Devia Mom melempar senyum lebar saat menjalani rutinitasnya menjemur biji kakao. Lelaki asli Papua tersebut berdiri setelah merogoh segenggam biji kakao dari hamparan tempat penjemuran dan sedikit menengadahkan wajahnya ke langit lantas memanjatkan asa seolah membayangkan, jika tambang anggota Grup MIND ID, PT Freeport Indonesia sudah tidak lagi beroperasi, maka biji kakau akan menjadi komoditas andalan penyelamat di Papua.
Devia merupakan Ketua Koperasi Buah Dewa (KBD), yang fokus menggarap biji kakao dari hasil perkebunan cokelat di Kampung Utikini Dua, Distrik Kuala Kencana, Kabupaten Mimika, Papua. KBD merupakan salah satu koperasi binaan anggota Grup MIND ID, PTFI. Devia bercerita nama dewa sengaja dipilih sebagai upaya untuk mempromosikan kakao sebagai buah yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Ia meyakini bahwa biji kakao akan menjadi sumber kesejahteraan warga Mimika sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi baru Mimika pengganti aneka hasil galian tambang anggota Grup MIND ID, PTFI berupa emas, tembaga, hingga perak. Sebab, izin usaha tambang PTFI di Mimika, Papua akan berakhir pada 2041, atau sekitar 18 tahun lagi.
Jika izin pertambangan tersebut tidak diperpanjang, aktivitas pertambangan di sana akan tutup usia. Hal ini tentu kabar buruk bagi warga Mimika karena hasil tambang tersebut menjadi penyumbang terbesar produk domestik regional bruto (PDRB) Mimika.
Karenanya, Devia tak pernah mengendurkan semangatnya untuk tetap menjalani aktivitas sebagai petani kakao dan mengembangkan KBD sebagai salah satu program pertanian dataran rendah Divisi Community Affairs PTFI untuk tetap eksis dan menyediakan sumber pendapatan alternatif bagi warga Mimika.
KBD mulai berdiri sejak 2012 silam. Terkini, koperasi itu beranggotakan sebanyak 300 anggota aktif dari 500 anggota yang terdaftar. Menurut Devia, mayoritas anggota KBD merupakan warga asli Papua dari suku minoritas di Mimika seperti Dani, Damai, Moni, Mee, dan Nduga yang tinggal di Distrik Kuala Kencana, Mimika Timur. Hingga 2020, total lahan kakao anggota KBD ada sekitar 228 hektar.
“Siapa pun bisa jadi anggota. Syaratnya, punya lahan perkebunan. Bibit kakao bisa didapat cuma-cuma dari koperasi, berapa pun jumlahnya. Anggota juga mendapat pupuk dan alat-alat pertanian kecil,” ujar Devia.
Hasil panen buah kakao nantinya bisa diserahkan kepada KBD yang merupakan perantara petani dengan industri pengguna biji kakao. KBD pun kini memiliki kontrak jual beli dengan PT Cargill Indonesia di Jawa Timur dan PT Mars Symbioscience Indonesia, yang bermarkas di Sulawesi Selatan.
Saat cuaca bagus, kata dia, tiap enam bulan sekali bisa menghasilkan tiga ton biji kakao kering yang langsung dikirim ke pabrik. Dari hasil panen petani, KBD mengambil untung Rp5.000 per kilogram. “Kalau pabrik bisa beli Rp 30.000 per kg kami beli dari masyarakat Rp 25.000 per kg. Jadi tidak tetap, menyesuaikan harga dari pabrik,” katanya.
Penanggung jawab program perkebunan kakao dari Community Affairs PTFI, Sem Kabuare mengatakan kehadiran KBD sangat sesuai dengan tujuan perusahaan anggota grup MIND ID, PTFI yakni bisa menumbuhkan sektor perekonomian lain agar masyarakat bisa lebih mandiri. Keunggulan pohon kakao yakni mampu berbuah sepanjang tiga tahun setelah bibit ditanam tanpa budidaya dan perawatan yang sulit.
Sekretaris Perusahan BUMN Holding Industri Pertambangan MIND ID, Heri Yusuf mengatakan kesuksesan KBD merupakan salah satu contoh keberhasilan anggota Grup MIND ID dalam mendorong upaya kemandirian ekonomi warga masyarakat di sekitaran wilayah area operasi pertambangan grup MIND ID.
“Kita akan terus berkomitmen untuk mendorong perekonomian warga masyarakat agar lebih sejahtera karena memang hal ini sesuai dengan cita-cita perusahaan yakni memberi kontribusi positif perekonomian, lingkungan dan kehidupan masyarakat,” katanya.