
Jakarta, Bumntrack.co.id – Dalam rangka mengamankan pasar baja nasional dari produk impor yang dilakukan secara unfair, salah satu anggota Asosiasi Industri Besi dan Baja Nasional/The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), yaitu PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (PTKS) telah mengajukan permohonan penyelidikan anti dumping atas HRC Alloy impor dari RRT kepada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang mulai diinisiasi oleh KADI sejak bulan Maret tahun 2020.
“Pengajuan penyelidikan anti dumping tersebut merupakan salah satu upaya pengendalian impor baja khususnya dari RRT yang dilakukan dengan cara unfair dan telah menyebabkan kerugian serius bagi produsen baja nasional,” kata Silmy Karim, Chairman IISIA di Jakarta, Jumat (17/9).
Pasalnya, importasi baja masih menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri baja nasional dalam beberapa tahun terakhir. Masuknya baja impor khususnya yang berasal dari Republik Rakyat Tiongkok (China) terindikasi kuat dilakukan secara unfair seperti halnya dumping dan pengalihan pos tarif (circumvention).
Impor tersebut lebih banyak menggunakan unsur “Boron” sebagai unsur paduan yang digunakan untuk merubah pos tarif dari Hot Rolled Coil (HRC) karbon (HS Code 7208) menjadi HRC Alloy (HS Code 7225). Namun secara mekanik dan unsur kimianya produk tersebut tidak lain adalah HRC karbon yang juga secara reguler sudah diproduksi oleh produsen dalam negeri. Hal tersebut dilakukan eksportir dari RRT untuk memperoleh keuntungan agar terhindar dari tarif bea masuk umum (Most Favoured Nation/MFN) dan/atau Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang berlaku.
Sejak 2016, volume impor HRC Alloy dari RRT terus mengalami peningkatan sebesar 114% sampai 2019 menjadi sebesar 451 ribu ton, walaupun pada tahun 2020 mengalami penurunan sebagai dampak dari mewabahnya Pandemi Covid-19. HRC Alloy impor dengan HS code 7225.30.90 ini mendominasi impor HRC asal RRT dengan porsi rata-rata sebesar 81%, serta rata-rata sebesar 98% dari total impor HRC Alloy setiap tahunnya. Kondisi tersebut selain akan berdampak pada penurunan utilisasi produsen HRC karbon yang saat ini masih rendah sebesar 49%, juga akan mengancam investasi yang sudah dilakukan.
“Produsen eksportir dari RRT banyak melakukan ekspor produk bajanya dengan cara unfair seperti halnya dumping dan circumvention dari baja karbon menjadi baja alloy. Faktanya, HRC Alloy impor dari RRT ini sebagian besar memiliki spesifikasi yang sama dengan produk HRC karbon komersial biasa yang secara reguler juga diproduksi oleh produsen nasional. Selain itu harganya juga sangat murah, padahal seharusnya baja alloy sesungguhnya/special steel itu memiliki harga yang jauh lebih tinggi karena hanya digunakan oleh industri-industri tertentu. Kita berharap kedepannya impor baja alloy dari RRT ini dapat dikendalikan dengan pengenaan BMAD,” jelasnya.
Selanjutnya, berdasarkan informasi resmi dari KADI, pada tanggal 03 September 2021 KADI telah menerbitkan Laporan Akhir Hasil Penyelidikan Anti Dumping (Final Determination) yang akan menjadi dasar dalam rekomendasi KADI terkait besaran BMAD terhadap impor HRC Alloy dalam pos tarif 7225.30.90 sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) yang berasal dari RRT. Dalam Laporan Akhir tersebut, KADI merekomendasikan pengenaan BMAD atas impor HRC Alloy yang berasal dari RRT dengan pos tarif ex.7225.30.90 dengan besaran 7,2-50,2% untuk periode pengenaan selama 5 (Lima) tahun. Hal tersebut sangat disambut baik oleh produsen HRC nasional.
“Kami sangat mengapresiasi atas upaya pemerintah khususnya KADI, yang selalu mendukung industri baja nasional dalam upaya pengamanan pasar dalam negeri dari perdagangan curang. Dari hasil laporan akhir tersebut, terbukti bahwa eksportir dari RRT telah melakukan dumping yang menyebabkan kerugian serius bagi industri dalam negeri dan juga negara. Sehingga pengenaan BMAD sangat perlu dilakukan sebagaimana rekomendasi KADI”, Tambah Silmy.
Pihaknya berharap, Kementerian dan Lembaga terkait yang tergabung dalam Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional (PKN) dapat memberikan dukungannya dalam proses pengenaan Bea Masuk Anti Dumping untuk produk HRC Alloy impor dari RRT.
“Dukungan dari Tim PKN serta seluruh pihak terkait lainnya sangat diperlukan untuk mempercepat dan mempermudah proses pengenaan BMAD ini. Bila BMAD ini dikenakan, tentu hal tersebut dapat mendorong terciptanya iklim perdagangan yang sehat selain juga dapat meningkatkan pendapatan negara,” pungkasnya.