Peran Sektor Perumahan, SMF: Meningkatkan Ekonomi dan Mengentaskan Kemiskinan

FGD Sektor Perumahan yang digelar SMF (Foto: SMF).
E-Magazine November - Desember 2024
FGD Sektor Perumahan yang digelar SMF (Foto: SMF).

Jakarta, BUMN TRACK – PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) (SMF) menginisiasi Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan topik “Peran Sektor Perumahan sebagai pendorong Perekonomian dan Pengentasan Kemiskinan Nasional”.

FGD dihadiri para pemangku kepentingan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, perwakilan perbankan, BP Tapera, para pakar dan pengamat perumahan bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan, merumuskan strategi, dan rekomendasi kebijakan terkait peran sektor perumahan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan untuk mendukung program pemerintah selanjutnya.

SMF selaku Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan dibawah Kementerian Keuangan yang juga merupakan Sekertariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan akan menyampaikan hasil detail FGD ini sebagai sumbangsih Sekretariat kepada Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tanggal 25 Agustus 2024. Tanggal ini dipilih sebagai bagian dari peringatan hari Perumahan Nasional 2024.

“Hasil kajian PT SMF bersama DTS Indonesia tahun 2023, menunjukkan bahwa untuk setiap Rp1 Triliun yang diinvestasikan pada sektor perumahan, dapat meningkatkan PDB sekitar Rp1,9 Triliun, pengurangan kemiskinan hingga 6.107 orang, dan berdampak pada 185 sektor lainnya, termasuk di dalamnya sektor pendidikan dan kesehatan, dua sektor penting dalam peningkatan kualitas SDM dan pengentasan stunting,” jelas Ananta Wiyogo, Direktur Utama SMF dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (5/8/24).

Terdapat empat indikator dari kelayakan hunian, yaitu, akses air bersih, akses sanitasi layak, ketahanan bangunan, dan luas bangunan. Berdasarkan data Survei Sosio Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 yang diolah SMF mencatat bahwa sebanyak 26,92 juta rumah tangga (ruta) Indonesia, atau sekitar 36,85%, masih tinggal di rumah tidak layak huni (RTLH). Sedangkan backlog kepemilikan mencapai angka 9,91 juta (13,56%) ruta.

Poin penting yang perlu diperhatikan adalah, terdapat irisan antara isu RTLH dan backlog kepemilikan, sehingga isu perumahan terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1) masyarakat yang tinggal di hunian milik tidak layak sebanyak 22,43 juta ruta (30,71%); 2) masyarakat yang tinggal di hunian non milik tidak layak sebanyak 4.49 juta ruta (6,15%); dan 3) backlog kepemilikan 5,42 juta ruta (7,42%). Sehingga jumlah rumah tangga Indonesia yang masih memiliki permasalahan perumahan mencapai angka 32,34 juta ruta (44.27%) pada tahun 2023.

SMF mengusulkan agar intervensi di sektor perumahan dapat berjalan efektif dan efisien dari sisi anggaran, maka intervensinya harus tersegmentasi berdasarkan empat dimensi sosio ekonomi, yaitu: 1) isu yang dihadapi, kelayakan hunian vs. kepemilikan; 2) kemampuan ekonomi, miskin dan rentan vs. masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) vs. non MBR; 3) lokasi tinggal, perkotaan vs. perdesaan non pesisir vs. perdesaan pesisir; 4) jenis pekerjaan, formal vs. informal.

Fokus utama intervensi pemerintah ada pada kelompok masyarakat miskin, rentan, dan MBR, di mana backlog kepemilikan dari ketiga kelompok tersebut sebesar 8,33 juta ruta dengan sebaran 6,38 juta di perkotaan, 1,19 juta di perdesaan pesisir, dan 0,75 juta di perdesaan non pesisir. Sedangkan untuk isu kelayakan hunian dari ketiga kelompok tersebut berjumlah 19,81 juta ruta yang tersebar 9,32 juta di perkotaan, 6,84 juta di perdesaan pesisir, dan 3,66 juta perdesaan non pesisir.

“Untuk mendorong peran sektor perumahan dalam perekonomian nasional, pengentasan kemiskinan, dan menelesaikan isu perumahan, maka pemerintah perlu segera mengambil intervensi yang konkret, efektif, dan terfokus pada backlog kepemilikan dan kelayakan hunian di kelompok masyarakat miskin, rentan, dan berpenghasilan rendah melalui program FLPP Tapak/Susun, Rent to Own Tapak/Susun, Kredit Bangun Rumah (KBR), Rumah sosial, Rumah sewa, Bedah rumah, Housing Micro Finance (HMF), Kredit Renovasi Rumah (KRR), dan program lainnya dengan memperhatikan tiga dimensi sosio ekonomi lainnya, yaitu lokasi, penghasilan, dan jenis pekerjaan, sehingga intervensi yang diimplementasikan juga efisien dari sisi anggaran,” jelas Ananta.

Berdasarkan simulasi dampak ekonomi dan sosial yang dilakukan SMF, dalam lima tahun ke depan diperkirakan sektor perumahan dapat berkontribusi pada peningkatan PDB hingga Rp1.628 Triliun dan berkontribusi dalam mengurangi angka kemiskinan sebanyak 5,23 juta orang (20,2%). Untuk dapat mewujudkan dampak ekonomi dan sosial tersebut, Ekosistem Pembiayaan Perumahan perlu mengorkestrasi strategi yang tersedia dari berbagai pemangku kepentingan dalam menyelesaikan permasalahan perumahan secara komprehensif.

Selain itu, Ekosistem Pembiayaan Perumahan juga perlu membuat masterplan perumahan yang mendorong kolaborasi dan sinergi para pihak, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, BUMN, BUMD, LSM, Publik, Masyarakat dan pihak lainnya yang menjadi satu kesatuan dalam Ekosistem Perumahan.

Terakhir, mengoptimalkan penggunaan APBN dan APBD, serta melibatkan pendanaan yang bersumber dari pasar modal, dana CSR, hibah, lembaga donor, dan sumber pendanaan lainnya dalam merealisasikan inisiatif untuk mengatasi masalah sektor perumahan, mengentaskan kemiskinan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Bagikan:

#BUMN Award #BBMA Award
#Anugerah BUMN 2024
#BTN Persaingan Usaha  #3000 KPR Prabowo #Talenta BSI. #Pengelolaan sampah BNI. #Akad Masal KPR BTN

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.