
Jakarta, BUMN TRACK – Kemajuan ekosistem ekonomi dan keuangan digital Indonesia yang pesat menjadi lokomotif penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Sejumlah pencapaian Indonesia pada tingkat global menjadi indikatornya.
Diantaranya, Indonesia naik 11 peringkat pada World Digital Competitiveness Ranking. Bila 2019 masih peringkat ke-56, pada 2023 menjadi lebih baik, yakni peringkat ke-45 pada 2023. Indonesia juga berada pada peringkat ke-6 untuk start-up secara global. Termasuk, memiliki start-up inovatif terbanyak atau peringkat ke-1 di ASEAN, serta memiliki 15 unicorn dan 2 decacorn yang sudah mendunia.
Presiden Joko Widodo yang hadir secara langsung dalam acara Opening Ceremony Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) dan Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2024, Kamis (1/08), menegaskan potensi peluang digital Indonesia ke depan dimana ekonomi digital akan tumbuh 4 kali lipat di tahun 2030 mencapai 210 dolar AS – 360 dolar AS. Pembayaran digital juga akan tumbuh 2,5 kali lipat pada 2030 mencapai 760 dolar AS. Demikian dalam rilis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (1/8/2024).
“Jumlah UMKM kita juga sangat besar, 64 juta. Tentu digital UMKM ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi digital dan pembayaran digital kita. Sehingga saya titip, transformasi digital itu harus inklusif, harus berkeadilan. Masyarakat di pinggiran, masyarakat ekonomi lapisan bawah, ekonomi mikro, UMKM, semuanya harus mendapatkan akses dan kesempatan yang sama. Harus mendapatkan perlindungan yang sama. Saya minta kepada OJK dan BI untuk meningkatkan perlindungan masyarakat di sektor ekonomi digital,” ujar Presiden Joko Widodo.
Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, saat ini Indonesia merupakan negara peringkat ke-2 dengan tujuan investasi digital terbesar di ASEAN atau sebesar 21,97 miliar dolar .
“E-commerce Indonesia menyumbang 40 persen pangsa pasar di ASEAN, tahun 2023 kita mencapai 77 miliar dolar AS. Dan juga tentu bonus demografi yang sangat mempunyai kemampuan teknologi ini 53% (dari populasi),” ujar Menko Airlangga.
Menurut Airlangga, dukungan dan fondasi yang kokoh sangat diperlukan untuk memastikan laju lokomotif ekonomi digital tetap stabil. Selain itu juga memberikan manfaat maksimal seperti infrastruktur digital yang merata, talenta digital yang unggul dan adaptif, dukungan penuh bagi start-up dan UMKM, serta regulasi yang adaptif dan melindungi. Hanya saja, penguatan fondasi juga harus diikuti dengan peningkatan inklusi keuangan guna mendukung ketercapaian target inklusi keuangan.
Berbagai program pun dilakukan. Antara lain QR Code Indonesian Standard (QRIS) terus didorong melalui Dewan Nasional Keuangan Inklusif. Kolaborasi dengan pihak ketiga juga dijalankan seperti Program Strive (Mastercard Indonesia) dan Promise 2 Impact (ILO) untuk meningkatkan akses layanan keuangan. Termasuk memperluas literasi keuangan kolaborasi Pemerintah, BI, OJK dan industri. Ini merupakan serangkaian upaya untuk mencapai target inklusi keuangan sebesar 90 persen pada 2024.
“Langkah akselerasi digital ini menjadi fokus untuk inovasi dan investasi ke depan dengan dua hal. Pertama, hilirisasi dari semikonduktor. Indonesia sudah dipilih oleh Amerika dalam Indo Pasific Economic Framework (IPEF) menjadi tujuh negara yang menjadi prioritas dan akan di-placement ITSI Fund. Fund khusus untuk semikonduktor. Yang kedua, ekosistem artificial intelligence, ini untuk peningkatan R&D dan juga tentunya menjadi masuk dalam beberapa kabupaten yang menjadi zona inovasi yang juga mengembangkan futuristik teknologi,” ungkap Menko Airlangga.
Pada akhir 2023 lanjut Airlangga, pemerintah juga telah menyelesaikan kebijakan Strategi Nasional Ekonomi Digital 2030. Tujuannya agar sektor digital dapat berkontribusi pada PDB Indonesia secara bertahap dan akan terus meningkat mencapai 23 persen pada 2045. Sementara pada tingkat regional, Indonesia telah mencapai kesepakatan untuk mengembangkan ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) guna memajukan digitalisasi dan interoperabilitas.
DEFA ini satu-satunya kerjasama ekonomi digital dari seluruh region di dunia. Ini menjadi percontohan juga di dalam pertemuan ministerial meeting di OECD. Jadi ini kita diakui juga di tingkat global,” jelas Airlangga. Adanya program DEFA akan membuat ekonomi digital Indonesia pada 2030 yang diprediksi mencapai 360 miliar dolar AS, meningkat menjadi 600 miliar dolar AS. (*)