
Etikah Karyani, Dosen FEB UNS dan peneliti senior CORE Indonesia
Permodalan merupakan aspek penting bagi perusahaan termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN dapat memperoleh dana dari berbagai sumber untuk mendukung operasional dan pengembangan bisnisnya. Dana diperoleh baik secara internal maupun eksternal. Dana internal dapat bersumber dari pendapatan operasional yang diperoleh. Sedangkan sumber dana eksternal yang umumnya digunakan oleh BUMN antara lain melalui initial public offering (IPO) atau Penyertaan Modal Negara (PMN).
Sejumlah BUMN Indonesia telah sukses melalui IPO dan mencatatkan prestasi yang positif dalam pasar modal, antara lain PT Telkom (Telkom), PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Mandiri (Mandiri) dan PT Adhi Karya (ADHI). Sejak IPO pada tahun 1995, Telkom telah menjadi salah satu emiten terbesar dan terlikuid di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bisnis BRI, yang didukung oleh sektor mikro, telah mencatat pertumbuhan yang cukup kuat dengan total aset terbesar di Indonesia per 31 Mei 2023 sebesar Rp1.631,18 triliun. Disusul oleh Mandiri sebagai bank terbesar kedua dengan total asetnya sebesar Rp1.519,98 triliun per 31 Mei 2023.
Sementara ADHI adalah perusahaan konstruksi yang melakukan IPO pada tahun 2004. ADHI memiliki kinerja yang terus meningkat dan berperan peran penting dalam pengembangan infrastruktur di Indonesia. Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa melalui IPO, BUMN dan perusahaan besar Indonesia dapat mencapai kesuksesan dalam pasar modal dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian dan pembangunan nasional. IPO juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kepemilikan perusahaan dan mendapatkan manfaat dari pertumbuhan dan kesuksesan perusahaan tersebut.
Sementara itu, berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-1/MBU/03/2021 Tahun 2021, pasal 1 disebutkan bahwa PMN adalah pemisahan kekayaan Negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dijadikan modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas dan dikelola secara korporasi. PMN diberikan kepada BUMN dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha BUMN. Adapun penambahan PMN untuk melaksanakan penugasan pemerintah kepada BUMN, melakukan restrukturisasi atau penyelamatan BUMN, serta pengembangan usaha BUMN.
Pemerintah Indonesia memberikan dukungan bagi BUMN dengan mengalokasikan PMN setidaknya sebesar Rp72,44 Triliun pada tahun 2022. Sayangnya, pencairan dana yang tidak sedikit ini tidak diikuti dengan perbaikan tata kelola di BUMN sehingga manfaat bagi peningkatan pendapatan negara menjadi tidak signifikan. Kualitas tatakelola BUMN yang lemah salah satunya tergambar dari Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022. BPK menemukan adanya masalah pemanfaatan dana penyertaan modal negara (PMN) yang diberikan kepada 13 BUMN. Salah satunya yang diungkap adalah masih ada proyek BUMN yang belum selesai. Padahal proyek tersebut dikerjakan pada 2015 dan 2016.
PMN merupakan bentuk investasi pemerintah yang seharusnya memberikan manfaat tidak hanya bagi pemerintah khususnya untuk mendukung program prioritas pemerintah. Akan tetapi, PMN juga diharapkan bermanfaat bagi BUMN untuk manfaat ekonomi dan sosial yang tidak dapat secara langsung diukur dalam bentuk uang agar tercapainya kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Memperbaiki Tatakelola
PMN seharusnya menjadi sebuah awal bagi BUMN agar memiliki kinerja yang akuntabel dalam menjalankan dan menggunakan dana masyarakat secara profesional. BUMN yang hendak menerima PMN idealnya sudah memiliki tatakelola perusahaan yang baik dengan memenuhi asas-asas Pedoman Umum tata kelola, yaitu TARIF. Aspek TARIF mencakup Transparency (transparansi), Accountability (akuntabilitas), Responsibility (tanggung jawab), Independence (kemandirian), dan Fairness (kesetaraan dan kewajaran). Dengan demikian bila terdapat direksi BUMN melakukan korupsi, pertanda masih ada permasalahan dengan transparansi dan akuntabilitas dalam BUMN tersebut.
Bila kita membandingkan tatakelola BUMN Indonesia dengan negara lain, banyak faktor yang harus diperhatikan. Pasalnya, setiap negara memiliki konteks ekonomi, politik, dan budaya yang berbeda. Terdapat enam faktor khusus yang bisa memperlambat proses pembangunan tata kelola yang baik di Indonesia. Pertama, lemahnya daya saing BUMN karena kurangnya inovasi dan transformasi. Kedua, adanya overlapping peraturan/UU yang bisa jadi bertentangan. Beberapa kementerian juga seringkali mengakibatkan fragmentasi tata kelola BUMN karena memberikan pengawasan yang bertentangan.
Ketiga, kultur yang kurang mengutamakan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi pada BUMN akan menjadi kendala utama dalam membangun tatakelola BUMN. Bila dibandingkan BUMN di Indonesia dengan BUMN di Malaysia (Khazanah) atau BUMN di Singapura (Temasek), jelas memiliki kultur berbeda. Meski dibuat peraturan seperti apapun bila kultur masyarakat tidak mendukung, pada akhirnya akan menjadi kendala bagi pengembangan tatakelola BUMN. Keempat, sistem pengawasan kurang ketat atau tidak konsisten. Kelima, adanya persoalan leadership dan kapabilitas pimpin BUMN. Terakhir, lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM) pada BUMN.
Dengan demikian, agar BUMN mampu mengelola PMN dengan tatakelola yang baik, setidaknya Kementerian BUMN perlu menetapkan kebijakan dan regulasi yang tidak overlapping. Terkadang ada peraturan baru yang justru bertentangan dengan aturan sebelumnya. Akibatnya, tatakelola BUMN tidak bisa efektif lantaran berbenturan dengan regulasi.
Terakhir pengawasan yang ketat oleh pemerintah dan masyarakat publik agar tetap terjaga akuntabilitas dan kinerjanya. Dalam penyaluran PMN, transparansi dan akuntabiltas menjadi sangat penting agar dana publik tersebut dikelola secara efisien sesuai peruntukan. Pemerintah harus terus mendorong BUMN agar lebih transparan dengan adanya kewajiban BUMN menyerahkan laporan keuangan dan laporan kinerja secara berkala yang diaudit oleh pihak yang independen. Laporan disertai data yang lengkap, termasuk memaparkan dengan detail rencana penggunaan dana PMN. Hanya saja itu belum cukup. Pemerintah harus serius memilih dan menunjuk Dewan Pengawas pada BUMN agar dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas.
Di satu sisi, terdapat peluang yang terbuka bagi BUMN untuk melakukan IPO untuk mendorong tatakelola yang lebih baik karena selalu mendapat pengawasan publik, selain sebagai sumber permodalan lain. Pasalnya, rencana bisnis dan strategi yang disiapkan emiten bukan hanya diawasi oleh pemerintah, tetapi juga pihak eksternal lainnya seperti otoritas pasar modal dan investor (publik). Dengan diterbitkannya peraturan Menteri BUMN No. PER-2/MBU/03/2023 tentang Pedoman Tata Kelola dan Kegiatan Korporasi Signifikan BUMN diharapkan tercipta pengelolaan yang terintegrasi serta konsisten antara induk dan anak usaha agar kinerja operasional lebih baik.