BERITA

Ini Sejarah Panjang Proses Restrukturisasi Jiwasraya

Jakarta, bumntrack.co.id – Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia sekaligus Anggota Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya, Mahelan Prabantarikso menungkapkan permasalahan yang melanda Jiwasaraya adalah permasalahan yang fundamental. Permasalahan tersebut terkait likuiditas dan solvablitas yang sudah terjadi sejak 2008 dan tidak diselesaikan dengan solusi yang tepat. Selain itu, Selama 2008 hingga 2018, Jiwasraya banyak melakukan investasi pada high risk asset untuk mengejar high return. Hal tersebut dikarenakan tata kelola (GCG) yang buruk yang dilakukan perseroan.

“Setelah dievaluasi dari beberapa kajian ada, permasalahan likuditas dan solvabilitas seharusnya bisa diselesaikan pada 2008. Juga ada window dressing laporan keuangan akibat kebijakan reasuransi dan revaluasi aset sejak 2008 hingga 2017. Kemudian penerbitan produk asuransi yang bersifat investasi dan bergaransi bunga tinggi untuk memenuhi likuiditas. Lesson learn nya adalah tata kelola diperbaiki lebih dalam,” kata Mahelan Prabantarikso dalam seminar online dan Bedah Buku dengan tema “Rapuhnya Tata Kelola Asuransi dan Dampaknya Terhadap Industri Keuangan di Indonesia” di Jakarta, Rabu (10/3).

Selain itu, ada product mispircing seperti produk Tradisional dengan skema garansi jangka panjang (s.d 14% net) model bisnis yang merugikan sepanjang usia produk. Kemudian, Produk Savings Plan ditawarkan melalui bancassurance dengan Guaranteed Return sebesar 6 persen – 10,35 persen net p.a. guaranteed return selama tahun 2008 hingga 2018 dengan periode pencairan setiap tahun.

“Return yang dihasilkan dari saving plan lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga deposito FY 2018 sebesar 5,2 persen hingga 7 persen. Bond yield idA-idAAA FY2018 antara 8 persen hingga 9,5 persen dan pertumbuhan IHSG -2,3 persen. Dengan guarenteed return yang ditawarkan, lebih tinggi dari pertumbuhan IHSG serta yield obligasi yang dapat dicairkan setiap tahun maka Jiwasraya terus terkena risiko pasar,” jelasnya.

Akar masalah Jiwasraya salah satunya yaitu GCG yang lemah. Aset Jiwasraya banyak ditanamkan di saham yang rata-rata bukan saham pada kategori LQ45. “Banyak saham yang gorengan, sekitar 22,4 persen dan reksadana 59,1 persen. Di sisi lain, ada tekanan likuiditas dari poduk saving plan. Karena ada penurunan kepercayaan nasabah terhadap produk saving plan menyebabkan naiknya pencairan dan penurunan penjualan. Kemudian tidak ada backup untuk memenuhi kewajiban. Kondisi inilah yang disebut dengan gagal bayar,” tambahnya.

Dengan kondisi tersebut menyebabkan tekanan likuiditas dan melemahnya solvabilitas pada Jiwasraya. Dari sisi likuiditas, mayoritas aset investasi yang dimiliki Jiwasraya saat ini unclear dan tidak liquid, produk Saving Plan juga harus diberhentikan penjualannya karena sudah gagal bayar dan sudah bersifat Ponzi. Selain itu, pendapatan investasi terus menurun berbanding dengan peningkatan nilai klaim dan manfaat yang meningkat drastis. Jiwasraya juga mengalami melemahnya nilai solvabilitas dengan nilai Aset yang tidak sesuai dengan nilai pasar. Jiwasraya mengalami negatif ekuitas sebesar Rp38,4 Triliun dan negatif RBC sebesar (minus) 993,3 persen per Desember 2020 (unaudited).

Pihaknya menepis anggapan bahwa solusi yang ditawarkan oleh tim restrukturisasi merupakan solusi sepihak, tidak melibatkan pemegang polis. Jiwasraya telah melakukan pertemuan dengan pemegang polis sampai dengan tahap restrukturisasi. Setelah dievaluasi, ada beberapa opsi yang dilakukan pemerintah. Opsi tersebut yaitu bailot ut, likuidasi, dan restrukturisasi. Bail Out tidak memungkinkan dilakukan sehingga ditempuh opsi B, yaitu restrukturisasi.

“Kita tidak melakukan likuidasi karena pemerintah ikut bertanggung jawab. Berdasarkan opsi-opsi di atas, dengan mempertimbangkan aspek hukum, sosial dan politik, opsi yang paling optimal adalah Opsi B: Restrukturisasi, Transfer, dan Bail In. Landasan restrukturisasi tidak lepas dari ketentuan UU PT dan POJK 71 dan 69,” jelasnya.

Berdasarkan progres restrukturisasi polis Jiwasraya yang dilakukan, per 9 Maret 2021 terdapat sektiar 94.007 polis telah dilakukan restrukturisasi. Jumlah polis korporasi yang telah direstrukturisasi mencapai 62,66 persen sekitar 1.312 polis dari 2.512 polis yang ada. Sedangkan jumlah polis ritel mencapai 32,55 persen mencapai 79.887 polis. Kemudian jumlah polus bancassurance mencapai 73,32 persen atau sebanyak 12.808 polis yang telah direstrukturisasi.

Adapun transformasi yang sudah dilakukan Jiwasraya meliputi pendanaan, bisnis hingga tata kelola sistem dan SDM. Dari sisi pendanaan, Jiwasraya telah menerbitkan REPO senilai Rp1,12 triliun. Jiwasraya juga telah mengoptimalisasi aset properti Rp1,4 triliun, penerbitan MTN senilai Rp500 miliar, dan optimalisasi aset investasi berupa gain atas obligasi senilai Rp410 miliar.

Dari sisi bisnis, Jiwasraya telah menghentikan produk-produk asuransi lama yang merugikan dan minim penjualan, repricing (restrukturisasi) produk-produk dengan profitabilitasnya negatif namun tinggi dari sisi penjualan, meningkatkan penjualan produk baru yang berpotensi mendatangkan profitabilitas, bekerjasama dengan Link Aja dalam penjualan produk asuransi, pembentukan Unit Khusus Bisnis Korporasi, revitalisasi Bisnis Ritel, penjualan produk asuransi baru via digital tumbuh positif dan revitalisasi Keagenan yang saling menguntungkan.

Dalam hal tata kelola, sistem dan SDM Jiwasraya telah meningkatkan tata kelola dan manajemen risiko dimana prinsip meliputi: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, fairness. Selain itu, juga menciptakan standarisasi penempatan portofolio investasi yang ideal dan sesuai aturan, penerapan Manajemen Risiko pada investasi, restrukturisasi organisasi dan perbaikan proses bisnis investasi, penerapan prinsip GCG meliputi: anti gratifikasi, pengendalian informasi, pelaporan pelanggaran, penerapan pedoman etika dan perilaku, hingga pelaporan LHKPN.

Lesson Learn yaitu perlunya Integrated Governance Risk Compliance (GRC) yang merupakan kumpulan kemampuan yang terintegrasi yang memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuan secara andal, mengatasi ketidakpastian dan bertindak dengan integritas,” tegasnya.

Artikel Terkait

Back to top button