positif ketika banyak negara lain terjerembab resesi.

Kedua, ia menggulirkan reformasi besar dalam perpajakan dan tata kelola anggaran. Program pengampunan pajak melampaui ekspektasi, menghadirkan transparansi, sekaligus menopang penerimaan negara secara berkelanjutan.

Ketiga, ia berhasil menekan defisit APBN kembali di bawah 3%. Sebuah langkah yang mempercepat pemulihan pascapandemi, dan mengukuhkan kredibilitas fiskal Indonesia di mata dunia.

Prestasi ini tidak sekadar angka, melainkan refleksi etis dari kepemimpinan teknokratis yang berakar pada integritas. Dalam dirinya, disiplin fiskal bertemu dengan keberanian moral.

-000-

Namun setiap era punya jantungnya sendiri. Setelah lebih dari satu dekade, aura itu mulai memudar. Ketegasan anggaran yang dulu menyelamatkan negeri, kini dianggap kaku menghadapi tantangan zaman. Ekonomi berjalan lamban, daya beli melemah. Stabilitas tak lagi cukup untuk mengenyangkan meja makan rakyat.

Di pasar Solo, seorang ibu penjual sayur berbisik: “Harga beras naik, pembeli makin sepi.”

Di warung kopi Makassar, seorang tukang ojol berkata lirih: “Order sedikit, cicilan jalan terus.”

Kritik terhadap Sri Mulyani berubah menjadi desakan: rakyat butuh pertumbuhan, bukan sekadar penjagaan defisit.

-000-

Agustus–September 2025 menjadi catatan kelam. Di 107 titik, tersebar di 32 provinsi, massa turun ke jalan. Teriakan protes bercampur asap ban terbakar. Gedung DPRD dijarah, sebagian hangus dilalap api.

Kerugian material ditaksir Rp1,2 triliun. Sepuluh jiwa melayang, lebih dari tiga ribu orang diamankan. Di balik amarah itu, denyut kegelisahan ekonomi jelas terdengar. Pajak makin ekspansif, biaya hidup menekan, nafkah tak sebanding dengan kewajiban yang dipungut.

Rumah Sri Mulyani pun dijarah—simbol bahwa publik melihat wajah fiskal sebagai cermin kecemasan sehari-hari. Namun protes ini bukan sekadar ledakan spontan. Ia adalah gema dari rasa lapar dan rasa takut.

Dari Medan hingga Makassar, dari sawah Jawa Tengah hingga tambang Papua, rakyat bergetar dengan satu nada: stabilitas tak lagi cukup. Yang dituntut adalah pertumbuhan yang nyata di meja makan.

Sejarah selalu menunjukkan: ketika ekonomi goyah, legitimasi ikut retak. Di sinilah pentingnya komando baru ekonomi.

-000-

Presiden menunjuk Purbaya Yudhi Sadewa, ekonom dan mantan Ketua LPS, sebagai Menteri Keuangan.

Ia datang dengan aura pragmatis, penuh optimisme. “Pertumbuhan 8% bukan mustahil,” tegasnya.

Ucapannya bagai tam-tam perang yang memanggil semangat baru: keberanian mengejar laju, bukan hanya menjaga keseimbangan.

Apakah ia sanggup? Publik menunggu.
Jika Sri Mulyani adalah jangkar yang menjaga kapal agar tidak hanyut, maka Purbaya dituntut menjadi layar yang berani menantang angin.

-000-

Dalam mencari arah baru, kita tak bisa berjalan tanpa pelajaran sejarah. Sebagaimana ditulis Carmen M. Reinhart dan Kenneth S. Rogoff dalam This Time is Different: Eight Centuries of Financial Folly (2009), krisis ekonomi bukanlah anomali.

Ia siklus yang berulang: euforia utang, keyakinan bahwa “kali ini berbeda,” lalu kejatuhan yang menghantam rakyat jelata lebih dulu. Namun, di balik catatan pahit itu terselip pelajaran tentang daya tahan.

Pertumbuhan di masa sulit tidak lahir dari sihir kebijakan singkat, melainkan dari disiplin fiskal, restrukturisasi utang, dan keberanian menghidupkan kembali kepercayaan publik.

Satu formula sederhana mengingatkan kita:
Pertumbuhan Ekonomi (Y) = Konsumsi (C) + Investasi (I) + Belanja Pemerintah (G) + Ekspor Bersih (X–M).

Artinya, negara perlu menggerakkan konsumsi rakyat kecil lewat bantuan sosial, merangsang investasi dengan kepastian hukum. Ia menjaga belanja negara yang tepat sasaran, serta memastikan ekspor lebih tinggi daripada impor.

Pesan kontemplatifnya jelas: ekonomi bukan sekadar angka, melainkan psikologi kolektif. Harapan adalah modal, dan integritas kebijakan adalah bahan bakarnya.

Di sinilah masa depan ekonomi Indonesia ditentukan, bukan hanya oleh sosok menteri. Ia melainkan oleh kolaborasi lintas sektor: pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan rakyat. Tanpa sinergi, pertumbuhan hanya menjadi slogan, tetapi dengan keberanian kolektif, stabilitas dan akselerasi dapat menyatu menjadi fondasi kemakmuran berkelanjutan.

-000-

Filosofi besar dari pergantian ini sederhana namun dalam: setiap era punya jantungnya sendiri. Ada masa ketika stabilitas adalah emas, dan Sri Mulyani menjadi penempa emas itu. Kini tiba masa ketika percepatan adalah kebutuhan, dan Purbaya diminta menjadi motor penggerak.

Maka biarlah kita ucapkan terima kasih tulus untuk Sri Mulyani: simbol disiplin, integritas, dan keberanian teknokrat.

Dan dengan semangat yang sama, kita sambut komando baru ekonomi: Purbaya Yudhi Sadewa, yang kini membawa mimpi bangsa untuk berlari lebih jauh.

Karena masa depan Indonesia bergantung pada satu hal: keseimbangan antara kebijaksanaan masa lalu dan keberanian masa depan.

Ditulis Oleh
Denny JA, (Seorang penulis, konsultan politik, intelektual, sastrawan, wirausahawan. Juga merupakan Komut Pertamina Hulu Energi)

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.