Restrukturisasi Utang, PT Krakatau Steel Hemat USD685 Juta

E-Magazine Januari - Maret 2025

Jakarta, Bumntrack.co.id – Dalam upaya penyehatan perusahaan, PT Krakatau Steel (persero) Tbk menyelesaikan restrukturisasi utang senilai USD2 miliar. Restrukturisasi ini melibatkan 10 bank nasional, swasta nasional dan swasta asing. Penandatanganan persetujuan pembiayaan ini dilakukan untuk mendukung Rencana Transformasi Bisnis dan Keuangan Krakatau Steel menjadi lebih sehat. Beban bunga dan kewajiban pembayaran pokok pinjaman menjadi lebih ringan sehingga membantu perbaikan kinerja perusahaan dan memperkuat cashflow perusahaan. Proyek restrukturisasi ini berlangung selama sembilan tahun (2019-2027), dalam jangka panjang diharapkan operasi perusahaan menjadi lebih baik.

“Ya memang ada negoisasi tenor maupun bunganya. Namun melalui restrukturisasi ini, total beban bunga selama sembilan tahun utang dapat diturunkan dari USD 847 juta menjadi USD 466 juta. Selain itu, penghematan biaya juga kita dapatkan dari restrukturisasi Krakatau Steel hutang selama sembilan tahun sebesar USD685 juta,” kata Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim di Jakarta, Selasa (28/1).

Sepanjang tahun 2019, perseoran telah melakukan rekstrukturisasi, optimalisasi tenaga kerja dan menerapkan operation excellence sehingga Krakatau Steel lebih efisien dan kompetitif. Kemudian di September dan November 2019 secara berturut-turut kami berhasil melampaui rekor produksi HRC dan CRC. Langkah selanjutnya, Perseroan juga mendorong agar dilakukan dukungan kebijakan regulasi regulasi impor baja. Regulasi ini merupakan hal terpenting lainnya untuk mendukung pertumbuhan industri baja yang sehat.

“Impor baja saat ini sudah menghantam industri baja nasional dari hulu hingga hilir. Kondisi ini jika diteruskan pada akhirnya Indonesia hanya akan menjadi konsumen pengguna baja dari luar negeri saja, dan akan semakin menekan defisit neraca perdagangan,” terangnya.

Pada tahun 2018 volume impor baja mencapai angka 6,3 juta ton, naik sebesar 6,7 persen bandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018, besi dan baja tercatat menjadi komoditi impor terbesar ke-3 yaitu sebesar 6,45 persen dari total importasi dengan nilai USD10,25 Milyar dan telah mengakibatkan defisitnya neraca perdagangan RI. Sampai dengan bulan September 2019, importasi besi dan baja telah mencapai 5 juta ton dan di estimasi akan mengalami kenaikan sampai 6,7 juta ton sampai akhir 2019 (meningkat 7,5% dari total impor tahun 2018 sebesar 6,3 juta ton). Bahkan hingga September 2019, besi dan baja masih menempati posisi 3 besar komoditi impor yang masuk ke Indonesia dengan nilai USD7,63 Milyar.

“Bersama Kementerian BUMN, kami memberikan masukan kepada kementerian terkait agar pasar dan industri baja di Indonesia bisa lebih sehat. Industri baja dalam negeri sangat tertekan dengan kondisi impor baja di sepanjang tahun 2018-2019. Kami memerlukan kebijakan dan pengawasan yang ketat dalam hal impor baja. Telah terjadi penurunan utilisasi industri baja hingga 43 persen di tahun 2019,” pungkasnya.

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.