Jastip, Menguntungkan Pribadi Tapi Merugikan Negara dan Industri Domestik

E-Magazine Januari - Maret 2025

Jakarta, Bumntrack.co.id – ‘Jastip’ atau jasa titipan menjadi cara favorit bagi masyarakat untuk membeli barang tanpa harus bepergian ke luar negeri. Namun sayangnya, metode ini justru kerap disalahgunakan oleh para pelaku jasa titipan dengan membawa barang melebihi ketentuan yang berlaku. Setidaknya hingga 25 September 2019, Bea Cukai Soekarno-Hatta telah meiakukan penindakan terhadap 422 kasus pelanggaran terhadap para pelaku jasa titipan.

“Berdasarkan informasi dari publik dan pedagang resmi di ritel-ritel domestik, kita berhasil mendeteksi adanya pergeseran modus dari yang sebelumnya dengan menggunakan split sekarang modelnya masih mirip-mirip yaitu Jastip. Jastip ini menggunakan orang-orang yang langsung membeli barang itu di luar negeri kemudian dititipin untuk dibawa ke dalam negeri, seakan-akan yang bersangkutan adalah pemilik barang tersebut,” kata Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi di Jakarta, Jumat (27/9).

Penindakan terkini yang dilakukan Bea Cukai Soekarno-Hatta dilakukan pada Rabu (25/09) terhadap satu rombongan yang menggunakan modus memecah barang pesanan jasa titipan kepada orang-orang dalam rombongan tersebut. Dalam rombongan tersebut terdapat empat belas orang. Masing-masing orang setidaknya nembawa tiga hingga empat jenis barang yang terdiri dari tas, sepatu, iPhone 11, kosmetik, pakaian, dan perhiasan.

Penindakan yang dilakukan tersebut di atas menambah daftar panjang penindakan yang telah dilakukan Bea Cukai Soekamo-Hatta terhadap para pelaku jasa titipan yang tidak mematuhi ketentuan. Setidaknya telah dilakukan sebanyak 422 penindakan dengan total hak negara yang berhasil diselamatkan sekitar Rp4 miliar.

“Dari 422 kasus tersebut, penerbangan yang paling sering digunakan pelaku jasa titipan antara lain berasal dari Bangkok, Singapura. Hongkong, Guangzhou, Abu Dhabi, dan Australia. Sebanyak sekitar 75 persen kasus jasa titipan didominasi oleh barang-barang berupa pakaian, kosmetik, tas, sepatu dan barang-barang yang bernilai tinggi lainnya,” terangnya.

Keberhasilan petugas dalam mengendus modus “splitting’ barang jasa titipan diawali dari informasi masyarakat dan kemudian petugas melakukan analisis diikuti dengan penindakan terhadap penumpang yang telah dicurigai. Modus ‘splitting’ masih menjadi metode yang kerap digunakan para penyedia jasa titipan. Hal ini untuk mengakali batas nilai pembebasan sebesar USD500 per penumpang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

Selain itu, metode lain yang juga sering dilakukan para pelaku jasa titipan adalah dengan menggunakan kurir dan melalui barang kiriman. Dalam hal ditemukan pelanggaran oleh petugas Bea Cukai, maka batas nilai pembebasan tidak berlaku. Selain itu, pelaku jasa titipan juga diminta untuk membuat Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PlBK) dan membayar kewajiban berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Jika pelaku jasa titipan ternyata tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), maka petugas akan meminta untuk membuat NPWP agar datanya dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Selain menjadi modus pada barang bawaan penumpang, modus “splitting” juga masih acap kali digunakan pada barang kiriman. “Masih terdapat beberapa oknum pedagang yang memanfaatkan ‘de minimis value’ barang kiriman dengan cara memecah barang kiriman menjadi beberapa pengiriman dan di bawah ‘de minimis value’ dalam hari yang sama yang jumlahnya sangat ekstrim.

Sejak Bea Cukai menerapkan program anti “splitting” melalui PMK-112/PMK.04/2018 di Oktober 2018, terdapat 72.592 consignment notes (CN) yang berhasil dijaring di tahun 2018 dengan nilai mencapai Rp4 miliar dan naik di tahun 2019 sampai dengan bulan September 2019 sebanyak 140.863 CN dengan nilai penerimaan mencapai Rp28,05 miliar. Sebagian besar barang yang terjaring antara lain barang dari kulit, arloji, sepatu, aksesoris pakaian, part elektronik, dan telepon genggam. Program anti “splitting” ini merupakan smart system berupa sistem komputer pelayanan yang akan mengenali secara otomatis nama-nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak impor.

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.